Musim hujan baru saja tiba. Sebagian wilayah Jawa Timur, utamanya bagian barat dari provinsi ini, telah mendapat guyuran hujan pada akhir November, tapi sebagian lainnya, seperti pantura dan bagian timur, sedikit mundur, yakni pada awal Desember 2014. Bahkan, puncak musim hujan diprakirakan baru akan terjadi pada Februari mendatang. Pergantian musim, dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya, sudah lazim dialami wilayah Jawa Timur dan juga Indonesia yang berada di daerah tropis. Pergantian dari satu musim ke musim berikutnya, seperti biasanya juga diikuti dengan masa peralihan atau masa pancaroba. Hal ini pun juga sangat dimengerti masyarakat. Masa peralihan biasa ditandai dengan berbagai perubahan fenomena alam. Perubahan tersebut sudah pasti akan berimbas kepada kondisi alam dan lingkungan. Masa peralihan dari musim kemarau ke musim hujan misalnya, acapkali memberikan dampak yang tidak menyenangkan. Banjir, tanah longsor dan merebaknya penyakit tertentu merupakan di antara imbas tersebut. Masa peralihan yang diikuti dengan masuknya musim hujan kali ini tampaknya telah memberikan dampak yang cukup serius bagi Jawa Timur. Sebagian kabupaten/kota di Pulau Jawa ujung timur ini telah dinyatakan dalam status kejadian luar biasa (KLB) terhadap serangan penyakit demam berdarah. Penyakit akibat gigitan nyamuk aedes aegypti ini telah menjangkiti masyarakat Jawa Timur secara masif. Jawa Timur menetapkan status KLB penyakit demam berdarah karena memiliki kasus penderita demam berdarah serta jumlah pasien yang meningkat signifikan. Daerah dengan status kejadian luar biasa (KLB) wabah penyakit demam berdarah di Jawa Timur yang sebelumnya hanya 11 kabupaten/kota, kini telah meluas menjadi 15 kabupaten/kota. KLB demam berdarah yang sebelumnya hanya meliputi Kabupaten Jombang, Banyuwangi, Probolinggo, Kediri, Sumenep, Pamekasan, Nganjuk, Trenggalek, Mojokerto serta Kabupaten dan Kota Madiun, bertambah empat daerah lainnya, yakni Kabupaten Magetan, Ponorogo, Lamongan, dan Kota Mojokerto. Jumlah daerah yang dinyatakan dalam status KLB demam berdarah tentu berpotensi bertambah pula jika tidak segera dilakukan langkah-langkah antisipatif. Dalam periode 1 - 27 Januari 2015, terdata ada 1.817 kasus demam berdarah. Jumlah ini meningkat 85,41persen dibandingkan bulan yang sama pada tahun 2014 sebanyak 980 kasus. Lima daerah di Jatim dengan jumlah penderita terbanyak adalah Kabupaten Sumenep (286 penderita), Jember (199 penderita), Jombang (110 pernderita), Bondowoso (100 penderita) dan Banyuwangi (96 penderita). Demam berdarah atau demam berdarah dengue (DBD) adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Sejumlah gejala dari demam berdarah dengue di antaranya adalah demam, sakit kepala, kulit kemerahan yang tampak seperti campak, serta nyeri otot dan persendian. Meski demikian, sebagian besar penderita yang terinfeksi virus dengue tidak menunjukkan gejala, atau hanya menunjukkan gejala ringan seperti demam biasa. Karena itu, harus waspada. Sebab, pada sejumlah pasien, demam berdarah bahkan dapat mengancam jiwa karena menyebabkan pendarahan, kebocoran pembuluh darah (saluran yang mengalirkan darah), dan rendahnya tingkat trombosit darah (yang menyebabkan darah membeku) serta sindrom yang menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya. Untuk mencegah ancaman nyamuk demam berdarah butuh kearifan masyarakat dengan memberantas sarang nyamuk melalui gerakan 3M, yakni mengubur, menguras dan menutup. Gerakan ini diharapkan bisa menghindarkan dari genangan-genangan air yang bisa menjadi sarang nyamuk. Cara ini dinilai paling efektif mencegah berkembang biaknya nyamuk aedes aegypti. Nyamuk aedes aegypti berwarna hitam dan belang- belang ( loreng) putih pada seluruh tubuh. Nyamuk ini berkembang biak di tempat penampungan air dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang seperti bak mandi, tempayan, drum, vas bunga, ban bekas dan lainnya. Nyamuk aedes aegypti bisa menyebarkan virus melalui gigitan. Nyamuk ini biasa menggigit manusia pada pagi atau sore hari. Guna menekan penyebaran demam berdarah, sejumlah daerah kini intensif melakukan pengasapan (fogging) di rumah-rumah warga. Masyarakat Jawa Timur secara simultan melakukan gerakan 3M, pengasapan dan langkah-langkah lain untuk penanangan kasus demam berdarah. Gubernur Jawa Timur Soekarwo pun telah mengisyaratkan upaya penanganan kasus KLB demam berdarah secara komprehensif. Bahkan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur siap memberikan dukungan dana tak terbatas dari anggaran tak terduga untuk penanganan penyakit tersebut. Namun, seperti kata orang bijak, upaya pencegahan jauh lebih baik dari pada mengobati. Menjaga kebersihan lingkungan jauh lebih baik ketimbang memberantas penyakit, dan menjaga kelestarian lingkungan jauh lebih baik dari pada menanggulangi bencana yang ditimbulkannya. Sejumlah pemerhati lingkungan selalu mengingatkan bahwa perubahan cuaca, perubahan musim, pasti akan berdampak terhadap alam sekitar. Degradasi lingkungan akibat rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan, tidak saja memberikan dampak yang serius terhadap alam, tapi juga terhadap kehidupan manusia itu sendiri. Curah hujan dalam kadar yang sama, akan bisa berbeda dampaknya jika kondisi lingkungan telah mengalami penurunan kualitas. Curah hujan yang biasanya tidak sampai menimbulkan banjir atau tanah longsor, bisa menjadi perusak karena lingkungan tidak terjaga. Begitu pula dengan kebersihan lingkungan. Lingkungan yang bersih tentu akan menjauhkan orang di sekitarnya dari penyakit. Sudahkah kita menjaga lingkungan dengan baik ?... (*)
KLB Demam Berdarah
Senin, 2 Februari 2015 10:06 WIB