Surabaya (Antara Jatim) - Komandan Kontingen DKI Jakarta Icuk Sugiarto mengatakan tuan rumah Jawa Timur mengabaikan semangat sportivitas dan "fair play" untuk merebut gelar juara umum Pekan Olahraga Nasional Remaja I Tahun 2014. Dalam jumpa pers di Posko Kontingen DKI Jakarta di Surabaya, Minggu, Icuk Sugiarto mengungkapkan dari pengamatan yang dilakukan ofisial timnya di lapangan, muncul beberapa kejadian yang menghalalkan segala cara untuk mencapai ambisi merebut kemenangan tersebut. "Bagi kami, juara umum atau tidak juara umum bukan menjadi masalah, tetapi kami lebih mengkritisi bagaimana cara memperoleh predikat itu," kata mantan juara dunia bulu tangkis itu, menanggapi kepastian Jatim sebagai juara umm PON Remaja. Menurut Icuk, sangat disayangkan jika tuan rumah Jatim berhasil merebut juara umum PON Remaja dengan cara yang kurang terpuji dan tidak fair play, sementara Gubernur Jatim Soekarwo saat acara pembukaan sudah menegaskan PON Remaja harus menjunjung semangat sportivitas demi kemajuan prestasi olahraga Indonesia. "Kalau tuan rumah Jatim bersikap sportif, mungkin perolehan medali emasnya tidak sebanyak itu. Ada nomor pertandingan yang harusnya tidak dapat, tapi dipaksakan dapat medali emas," ujarnya. Icuk Sugiarto mencontohkan kasus empat juara bersama pada cabang olahraga senam yang melibatkan dua atlet Jatim. Pada cabang ini, muncul aturan yang secara tiba-tiba membolehkan satu daerah mengikuti dua nomor pertandingan, padahal medali emas yang disediakan sebanyak tiga keping. "Peristiwa munculnya empat juara bersama itu baru pertama kali terjadi di dunia olahraga, sehingga memunculkan dugaan adanya permainan yang menguntungkan salah satu kontingen untuk mengatrol perolehan medali," katanya. Selain itu, Icuk juga menyoroti masalah penetapan kuota atlet pada cabang tenis meja, bulu tangkis dan tenis lapangan, karena tuan rumah Jatim mendapat perlakuan khusus bisa mendaftarkan empat atlet, sementara kontingen lainnya hanya dijatah masing-masing dua atlet. Aksi pengerahan suporter Jatim yang berlebihan hingga mengintimidasi atau meneror atlet daerah lain, juga dipermasalahkan kontingen DKI Jakarta. "Kasus terakhir munculnya keputusan Dewan Hakim PON Remaja yang secara tiba-tiba melarang atlet tenis DKI berlaga, juga sangat aneh. Masalah keabsahan atlet sudah selesai sebelum PON Remaja digelar, kok sekarang dipermasalahkan lagi, ini ada apa," kata Icuk. Ia menambahkan pihaknya telah melayangkan surat protes kepada PB PON Remaja yang ditembuskan kepada Menpora, KONI Pusat, Gubernur Jatim, dan sejumlah induk cabang olahraga, terkait munculnya berbagai keganjilan selama pelaksanaan PON Remaja. Menanggapi tudingan negatif tersebut, Ketua Umum KONI Jatim Erlangga Satriagung menilai pernyataan kubu DKI Jakarta terlalu berlebihan dan emosional, padahal daerah lain tidak ada yang melakukan protes terhadap pelaksanaan PON Remaja. "Soal nomor pertandingan dan kuota atlet sudah diputuskan KONI Pusat melalui rapat anggota. Kalau Jatim sebagai tuan rumah diberi wewenang penuh menentukan cabang olahraga dan nomor pertandingan, tentu kami akan pilih cabang yang berpotensi emas, faktanya kami hanya bisa mengusulkan," katanya. Ia menambahkan pembatasan nomor pertandingan dan kuota atlet merupakan imbas dari minimnya anggaran penyelenggaraan PON Remaja yang hanya sekitar Rp31 miliar, dari rencananya anggaran awal mencapai lebih dari Rp390 miliar. "Sebagai tuan rumah, kami berusaha semaksimal mungkin menyelenggarakan PON Remaja dengan sukses, meskipun anggaran sangat minim. Kalau di lapangan muncul beberapa persoalan, itu hal yang wajar karena ini ajang pertama yang persiapannya hanya tiga bulan," papar Erlangga. (*)
DKI: Jatim Abaikan Sportivitas Rebut Juara Umum
Minggu, 14 Desember 2014 19:57 WIB