Tujuh Lokalisasi di Kabupaten Malang Resmi Ditutup
Senin, 24 November 2014 17:58 WIB
Malang (Antara Jatim) - Sebanyak tujuh lokalisasi yang tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Senin, resmi ditutup secara serentak oleh bupati setempat Rendra Kresna.
Tujuh lokalisasi yang ditutup tersebut adalah Lokalisasi Suko di Kecamatan Sumberpucung, Slorok di Kecamatan Kromengan, Embong Miring di Kecamatan Ngantang, Kebobang di Wonosari, Girun di Gondanglegi, Kalikudu di Pujon, dan Sendangbiru di Sumbermanjing Wetan.
"Pemkab Malang memang tidak memberikan kompensasi apapun kepada para pekerja seks komersial (PSK) tersebut, karena memang tidak dianggarkan. Namun, kalau dana kompensasi yang kami ajukan ke Kementerian Sosial (Kemensos) turun, pasti mereka akan kami hubungi, sebab nama-nama mereka sudah terdata," kata Bupati Malang, Rendra Kresna, disela-sela penutupan lokalisasi yang dipusatkan di Girun, Gondanglegi.
Meski tidak diberikan kompensasi berupa uang tunai, lanjutnya, para PSK sudah diberikan berbagai pelatihan keterampilan serta diberikan bantuan peralatan untuk membuka usaha sesuai keahliannya, bahkan PSK yang mengikuti pelatihan diberikan sertifikat keahlian.
Menyinggung pengalihan peruntukan wilayah eks lokalusasi tesrebut, Rendra mengatakan ada beberapa alternatif, namun tidak boleh dialihkan untuk usaha hiburan lainnya, seperti tempat karaoke atau kafe. Mungkin saja akan dialihfungsikan untuk gedung olahraga, tempat wisata maupun sentra industri atau lainnya, selain tempat hiburan.
Saat ini, lanjutnya, para pekerja seks tersebut sudah dipulangkan ke tempat asal masing-masing. Sesuai data yang masuk di Dinas Sosial (Dinsos), jumlah PSK di tujuh lokalisasi yang ditutup itu sebanyak 380 orang dan jika anggaran utnuk kompensasi yag diajukan Pemkab Malang ke Kemensos sebesar Rp5 juta per orang itu turun, pasti akan diinformasikan.
Sementara itu puluhan mahasiswa yang tergabung dalam PMII Komisariat Universitas Raden Rahmat menggelar unjuk rasa terkait penutupan tujuh lokalisasi di Kabupaten Malang tersebut. Puluhan mahasiswa itu mendatangi gedung DPRD dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Malang di Kepanjen.
Perwakilan dari PMII, Muhibulloh, meminta Badan Perizinan Terpadu tidak mudah memberikan izin untuk usaha sejenis, seperti karaoke, panti pijat atau hiburan malam. "Kami khawatir setelah lokalisasi itu ditutup tapi memunculkan usaha lainnya, seperti hiburan malam, kafe dan karaoke, sehingga perizinannya harus diperketat," tegasnya.
Menanggapi permintaan puluhan mahasiswa tersebut, Kepala Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Malang, Bambang Sumantri, menyatakan memperhatikan aspirasi mahasiswa. Namun, Badan perizinan bukan satu-satunya lembaga, sebab jika ada perizinan, maka harus lewat unsur terkecil dulu di RT/RW.
"Kalau dari bawah sudah menolak, kami juga tidak akan memroses pengajuan izin apapun yang berkaitan dengan tempat hiburan dan sejenisnya," tandas Bambang.(*)