Serikat Pekerja Minta Jokowi Selamatkan Pekerja Outsourcing
Jumat, 7 November 2014 18:09 WIB
Jakarta (Antara) - Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia meminta Presiden Joko Widodo menyelamatkan nasib ratusan ribu pekerja "outsourcing" atau alih daya, khususnya di BUMN dan BPJS Ketenagakerjaan untuk menegakkan UU Ketenagakerjaan.
"Kini saatnya Presiden Joko Widodo untuk menggunakan kewenangan yang ada padanya untuk menegakkan UU Ketenagakerjaan dan menyelamatkan nasib ratusan ribu pekerja 'outsourcing' di BUMN dan BPJS Ketenagakerjaan, yang selama ini diperlakukan tidak semestinya," kata Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat di Jakarta, Jumat.
ASPEK Indonesia berharap Presiden Jokowi beserta Menteri BUMN dan Menteri Ketenagakerjaan mampu menuntaskan permasalahan pekerja "outsourcing" (alih daya), khususnya di BUMN dan BPJS Ketenagakerjaan, yang sampai saat ini belum ada kepastian.
Praktik sistem kerja alih daya khususnya di BUMN dan BPJS Ketenagakerjaan, kata dia, adalah bentuk pengingkaran negara yang mengabaikan amanah UUD 1945.
Ia mengatakan eksploitasi dan diskriminasi dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya sendiri karena pekerja tidak pernah diberi kepastian masa depan dan rentan di-PHK sepihak tanpa kompensasi apapun.
"Jika Presiden Joko Widodo tidak mampu menuntaskan permasalahan ini, maka sesungguhnya Presiden sedang melanggengkan 'Rezim Pelanggar UU Ketenagakerjaan'," katanya.
Mirah Sumirat menyatakan BUMN dan BPJS Ketenagakerjaan seharusnya menjadi teladan terbaik untuk penegakan hukum ketenagakerjaan di negeri ini, namun faktanya justru banyak terjadi pelanggaran Pasal 65 dan 66 UU No.13/2003 berupa mempekerjakan pekerja alih daya di pekerjaan inti.
Ironisnya, kata dia, negara membiarkan praktik pelanggaran hukum ini terus terjadi selama puluhan tahun.
Dikemukakan bahwa adanya rekomendasi Panja Outsourcing DPR RI, berbagai Nota Pemeriksaan yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang menyatakan pelanggaran UU Ketenagakerjaan yang dilakukan oleh BUMN dan BPJS Ketenagakerjaan, bahkan legal opini yang dikeluarkan oleh Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR RI, ternyata masih dianggap angin lalu oleh Direksi BUMN dan Direksi BPJS Ketenagakerjaan.
Kondisi ini tidak terlepas dari minimnya kepedulian pemerintah, dalam hal ini Presiden, Menteri BUMN dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, untuk sungguh-sungguh menegakkan UU Ketenagakerjaan dan mewujudkan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance/GCG) di BUMN.
Selain itu, Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No:PER 01/MBU/2011 telah mengatur tentang bagaimana BUMN seharusnya menerapkan GCG, salah satunya adalah agar BUMN dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang undangan, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap pemangku kepentingan.
Namun faktanya, kata dia, banyak BUMN yang tidak menerapkan GCG tersebut dan hanya menjadikan sebagai pencitraan saja.
Sekjen ASPEK Indonesia Sabda Pranawa Djati menyampaikan bahwa pada 24 Oktober 2014, DPP ASPEK Indonesia telah mengirim surat kepada Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSM) tentang laporan dugaan perbuatan tercela yang dilakukan oleh direksi BPJS Ketenagakerjaan.
Surat yang ditembuskan juga kepada Presiden RI, Menteri BUMN dan Menteri Ketenagakerjaan, sampai saat ini belum ada tanggapan dari pihak-pihak terkait.
Laporan itu didasarkan pada Peraturan Pemerintah RI No. 88 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Bagi Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Dugaan perbuatan tercela dalam bentuk tindakan intimidasi dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat struktural BPJS Ketenagakerjaan, tidak saja terhadap para pekerja alih daya yang sedang memperjuangkan hak normatifnya, namun juga kepada pejabat/pekerja di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan.
Laporan dugaan tindakan intimidasi dan kesewenang-wenangan dimaksud didasarkan pada bukti copy dokumen notulensi rapat internal pejabat BPJS Ketenagakerjaan pada 19 Desember 2013.
Tindakan yang sangat tidak manusiawi dan melanggar norma-norma ketenagakerjaan yang berlaku, dibuktikan dengan adanya kebijakan Direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk memberikan sanksi kepada unit kerja dan jajarannya yang memberikan pekerjaan kepada tenaga kerja alih daya.
Kemudian, tidak memberikan pekerjaan kepada tenaga alih daya untuk melakukan pekerjaan dalam bentuk apapun, teguran tertulis kepada karyawan PT Jamsostek (Persero) yang memiliki kerabat tenaga alih daya yang sampai saat ini belum menerima kebijakan pengakhiran hubungan kerja, serta memberikan ruang khusus kepada pekerja alih daya yang menolak PHK untuk meminimalisasi bertemu dengan pihak tenaga kerja dan perusahaan.
Selain BPJS Ketenagakerjaan yang saat ini sudah berada langsung di bawah Presiden RI, kata dia, terdapat BUMN-BUMN lain yang dapat dikategorikan "Pelaku Pelanggaran UU Ketenagakerjaan" yang masuk dalam daftar BUMN bermasalah di Komisi IX DPR RI.
Atas kondisi tersebut ASPEK INDONESIA menuntut untuk menghapuskan sistem kerja alih daya, khususnya di BUMN dan BPJS Ketenagakerjaan dengan mengangkat demi hukum menjadi pekerja tetap seluruh pekerja "outsourcing" sebagai bentuk pertanggungjawaban negara terhadap rakyatnya.
Kemudian, Presiden Joko Widodo menerbitkan Instruksi Presiden kepada Menteri BUMN dan seluruh Direksi BUMN, termasuk Direksi BPJS Ketenagakerjaan, untuk melaksanakan rekomendasi Panja Outsourcing BUMN, dan pengangkatan "demi hukum" pekerja "outsourcing" menjadi pekerja tetap di BUMN dan BPJS Ketenagakerjaan.
Presiden juga diminta memberhentikan Direksi BUMN dan Direksi BPJS Ketenagakerjaan, yang tidak mampu mewujudkan GCG dan telah melakukan pelanggaran UU Ketenagakerjaan.
Sedangkan Menteri BUMN diminta untuk menerbitkan Keputusan Menteri tentang pengangkatan pekerja "outsourcing" menjadi pekerja tetap di BUMN dan menghentikan seluruh gugatan PHK atas pekerja alih daya yang telah diajukan oleh Direksi BUMN dan Direksi BPJS Ketenagakerjaan di Pengadilan Hubungan Industrial.
Untuk Menteri Ketenagakerjaan diminta melakukan pengawasan yang lebih tegas terkait pelanggaran UU Ketenagakerjaan, serta segera mengeluarkan Nota Pemeriksaan terhadap beberapa BUMN yang melakukan pelanggaran UU Ketenagakerjaan. (*)