REI Kaji Laporan Kemenpera Terkait Pengembang Nakal
Rabu, 18 Juni 2014 18:03 WIB
Batu (Antara Jatim) - Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia akan melakukan koordinasi dan kajian terkait sikap Kementerian Perumahan Rakyat yang melaporkan sejumlah pengembang "nakal" ke Kejaksaan Agung dan Mabes Polri.
"DPP REI punya tim hukum yang akan mengkaji masalah tersebut. Sampai sekarang kami belum mengambil sikap apa-apa, karena Kemenpera juga baru melapor ke Kejakgung dan Mabes Polri," kata Ketua Umum DPP REI Eddy Hussy kepada wartawan di Kota Batu, Jawa Timur, Rabu.
Ditemui di sela-sela menghadiri Musyawarah Daerah REI Jatim, Eddy Hussy mengemukakan pihaknya sangat menghargai sikap Kemenpera tersebut, karena ada dugaan terdapat sejumlah pengembang yang tidak mematuhi regulasi dalam menjalankan bisnisnya.
Sebelumnya, Kemenpera melaporkan 60 pengembang properti dan perumahan yang mengembangkan sejumlah lokasi di wilayah Jakarta dan daerah sekitarnya kepada Kejakgung dan Mabes Polri.
Menurut Menpera Djan Faridz, para pengembang yang kebanyakan tergolong skala besar, baik dalam membangun rumah tapak maupun apartemen, cenderung enggan mengembangkan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Sesuai ketentuan hunian berimbang yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, serta UU Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun, ditetapkan mengenai proporsi pembangunan 1:2:3 untuk hunian mewah, menengah dan murah atau untuk pembangunan rusunami (rumah susun milik) 20 persen dari luas apartemen komersial yang dibangun.
Eddy Hussy mengatakan para pengembang properti dan perumahan akan selalu berpatokan pada izin dan regulasi yang ditetapkan pemerintah daerah, ketika mengembangkan suatu kawasan hunian.
"Kalau ada aturan dari pemda yang tidak sinkron dengan rencana pengembang, hal itu pasti disampaikan atau dikoreksi. Prinsipnya memang seperti itu di semua daerah," ujarnya.
Ia mengakui ketentuan proporsi 1:2:3 dalam pembangunan hunian memang tidak mudah direalisasikan, apalagi jika penerapan aturan itu didasarkan pada harga, bukan tipe rumah.
"Kalau ketentuannya menggunakan patokan harga, memang cukup sulit, karena harga rumah di masing-masing daerah berbeda. Justru yang lebih mudah pakai ketentuan tipe rumah," tambah Eddy Hussy.
Artinya, jika pengembang itu membangun satu unit rumah tipe besar, berarti mereka harus mengembangkan dua unit rumah tipe sedang (menengah) dan tiga unit rumah tipe kecil.
Secara terpisah, Direktur PT Jatim Grha Utama (salah satu perusahaan properti) Muhammad Rudiansyah mengakui memang masih ada pengembang skala besar yang tidak mematuhi ketentuan proporsi pembangunan yang telah diamanatkan dalam undang-undang.
"Memang persoalan yang dihadapi pengembang cukup kompleks, mulai perizinan, pembebasan lahan hingga pembiayaan. Tapi, bagaimana pun ketentuan proporsi sudah diatur dalam undang-undang dan wajib dijalankan pelaku usaha sektor perumahan," kata mantan Wakil Ketua REI Jatim itu. (*)