"The Body Shop" Dukung Film "Sokola Rimba"
Minggu, 17 November 2013 11:27 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Perusahaan produk kecantikan alami "The Body Shop" mendukung film "Sokola Rimba" karya Miles Films yang memperjuangkan nilai-nilai "Defend Human Rights" atau membela hak asasi manusia "Protect the Planet" atau melestarikan lingkungan.
"Kami mendukung film itu, karena kedua nilai itu juga merupakan nilai-nilai dasar perusahaan kami," kata Head of Corporate Communication 'The Body Shop Indonesia' Rika Anggraini dalam keterangan resmi kepada Antara di Surabaya, Minggu.
Menurut dia, Sokola Rimba bukan hanya sekadar ekspresi karya seni yang berfungsi sebagai hiburan semata, namun film itu sarat makna untuk edukasi bagi masyarakat.
"Film itu menunjukkan pentingnya pendidikan bagi masyarakat adat, pentingnya melindungi hutan dari penebangan yang merusak, dan pentingnya hak-hak masyarakat dalam mengelola hutan mereka," katanya.
Oleh karena itu, katanya, dukungan The Body Shop terhadap film Sokola Rimba itu merupakan perjuangan menegakkan nilai-nilai yang selama ini diyakini.
"Kami, terutama saya pribadi, turut bangga bisa menjadi bagian dari edukasi masyarakat agar kita semua mendukung pemenuhan hak asasi manusia, masyarakat adat, dan pelestarian lingkungan," katanya.
Ia menilai masyarakat adat merupakan elemen penting dalam pelestarian lingkungan, namun mereka selama ini terpinggirkan dari wilayahnya sendiri.
"Karena itu, kami tidak hanya mendukung film itu, tapi kami juga mendukung program pendidikan untuk anak-anak Suku Anak Dalam di Rimba Hutan Bukit Dua Belas, Jambi," katanya.
Untuk itu, pihaknya akan mendonasikan Rp5.000,- dari hasil penjualan setiap paket Natal dan Lip Butter dan mendonasikan hasil penjualan 1.000 buku autobiografi pendiri The Body Shop, Dame Anita Roddick, serta mengajak pelanggan berdonasi langsung di kasir.
Film "Sokola Rimba" menceritakan perjuangan antropolog Marlina Manurung dalam mengajar Suku Anak Rimba Hutan Bukit Dua Belas, Jambi, yang sempat ditentang masyarakat pedalaman setempat yang menganggap pendidikan sebagai hal tabu dan mengancam tradisi. (*)