Pakar: Ketersediaan Pangan Terganggu Perubahan Iklim
Kamis, 23 Mei 2013 9:43 WIB
Malang (Antara Jatim) - Pakar pertanian Universitas Brawijaya Malang Prof Kurniatun Hairiah menyatakan ketersediaan pangan akhir-akhir ini terganggu oleh adanya perubahan iklim, sehingga produktivitasnya kurang maksimal.
"Perubahan iklim dapat berdampak langsung melalui perubahan biofisik dan sumber daya lahan terhadap produksi tanaman, baik tanaman pangan maupun nonpangan," tegas Kurniatun di Malang, Kamis.
Selain perubahan iklim, katanya, menurunnya produktivitas tanaman pangan tersebut juga disebabkan oleh penciutan lahan karena peningkatan permukaan air laut.
Bahkan, lanjutnya, pada tahun 2050 diprediksi luas lahan sawah akan semakin menyusut karena tergenang atau tenggelam akibat muka air laut meningkat serta meningkatnya salinitas tanah.
Ia memperkirakan penurunan luas baku lahan sawah terbesar berada di Jawa, Bali dan Sulawesi. Perubahan iklim tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam perencanaan dan pengembangan wilayah, pendidikan, kesehatan akibat berkurangnya daya beli masyarakat terhadap produk pertanian.
Luas baku lahan sawah di Jawa dan Bali saat ini mencapai 3.309.264 hektare, tahun 2050 diprediksi akan menurun sekitar 5,52 persen yang berpengaruh terhadap hasil panen setara beras yang mencapai 1,932 juta ton.
Sementara di Sumatera yang memiliki luas baku lahan sawah 2.340.642 hektare, pada tahun 2050 diperkirakan menurun sekitar 0,01 persen atau 3.170 hektare dan kerugian mencapai 0,024 juta ton beras.
Untuk mengendalikan perubahan iklim tersebut, strategi dan kebijakan umum Kementerian Pertanian adalah memposisikan program aksi adaptasi pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura sebagai prioritas utama.
Selain itu, lanjut Kurniatun, juga menambah pembangunan sarana irigasi, peningkatan diversitas tanaman dan seleksi tanaman tahan kekeringan.
"Program mitigasi juga tetap dilakukan, yakni upaya penyerapan CO2 di udara dan menyimpannya dalam tanaman atau tanah, baik melalui ekosistem hutan atau pertanian dalam jangka waktu panjang," ujarnya.
Guna memadukan strategi adaptasi dan mitigasi itu, katanya, ada cara yang cukup relevan, yakni agroforestri yang memaksimalkan lahan dengan berbagai jenis tanaman, termasuk di kawasan hutan.
"Agriforestri ini juga mampu menurunkan emisi karbon sekitar 20 persen. Kalau agroforestri terus ditingkatkan luasannya, dapat dipastikan emisi karbon akan terus menurun," ujarnya.(*)