Surabaya (Antara Jatim) - Sebanyak 25 mahasiwa jurusan Pendidikan Seni Rupa dan Desain Grafis Universitas Negeri Surabaya memamerkan visualisasi seni ludruk dalam pameran bertajuk "Ludruk Cak!" di Galeri Seni "House of Sampoerna" (HoS) Surabaya pada 17 Mei hingga 9 Juni. "Para mahasiswa dari semester 3 hingga 8 itu merupakan generasi muda yang tidak mengenal ludruk, lalu mereka memahami dari internet dan memvisualisasikan dengan mix media dalam bentuk lukis, patung, fotografi, dan sebagainya," kata kurator pameran Asy Syam kepada Antara di sela-sela persiapan pameran itu, Rabu. Puluhan karya mahasiswa itu, katanya, merekam lima makna dalam ludruk yakni thandak (waria), eksistensi yang tak lagi berjaya, dagelan pelawak populer (Kartolo, Basman, dan sebagainya), seni tradisi versus industri hiburan, dan kidungan yang bermakna nasionalisme dan kritik sosial. "Sebagai generasi yang tidak mengenal ludruk, puluhan mahasiswa itu memahami ludruk dengan pengaruh teknologi digital yang kuat, karena itu mereka melakukan 'negosiasi' budaya sebagaimana terlihat dalam karya-karya mereka," kata dosen pembimbing mahasisa itu. Misalnya, karya Ahmad Toriq berjudul "Sakera Return" yang merupakan karya drawing tentang "perkelahian" antara Sakera yang membawa celurit dengan sejumlah robot yang membawa peralatan canggih. "Itu menggambarkan peperangan budaya yang sesungguhnya tidak imbang," katanya. Atau, karya Andri Wijaya (Giman) yang menggunakan sarana acrilic berjudul KFC atau Kartolo Fans Club. Kartolo merupakan tokoh ludruk yang dilukis mengenakan dasi kupu-kupu seperti di dalam kemasan makan siap saji KFC, apalagi di sampingnya tertulis KFC, tapi KFC diberi terjemahan "Kartolo Fans Club". Dengan media yang mirip, Dyan Condro memajang karyanya berjudul "Lugur, Cak!" yang menggambarkan sejumlah bonek kecil dalam kanvas yang sebagian posisinya di tanah, tapi sebagaian menempel di dinding. "Itu sesuai dengan judulnya yakni lugur yang bermakna jatuh. Artinya, anak-anak sekarang merupakan generasi yang jatuh, karena mereka tidak memegang budaya mereka, sehingga kehilangan identitas," kata Dyan Condro ketika menanggapi karyanya. Menurut Manajer Museum 'HoS' Rani Anggraini, pameran karya mahasiswa Unesa dengan "mix media" itu merupakan salah satu dari rangkaian "Surabaya Fest" yang digelar "House of Sampoerna" (HoS) untuk memeriahkan HUT ke-720 Kota Surabaya. "Kesenian Ludruk, yang sudah menjadi salah satu identitas seni kota Surabaya, diawali dari sebuah kesenian teater rakyat yang dipelopori oleh seorang seniman pria bernama Santik yang berasal dari Jombang pada tahun 1907," katanya. Di Surabaya, kesenian ini dipopulerkan oleh Cak Durasim pada tahun 1931 dan lebih dikenal dengan sebutan Ludruk yang berasal dari bahasa Jawa Ngoko "Lodrok" yang berarti lawakan. "Sebagai bentuk keikutsertaan dalam melestarikan kesenian Ludruk, kami menggandeng para mahasiswa Unesa untuk menggelar pameran bertajuk 'Ludruk Cak!'," katanya. (*)
25 Mahasiswa Pamerkan Visualisasi Ludruk di "HoS"
Rabu, 15 Mei 2013 19:32 WIB