"Awalnya, saya kaget, karena pengarungan pertama sudah disambut jurang yang curam, sehingga saya tidak siap. Saya pun terseret dan tergulung air, bahkan hidung pun terpapar batu, tapi saya tidak kapok, karena pengarungan berikutnya justru mengasyikkan," ucap Kepala Pusat Akselerasi Program Prioritas Eco Campus ITS Surabaya, R Haryo Dwito Armono ST M Eng PhD. Ya, tantangan "fantastic jump" yang mengasyikkan itu dialami sejumlah pengarung (peserta arung jeram) domestik dan bahkan juga 4-5 turis asing yang menjajal arung jeram dan "outdoor activity" di "Noars Rafting" di kawasan Desa Sawahan, Kecamatan Gending, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, 29 Desember 2012. Lokasi ke sana juga penuh berliku-liku, karena lokasinya berjarak sekitar 5-6 kilometer ke arah timur setelah melintasi Kota Probolinggo, lalu menanjaki kawasan Kecamatan Gending dengan mengikuti papan kecil bertuliskan "Songa Adventures" dan terus ke atas hingga bertemu papan nama kecil bertuliskan "Noars 1 Km". Setelah itu, para pengarung harus melintasi jalan yang rusak sepanjang 1 kilometer untuk menjangkau "base camp" Noars yang terletak di bagian tengah dari perlintasan Sungai Pekalen. Saat ini, Sungai Pekalen dikelola tiga operator "rafting" yakni Songa, Noars, dan Regulo. Bedanya, Songa dan Regulo berada di posisi atas, sedangkan Noars berada di posisi bawah, namun ketiga operator wisata alam itu sangat rukun, bahkan dalam situasi pengarung yang membeludak pun ada kesepakatan di antara mereka untuk saling meminjam 'guide' arung jeram dan perahu karet. "Karena kami di bawah, maka pengarung di sini akan kami bawa ke 'puncak' Pekalen dengan mobil bak terbuka, lalu mereka melakukan pengarungan hingga turun di 'base camp' kami," ucap Manajer Operasional 'Noars Rafting' Wawan Rambo. Pria berperawakan kurus itu menjelaskan "Noars" merupakan nama yang diambil dari gabungan tiga pendirinya yakni Norman, Adi Ruswiyono, dan Agus. Ketiganya memulai usaha wisata arung jeram itu pada tahun 2004-2005, namun Noars juga menawarkan "campink, outbound, dan pinball". "Kami menargetkan 'zero accident', karena itu sejak berdiri pada tahun 2004-2005 hingga kini sudah memiliki dua dari 30 'guide' yang berstandar internasional. Kami juga menyiapkan obat-obatan bagi pengarung yang mengalami luka ringan," paparnya. Tentang tarif, ia mematok Rp235 ribu per orang. "Jumlah minimal dalam satu perahu bisa empat orang atau satu keluarga, tapi kapasitas maksimal kami hingga 250 orang. Kalau jumlahnya banyak, tentu ada diskon," ulasnya. Tidak hanya 'safety' (keselamatan) pengarung, Noars juga mengutamakan 'service' kepada para tamu, karena itu 30 "guide" Noars terlihat sangat ramah, bahkan tidak jarang para pemandu wisata terlihat melayani pertanyaan dari para pengarung dengan sabar. "Tantangan utama kami memang menyenangkan tamu, soal tantangan alam itu sangat ditentukan kondisi alam, tapi Sungai Pekalen itu sangat baik, karena di saat kemarau tidak pernah kering dan di saat hujan justru mengasyikkan," tuturnya. Susu Jahe Legenda yang berkembang di masyarakat setempat bahwa Sungai Pekalen yang bersumber dari mata air Gunung Lamongan dan Argopuro (Jawa Timur) itu pernah disinggahi Prabu Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajahmada, bahkan Ratu Dewi Rengganis juga dipercaya pernah mandi di sungai itu saat melarikan diri ke Gunung Argopuro. Terlepas dari legenda itu, awal pengarungan di Sungai Pekalen, para pengarung pun sudah disuguhi "fantastic jump" yang cukup menegangkan, bahkan di tengah pengarungan pun ada air terjun yang suaranya bergemuruh hingga menambah keasyikan tersendiri. Ada pula sejumlah kelelawar yang hilir-mudik, lalu di tengah perjalanan ada "rest area" sembari menikmati susu jahe. "Biasanya, pengarung memang diberi minuman es atau air kelapa muda, tapi kami memberinya minuman yang menghangatkan, karena di sini 'kan dingin. Ada rasa jahe dan kayu manis," ujar seorang pelayan di 'base camp' Noars. Setelah itu, para pengarung melanjutkan setengah perjalanan lagi. "Yang perlu diwaspadai itu ranting (pepohonan) saat rafting (pengarungan), karena ranting itu bisa melukai wajah kita," tutur Kepala Laboratorium Pemrograman Sistem Informasi ITS Bekti Cahyo Hidayanto SSI M.Kom. Namun, Pemimpin Redaksi Majalah ITS Point itu mengaku senang, karena hal terpenting adalah mengikuti instruksi dari para pemandu. "Siapapun harus mengikuti instruksi guide, insya-Allah, kita akan aman, lancar, dan selamat kalau mengikuti instruksi itu," tukasnya. Setiba di "base camp", pengarung pun bergegas ke kamar mandi dan berganti pakaian, sedangkan petugas "Noars" pun menyiapkan tas kresek untuk membungkus baju basah di meja dekat kamar mandi. Petugas juga menyiapkan teh jahe. Bagi pengarung yang Muslim. Selanjutnya, pengunjung Muslim dapat melakukan shalat di mushalla yang terletak di samping "base camp" Noars. Di saat para pengarung bersibuk mandi, berganti pakaian, dan shalat itu, petugas pun menyiapkan makanan yang terdiri dari sayur krawu, tahu, ikan pari, dadar jagung, dan sambal di atas cobek. Pedas, tapi nikmat. "Kami berharap sajian kami memulihkan energi para pengaruh setelah menyusuri Pekalen sepanjang 12 kilometer dalam waktu 2,5 jam hingga tiga jam, lalu mereka perlu berjalan kaki dari sungai ke base camp, tentu melelahkan," tutur Wawan Rambo. Agaknya, "safety" dan "service" itulah yang membuat "Noars Rafting" pun ramai, meski fasilitas yang dimiliki masih serba terbatas, seperti jalan masuk ke "base camp" yang belum baik dan papan nama pengenal arah ke "Noars Rafting" yang belum banyak. "Kami bersyukur, pada hari biasa ada 10-an orang yang kemari, tapi kalau hari libur pada Sabtu dan Minggu bisa mencapai 200-an pengunjung, bahkan kalau liburan bersama bisa mencapai 250 pengunjung dalam sehari," urainya. (*)
Noars: Arung Jeram, Air Terjun, Susu Jahe
Jumat, 4 Januari 2013 9:22 WIB