Kediri - Dunia pendidikan di Indonesia mendapat perhatian yang cukup baik dari pemerintah, di mana berbagai program digalakkan untuk meningkatkan sumber daya manusia. Beberapa program yang dilakukan di antaranya dari bangku sekolah dengan menggerakkan wajib belajar dari semula sembilan tahun menjadi 12 tahun. Yang artinya, pendidikan minimal adalah lulusan tingkat SMA/SMK. Sarana fisik berupa bangunan sekolah pun saat ini juga sudah diperhatikan. Pemerintah tidak sedikit menggelontorkan dana untuk perbaikan ruang kelas, terutama untuk tingkat sekolah dasar yang memang dibangun mayoritas sejak zaman pemerintahan mantan Presiden Soeharto, dengan bangunan sekitar tahun 1970 hingga 1980-an. Memang, bangunan fisik sekolah terutama untuk SD inpres, sudah mulai ditata dengan bagus saat ini. Secara bergiliran, pemerintah lewat alokasi dana khusus mengganggarkan untuk perbaikan ruang kelas. Sampai tahun 2012 ini saja, Kabupaten Kediri sudah berhasil membangun 316 sekolah dasar yang kondisinya rusak berat. Setiap sekolah mendapatkan bantuan perbaikan dari dana alokasi khusus (DAK) yang merupakan dana dari pusat. Besaran anggaran sekitar Rp250 juta per ruang kelas, yang untuk fasilitas bangunan sekaligus dengan isinya. Namun, masalah pendidikan bukan hanya masalah sarana fisik saja, melainkan sumber daya manusia. Bangunan yang bagus, akan kurang maksimal, jika SDM para pelajar tidak diperhatikan dengan serius. Salah satu penunjang dari SDM itu adalah ketersediaan sarana penunjang belajar berupa buku, baik buku bacaan maupun buku untuk mata pelajaran sehari-hari. Kepala Bidang Pendidikan TK dan SD Kabupaten Kediri Sunaryo mengatakan, sekolah tingkat SD yang mempunyai sarana perpustakaan lengkap dan sesuai dengan standar masih minim. Ia menyebutkan, jumlah SD baik negeri maupun swasta di Kabupaten Kediri mencapai 660 sekolah, namun sampai saat ini yang sudah mempunyai perpustakaan memadahi hanya 140 sekolah. Dari jumlah itu, 80 sekolah mendapatkan bantuan DAK 2010 yang direalisasikan pada 2011, sementara sisanya 60 sekolah mendapatkan bantuan DAK 2012. "Memang masih minim sekolah yang mempunyai fasilitas perpustakaan memadai. Kami masih mencoba mengajukan ke pusat, dan memang bertahap diberikan bantuan," ucap Sunaryo. Ia mengatakan, dari 140 sekolah itu, mereka mendapatkan bantuan untuk pembangunan lokasi perpustakaan sekolah. Selain itu, mereka juga mendapatkan bantuan berupa buku, alat peraga, serta komputer untuk keperluan teknologi informasi. "Buku diberikan oleh pusat. Biasanya, buku paket yang diberikan," tuturnya. Ia mengakui, jumlah sekolah yang mempunyai perpustakaan ideal terutama di tingkat SD masih sangat minim jika dibandingkan dengan jumlah sekolah yang ada, yaitu mencapai 660 sekolah. Padahal, untuk menunjang pendidikan anak, keberadaan perpustakaan sekolah sangat diperlukan. Anak-anak bisa menambah ilmu pengetahuan mereka dengan membaca buku koleksi perpustakaan. Namun, yang ironis saat ini, adalah masih banyaknya sekolah yang belum mempunyai perpustakaan ideal. Mereka mempunyai koleksi buku, namun sudah usang, dan murid-murid pun enggan untuk belajar. Hal itu disebabkan, lokasi yang kurang nyaman untuk belajar anak-anak di perpustakaan. Sejumlah SD yang dipantau di Kabupaten Kediri, di mana kondisi perpustakaannya masih kurang maksimal, memprihatinkan. Buku yang ada pun kurang terawat dan dibiarkan bertumpuk begitu saja, tanpa ada upaya lebih lanjut untuk membenahinya. Seperti yang ada di SDN Kambingan, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Kondisi perpustakaan di sekolah ini menjadi satu dengan ruang guru. Di ruangan yang berukuran sekitar 15x10 meter ini, disekat antara ruang guru, ruang tamu, perpustakaan, serta ruang tata usaha. Kondisi seperti ini, tentunya sangat tidak memungkinkan anak-anak bisa santai dalam membaca. Terlebih lagi, koleksi jumlah buku juga belum ada penambahan yang signfikan, membuat mereka semakin enggan untuk datang ke perpustakaan. Sejumlah guru yang ditemui di sekolah itu berdalih, saat ini sekolah masih dalam tahap perbaikan, sehingga semua perlengkapan untuk sekolah, termasuk untuk keperluan ruang guru masih menjadi satu. Padahal, di ruangan itu mempunyai ruang kelas cukup banyak, mengingat sekolah itu gabungan, karena jumlah murid yang terbatas. Kepala SDN Kambingan Ariyanti mengatakan pihak sekolah sebenarnya sudah berusaha untuk mengajukan tambahan buku untuk koleksi, sehingga membuat anak-anak betah belajar di sekolah. "Ini belum ada tambahan buku lagi, kami sebenarnya ingin menambah koleksi buku, agar anak-anak juga bisa belajar, tapi saat ini belum bisa," keluhnya. Hal yang sama juga terjadi di SDN Wonosari, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Koleksi buku belum tertata dengan rapi, bahkan ada buku yang sampai dimakan oleh kutu maupun rayap. Guru di SDN Wonosari, Tri mengaku sebenarnya sudah ada tenaga khusus yang bertugas di perpustakaan sekolah. Namun, saat ini manajemennya masih kurang maksimal, sehingga buku banyak yang belum tertata. "Ada petugasnya sendiri di sekolah ini. Tapi, ruangan ini masih baru, buku-buku masih banyak yang ditumpuk dan belum ditata di almari," katanya. Walaupun buku-buku belum ditata dengan rapi, pihaknya menyebut koleksi di perpustakaan sekolah cukup banyak. Para pelajar bisa memanfaatkan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. Namun, dari ratusan SD yang belum memiliki perpustakaan ideal, terdapat sekolah yang justru sudah mandiri dan mempunyai perpustakaan yang cukup baik. Salah satu SD itu adalah SDN Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Di perpustakaan tersebut, selain koleksi buku yang cukup banyak dan lengkap, juga sudah ada sarana penunjang di antaranya alat peraga dan fasilitas komputer. Petugas perpustakaan, Metty Puspitasari mengatakan koleksi buku di perpustakaan ini hampir semuanya ada untuk menunjang kegiatan belajar mengajar anak-anak. Koleksi buku itu mulai dari sosial, bahasa, teknologi, sastra, sejarah, biografi, dan berbagai koleksi lainnya. "Itu belum buku paket yang memang dibuat untuk anak-anak. Yang baru datang, mata pelajaran IPA dan Matematika," paparnya. Ia mengatakan, jumlah koleksi yang dimiliki perpustakaan di SD tempat ia mengabdi sekitar 2.653 eksemplar buku bacaan dan 600 judul buku. Selain itu, terdapat 15 judul buku sumber dan 370 eksemplar totalnya. Pihaknya juga mencoba menerapkan kegiatan belajar mengajar yang lebih maju pada anak-anak. Untuk kelas 1-2 masih menggunakan kegiatan belajar mengajar manual di papan, tapi mulai kelas tiga sudah menggunakan fasilitas proyektor. Koordinator Perpustakaan SDN Menang Sri Fatimah menuturkan, ia dengan seluruh guru di sekolahnya, terutama yang mendapat amanat untuk mengelola perpustakaan berupaya semaksimal mungkin membuat perpustakaan nyaman untuk anak-anak. Ia bahkan rela mengikuti berbagai macam pelatihan tentang perpustakaan, walaupun menggunakan uang sendiri. "Sekitar pertengahan bulan 2012 lalu, ada undangan ke Jakarta tentang sarasehan perpustakaan. Saya datang, dan menjadi tahu cara pengelolaan tentang perpustakaan," ujarnya. Ia mengatakan, perpustakaan adalah jantung dari pendidikan. Tanpa itu, sebuah pendidikan tidak akan bisa hidup, apalagi melahirkan generasi yang berkualitas. Untuk itu, ia saat ini berupaya menjadikan perpustakaan sebagai tempat tinggal kedua. Yang pertama adalah ruang kelas, sementara yang kedua perpustakaan sekolah. Ia bermimpi, jika jam istirahat, anak-anak lebih senang membaca buku daripada bermain di halaman sekolah. "Saya selalu menganjurkan dan mengajak anak-anak ini ke perpustakaan jika jam kosong. Harapannya, mereka bisa belajar banyak hal dan tahu banyak hal," kata guru agama ini. Minim Kreativitas Kalangan Dinas Pendidikan Kabupaten Kediri mengakui sampai saat ini para guru masih minim kreativitas, terutama untuk membuat buku. Pemerintah sebenarnya sudah memberikan kesempatan kepada para guru agar mereka menulis. "Ada kerja sama untuk pembuatan buku dengan muatan lokal. Isinya bisa tentang sejarah dari daerah itu atau cerita rakyat, tapi belum semua guru mau menulis," kata Kepala Bidang Pendidikan TK dan SD Kabupaten Kediri Sunaryo. Ia mengemukakan, pemerintah telah mengalokasikan anggaran lewat Dana Alokasi Khusus (DAK). Bahkan, anggaran itu dialokasikan sejak 2010 lalu dengan besaran sampai Rp11 miliar. Pihaknya mengungkapkan, saat itu, pemerintah pusat telah mengalokasikan anggaran sampai Rp35 miliar. Dana itu digunakan untuk pembangunan 80 perpustakaan serta pengadaan isinya. Untuk pembangunan sudah selesai pada 2011 lalu, termasuk isi dari perpustakaan itu yaitu berupa alat peraga serta komputer. Namun, dari total anggaran itu, ternyata sisa Rp11 miliar yang dialokasikan untuk pembuatan buku. Sunaryo menyebut, pembuatan buku muatan lokal itu sesuai dengan petunjuk dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ada sekitar 50 judul yang harus dibuat dengan alokasi dana itu, tapi sampai sekarang belum tuntas. "Untuk buku muatan lokal terbentur juknis (petunjuk teknis). Namun, sebenarnya guru bisa membuat buku, tapi mungkin karena kurang kreativitas saja," ujarnya. Pihaknya sampai saat ini juga belum merealisasikan untuk anggaran Rp11 miliar khusus untuk buku muatan lokal tersebut. Ia khawatir, jika dipaksakan akan berurusan dengan hukum. Kritik juga dilontarkan oleh kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kediri. Mereka menyayangkan belum terealisasinya buku untuk keperluan siswa, padahal dana sudah dianggarkan. "Muatan lokal itu kebijakan daerah dan itu menunjukkan kreativitas masing-masing. Mungkin, guru kurang kreatif," kata anggota Komisi D DPRD Kabupaten Kediri Dina Kurniawati dikonfirmasi tentang belum terealisasinya program paket buku untuk sekolah dasar sejak 2010. Ia mengatakan, buku itu sangat diperlukan oleh para pelajar. Sejak larangan membuat buku lembar kerja siswa (LKS), praktis saat ini para pelajar lebih banyak mengandalkan buku paket. Namun, mereka pun harusnya mendapatkan buku bacaan dari buku muatan lokal yang dibuat para guru mereka. Isinya beragam, di antaranya sejarah suatu tempat, atau cerita rakyat. Pihaknya menyayangkan jika sampai saat ini anggaran itu belum terealisasi. Harusnya, pemerintah daerah konsultasi ke pemprov untuk lebih mempertegas tentang buku serta prosedur demi memberi bacaan buku yang berkualitas pada anak-anak. Hal itu juga diharapkan, bisa meningkatkan minat baca pada anak-anak.(*)
Catatan Akhir Tahun - Fasilitas Memadai Minat Baca Pelajar Masih Rendah
Minggu, 30 Desember 2012 11:30 WIB