Trenggalek - Perajin tempe di Kabupaten Trenggalek melakukan dua strategi pemasaran untuk menyiasati dampak kenaikan harga kedelai, yakni mengurangi volume/ukuran produk untuk jenis tempe sayuran dan menaikkan harga untuk jenis tempe bahan baku keripik.
"Untuk jenis tempe sayuran kami tidak berani menaikkan harga karena faktor kompetisi pasar dan kemampuan konsumen. Satu-satunya cara untuk meminimalisir kerugian adalah dengan mengurangi ukuran tapi harga tetap," ujar Asmungi, salah seorang perajin tempe untuk sayuran di Trenggalek, Kamis.
Hal berbeda dilakukan perajin tempe yang secara khusus memproduksi kedelai olahan untuk industri keripik tempe yang banyak menjamur di daerah tersebut.
Khusus untuk bahan baku keripik tempe ini, perajin tempe memilih menaikkan harga bervariasi, yakni mulai Rp50 hingga Rp100 per bungkus yang berisi lima lembar bahan baku keripik tempe.
"Sebelum kenaikan harga kedelai hingga tembus Rp8.200/kg seperti sekarang, harga bahan baku keripik tempe yang kami jual ke perajin/pedagang keripik tempe adalah Rp650/bungkus. Sekarang kami menaikkannya menjadi Rp700/bungkus, ada pula yang Rp750/bungkus," tutur Musirah (42), salah seorang perajin tempe bahan baku keripik di Kelurahan Tamanan, Kecamatan Trenggalek.
Menurut Sumirah, strategi berbeda itu terpaksa mereka lakukan karena mereka tak mungkin menyiasati ukuran bahan baku keripik tempe laiknya tempe sayuran.
Selain itu, lanjut dia, tempe untuk bahan baku keripik juga memiliki takaran kedelai yang sudah baku. "Takaran adonan ragi untuk membuat tempe bahan baku keripiki itu memang bisa saja diperbanyak, tapi itu akan mengurangi kualitas dan rasanya," timpal perajin tempe lain.
Dampak kenaikan harga kedelai selama beberapa hari terakhir memang membuat perajin tempe maupun keripik tempe di Kabupaten Trenggalek kelimpungan.
Beberapa perajin bahkan memilih menghentikan produksi mereka sementara karena mepetnya keuntungan/laba yang diperoleh dari hasil produksi perharinya.
Namun kebanyakan perajin tempe maupun tahu lebih memilih bertahan dengan terus berproduksi meski dengan keuntungan minimal. Mereka berharap cara itu bisa membuat pelanggan mereka tidak kabur/beralih ke produsen tempe/tahu lain yang tetap eksis di tengah krisis harga kedelai nasional. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012