Bojonegoro - Kepala Bidang Usaha Perkebunan Dinas Perhutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Bojonegoro, Khoirul Insan menyatakan, produksi tembakau yang dihasilkan dari lahan seluas 13.467 hektare pada musim tanam 2011, semuanya terbeli dengan harga memadai.
"Produksi tembakau petani semuanya terbeli, tidak ada yang tersisa, bahkan kemungkinan pengusaha dan pabrikan, masih kekurangan tembakau," katanya di Bojonegoro, Jatim,, Selasa.
Ia menjelaskan, pengusaha dan pabrikan masih kekurangan tembakau, karena pada musim tanam 2010, juga setahun sebelumnya, panen tembakau di Bojonegoro tidak terlalu berhasil. Pada panen dua tahun terakhir, tanaman tembakau Virginia Voor Oosgt (VO) dan jenis Jawa, produksinya cenderung menurun, akibat terganggu hujan.
Karena itu, lanjutnya, pada musim panen 2011 lalu, pabrikan melakukan pembelian dengan jumlah cukup besar, untuk mencukupi stok tembakaunya yang terganggu.
"Pada musim panen 2011, pedagang yang berebut melakukan pembelian tembakau di Bojonegoro, datang dari berbagai daerah tidak hanya pedagang lokal," ucapnya, mengungkapkan.
Di antaranya, pedagang asal Temanggung, Jawa Tengah, juga daerah lainnya, untuk membeli tembakau di Bojonegoro yang kemudian di pasarkan kembali di daerahnya dengan harga yang lebih tinggi.
"Pada musim panen 2011 lalu, tidak ada tembakau luar yang masuk ke Bojonegoro, justru tembakau Bojonegoro yang keluar," jelasnya.
Ia menyebutkan, pada musim tanam 2011, dari total areal seluas 13.467 hektare di antaranya areal tanaman tembakau Virginia Voor Oosgt (VO) seluas 11.725 hektare. Produksi yang dihasilkan, mencapai 13.284,580 ton tembakau kering, baik rajangan maupun krosok, dengan produksi rata-rata 1,237 ton/hektare.
Sedangkan tembakau jenis Jawa luasnya mencapai 1.742 hektare, dengan total produksi mencapai 2.247,400 ton, juga diproses menjadi tembakau rajangan dan krosok, dengan produksi rata-rata 1,378 ton/hektare.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, dengan kualitas yang dihasilkan, harga tembakau rajangan maupun krosok, pada musim panen 2011, cukup bagus, dibandingkan harga tembakau, pada tahun-tahun sebelumnya.
"Harga tembakau pada musim panen 2011 lalu tertinggi, dibandingkan dengan harga di tahun-tahun sebelumnya," ujarnya.
Pada musim panen 2011 lalu, harga tembakau rajangan di daerah setempat rata-rata mencapai Rp28 ribu/kilogram, bahkan ada yang mencapai Rp33.000/kg."Harga tembakau krosok tidak terpaut jauh dengan harga tembakau rajangan," ucapnya.
Ia membandingkan pendapatan petani di Bojonegoro dalam lima tahun terakhir cenderung meningkat. Pada tahun 2007, pendapatan petani dari menanam tembakau mencapai Rp4,9 juta/hektare, pada 2008 meningkat Rp6,839 juta, kemudian pada 2009 meningkat lagi menjadi Rp9,2 juta/hektare.
Namun, pada 2010 pendapatan petani menurun menjadi Rp4,784 juta/hektare, dan pada 2011 ini meningkat tajam menjadi Rp12.458.000/hektare.
Lebih lanjut ia menjelaskan, proses jual beli tembakau di tingkat petani sudah rampung sejak panen tembakau berakhir pada Oktober 2011 lalu. Namun, transaksi jual beli tembakau sekarang ini masih tetap berlangsung di tingkat pedagang tembakau.
"Sekarang jual beli tembakau tetap ada, hanya di tingkat pedagang, biasanya tembakau yang dibeli disimpan dulu, menunggu pembeli yang bersedia membeli dengan harga lebih tinggi," katanya, menjelaskan.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012