Perpusatakaan menjadi magnet bagi para ilmuwan untuk berkunjung ke Kota Baghdad, Irak, tak terkecuali bagi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Khofifah Indar Parawansa.
"Selama berada di Kota Baghdad, salah satu tempat yang ingin saya kunjungi adalah perpustakaan," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima di Surabaya, Rabu.
Sejak tahun 800 Masehi, Baghdad telah menjelma menjadi kota besar yang menjadi pusat pendidikan, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan politik.
Kota ini menjadi pusat peradaban dan semakin menarik banyak ilmuwan dari seluruh dunia untuk mencari ilmu. Termasuk Syekh Abdul Qadir Al Jailani, yang merupakan warga, Jilan, Iran, kemudian memutuskan untuk hijrah menimba ilmu menuju Baghdad pada tahun 488 H atau 1095 M.
Syekh Abdul Qadir Al Jailani kini masyhur dikenal sebagai pelopor sufisme thariqati dunia.
Khofifah menjelaskan di Irak saat ini berdiri tiga perpustakaan besar. Pertama adalah perpustakaan nasional. Kedua perpustakaan milik kementerian wakaf. Ketiga perpustakaan Al Qodiriyah yang berada di kompleks Syech Abdul Qadir Jailani.
Dipandu oleh cicit Syekh Abdul Qadir Al Jailani, yaitu Maulana Assayyid Assyech Afeefuddin Al Jailani, yang tak lain adalah pimpinan dan penanggung jawab Makam dan Masjid Abdul Qadir al-Jailani, serta pendiri lembaga wakaf Al Qadiriyah, Khofifah begitu antusias menjelajah seluk beluk Perpustakaan Al Qodiriyah.
Berlokasi di area masjid dan makam Sulthonul Auliyah Syech Abdul Qadir Jailani, perpustakaan Al Qodiriyah tergolong penting karena merupakan yang tertua dan masih bertahan di Baghdad.
Tak kurang ada 68 ribu kitab dari berbagai disiplin ilmu tersimpan di perpustakaan yang didirikan oleh Abu Said al-Mubarak al-Mukharami ini.
Sempat mengalami beberapa kali kerusakan terutama ketika konflik berkecamuk antara Safawiyah dan Ottoman pada 1623 Masehi.
Beruntung, pada masa modern, Presiden pertama Irak segera merenovasi dan menyelamatkan koleksi-koleksi perpustakaan tersebut.
Di perpustakaan Al Qodiriyah masih tersimpan sekitar dua ribu naskah yang belum dicetak dan masih berbentuk manuskrip. Semua tersimpan sangat rapi dan terawat dengan katalog yang sistematis. Sehingga mudah dicari jika dibutuhkan.
Ratusan ribu orang mengunjungi perpustakaan ini setiap tahunnya.
Bahkan masyarakat Baghdad dan Irak terlihat sangat betah untuk berlama-lama bergelut dengan kitab-kitab yang tersedia di perpustakaan ini. Menunjukkan budaya literasi masyarakat Irak begitu terbangun dan terjaga. Sekaligus membuktikan Baghdad masih menjaga nilai-nilai dan tradisi sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Islam di masa-masa kejayaannya.
"Kesadaran masyarakat Irak untuk menjaga, melestarikan budaya cinta ilmu, sangat patut untuk diteladani. Bagaimana kemajuan ilmu yang berkembang di Irak hingga menarik ilmuwan dari berbagai belahan dunia untuk belajar di sini membuktikan bahwa Baghdad menjadi pusat peradaban di masa lampau. Hingga kini kitab-kitab di sana masih terjaga dan terawat," ucap Khofifah.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
"Selama berada di Kota Baghdad, salah satu tempat yang ingin saya kunjungi adalah perpustakaan," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima di Surabaya, Rabu.
Sejak tahun 800 Masehi, Baghdad telah menjelma menjadi kota besar yang menjadi pusat pendidikan, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan politik.
Kota ini menjadi pusat peradaban dan semakin menarik banyak ilmuwan dari seluruh dunia untuk mencari ilmu. Termasuk Syekh Abdul Qadir Al Jailani, yang merupakan warga, Jilan, Iran, kemudian memutuskan untuk hijrah menimba ilmu menuju Baghdad pada tahun 488 H atau 1095 M.
Syekh Abdul Qadir Al Jailani kini masyhur dikenal sebagai pelopor sufisme thariqati dunia.
Khofifah menjelaskan di Irak saat ini berdiri tiga perpustakaan besar. Pertama adalah perpustakaan nasional. Kedua perpustakaan milik kementerian wakaf. Ketiga perpustakaan Al Qodiriyah yang berada di kompleks Syech Abdul Qadir Jailani.
Dipandu oleh cicit Syekh Abdul Qadir Al Jailani, yaitu Maulana Assayyid Assyech Afeefuddin Al Jailani, yang tak lain adalah pimpinan dan penanggung jawab Makam dan Masjid Abdul Qadir al-Jailani, serta pendiri lembaga wakaf Al Qadiriyah, Khofifah begitu antusias menjelajah seluk beluk Perpustakaan Al Qodiriyah.
Berlokasi di area masjid dan makam Sulthonul Auliyah Syech Abdul Qadir Jailani, perpustakaan Al Qodiriyah tergolong penting karena merupakan yang tertua dan masih bertahan di Baghdad.
Tak kurang ada 68 ribu kitab dari berbagai disiplin ilmu tersimpan di perpustakaan yang didirikan oleh Abu Said al-Mubarak al-Mukharami ini.
Sempat mengalami beberapa kali kerusakan terutama ketika konflik berkecamuk antara Safawiyah dan Ottoman pada 1623 Masehi.
Beruntung, pada masa modern, Presiden pertama Irak segera merenovasi dan menyelamatkan koleksi-koleksi perpustakaan tersebut.
Di perpustakaan Al Qodiriyah masih tersimpan sekitar dua ribu naskah yang belum dicetak dan masih berbentuk manuskrip. Semua tersimpan sangat rapi dan terawat dengan katalog yang sistematis. Sehingga mudah dicari jika dibutuhkan.
Ratusan ribu orang mengunjungi perpustakaan ini setiap tahunnya.
Bahkan masyarakat Baghdad dan Irak terlihat sangat betah untuk berlama-lama bergelut dengan kitab-kitab yang tersedia di perpustakaan ini. Menunjukkan budaya literasi masyarakat Irak begitu terbangun dan terjaga. Sekaligus membuktikan Baghdad masih menjaga nilai-nilai dan tradisi sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Islam di masa-masa kejayaannya.
"Kesadaran masyarakat Irak untuk menjaga, melestarikan budaya cinta ilmu, sangat patut untuk diteladani. Bagaimana kemajuan ilmu yang berkembang di Irak hingga menarik ilmuwan dari berbagai belahan dunia untuk belajar di sini membuktikan bahwa Baghdad menjadi pusat peradaban di masa lampau. Hingga kini kitab-kitab di sana masih terjaga dan terawat," ucap Khofifah.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024