Kota Kediri, Jawa Timur, menjadi yang terbaik kedua dalam penilaian kinerja percepatan penurunan stunting terintegrasi di Provinsi Jawa Timur.

Penjabat Wali Kota Kediri Zanariah, Kamis, mengaku bersyukur atas diraihnya peringkat kedua terbaik ini. "Capaian ini berkat kerja keras bersama. Pemkot juga menargetkan Kota Kediri bisa menjadi yang terbaik pertama dalam percepatan penurunan stunting. Untuk itu saya minta terus lakukan inovasi program dalam pencegahan stunting, harapannya di Kota Kediri tidak ada lagi anak stunting," katanya.

Peringkat tersebut didapatkan dari hasil kinerja Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kota Kediri dalam pelaksanaan delapan aksi konvergensi percepatan penurunan stunting tahun 2023.

Penghargaan ini diserahkan Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Republik Indonesia (BKKBN RI) Novian Andusti dan diterima oleh Pelaksana Tugas Kepala DP3AP2KB Mandung Sulaksono, di Surabaya.

Terdapat lima indikator penilaian meliputi pelaporan delapan aksi konvergensi meliputi aksi pertama dengan analisa situasi, aksi dua rencana kegiatan, aksi tiga rembuk stunting, aksi empat pembentukan Peraturan Wali Kota tentang Peran Kelurahan. Aksi lima pembinaan kader kelurahan, aksi enam dengan sistem manajemen data, aksi tujuh pengukuran dan publikasi stunting, dan aksi kedelapan dengan ulasan kinerja tahunan.

Untuk indikator selanjutnya yakni indikator kesehatan, indikator bangga kencana, kemudian indikator tim percepatan penurunan stunting (TPPS) dan indikator kelima dengan penilaian paparan. Kelima indikator tersebut sebelumnya telah dipaparkan Kota Kediri dan 37 kabupaten/kota lainnya di Jawa Timur secara hybrid.

Zanariah menjelaskan terdapat beberapa inovasi program yang mengantarkan Kota Kediri bisa meraih peringkat kedua tersebut, di antaranya Aplikasi Papi Asik (Program Pemantauan Ibu, Anak dan Siklus Kehidupan).

Lalu intervensi spesifik berupa Gerakan Minum Tablet Tambah Darah pada Remaja Putri (Galuh Trendi) dan Ibu Hamil untuk mencegah anemia, home visit dan pemberian pangan dengan kondisi khusus (PDK) bagi ibu hamil kurang energi kronis (KEK), pemberian pangan olahan untuk keperluan medis khusus (PKMK) dan makanan tambahan bagi balita stunting selama 90 hari.

Ada juga bantuan pangan olahan ikan dalam rangka Gemarikan, Gerakan Masyarakat Peduli ASI Eksklusif (Gemapasi), pemeriksaan USG ibu hamil di puskesmas, penyediaan antopometri kit di seluruh puskesmas, serta layanan satu puskesmas satu dokter spesialis anak untuk memastikan kondisi stunting pada balita.

Selanjutnya intervensi sensitif yang bersifat preventif melalui Universal Health Coverage yang sudah melampaui 100 persen, lalu program sekolah orang tua hebat (SOTH) di seluruh kelurahan di Kota Kediri yang merupakan pendidikan untuk orang tua dalam menerapkan pola asuh yang baik.

"Ada juga pencegahan perkawinan anak dengan mengadakan sekolah bagi perempuan bekal tantangan hidup di masa depan (Selimut Hati), strategi komunikasi bagi kader kesehatan dan tenaga kesehatan, konseling pranikah, penyelesaian kawasan kumuh, penyediaan air bersih dan sanitasi layak yang mencapai 100 persen Open Defecation Free (ODF), serta masih banyak lagi," kata dia.

Di samping itu, kata dia, ada program pemberdayaan masyarakat (Prodamas) yang juga memberi sumbangsih besar dalam pencegahan stunting ini.

Data dari Dinas Kesehatan Kota Kediri untuk ibu hamil risiko tinggi terdapat sebanyak 124 orang dan yang stunting berdasar hasil rekap hingga Desember 2023 sebanyak 784 anak.

Di Kota Kediri hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 prevalensi stunting sudah 14,3 persen, lebih rendah dibandingkan Jatim yang 19,2 persen dan nasional 21,6 persen. Di tahun 2023 prevalensi stunting Kota Kediri diharapkan bisa turun menjadi satu digit.

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Abdullah Rifai


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024