Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Timur menetapkan lima orang berinisial EW, HEA, SA, NS dan AL sebagai tersangka dugaan tindak pidana membuat dan menggunakan surat otentik palsu di Kabupaten Malang dan Kota Batu.
"Perkara ini diawali dari adanya laporan polisi model B yaitu dilaporkan oleh pelapor pada tanggal 17 Desember 2021, tetapi peristiwa pidana-nya dimulai sejak tahun 2016," kata Wadirreskrimum Polda Jatim, AKBP Piter Yanottama di Mapolda setempat, di Surabaya, Senin.
Piter mengungkapkan kasus tersebut terjadi pada tahun 2016, saat pemilik tanah ingin mendaftarkan balik nama objek tanah sertifikat sebanyak 11 bidang.
Pemilik tanah tersebut lalu menghubungi EW untuk minta tolong agar dibantu dalam proses mensertifikatkan sebanyak 11 bidang tanah tersebut.
"Tersangka EW menyanggupi dan kemudian meminta bantuan kawannya tersangka HEA, dari tersangka HEA kemudian menghubungi kawannya lagi bernama SA untuk bisa membantu keinginan dari korban atau pemilik tanah tersebut," ungkapnya.
Namun, ketiga tersangka ini justru membuat dokumen palsu, yaitu berupa delapan akta pembagian hak bersama dan tiga akta hibah termasuk juga surat pajak palsu dokumen-dokumen yang dibuat palsu tersebut.
"Kemudian dibantu oleh dua orang yang berprofesi sebagai makelar untuk memuluskan proses balik namanya di Kantor Pertanahan yaitu NS dan AL," ujarnya.
Adapun modus operandi yang dilakukan dari masing-masing tersangka yakni EW, HEA dan SA adalah membuat surat palsu dokumen-dokumen palsu termasuk surat pajak palsu.
Surat tersebut kemudian diserahkan tersangka MS dan AL untuk dilanjutkan proses di Kantor Pertanahan guna dibalik nama sebanyak 11 sertifikat.
"Di tengah jalan ternyata ada proses-proses munculnya dokumen-dokumen palsu yang dibuat secara bersama-sama oleh kelima tersangka," tuturnya.
Piter menjelaskan motif kelima tersangka membuat dokumen palsu adalah untuk mendapatkan keuntungan materi yaitu berupa uang.
"Tersangka EW mendapat Rp850 juta. Tersangka HEA mendapatkan keuntungan uang sebesar Rp50 juta dari korban. Tersangka SA mendapatkan keuntungan Rp30 juta. Tersangka NA mendapatkan keuntungan sebesar Rp22 juta, sedangkan AL mendapatkan keuntungan sebesar Rp400.000," kata dia.
Atas perbuatannya tersangka EW dan HEA dikenakan pasal 264 ayat 1 dan ayat 2 dan atau pasal 263 ayat 1 dan ayat 2 Jo pasal 55 KUHP dan pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 8 tahun.
Untuk tersangka SA dikenakan pasal 264 ayat 1 KUHP dan atau 263 ayat 1 KUHP Jo pasal 55 KUHP dan pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 8 tahun penjara
Kemudian untuk tersangka NA dan AL dikenakan pasal 264 ayat 2 KUHP dan atau pasal 263 ayat 2 KUHP Jo pasal 55 dan pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 8 tahun penjara.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
"Perkara ini diawali dari adanya laporan polisi model B yaitu dilaporkan oleh pelapor pada tanggal 17 Desember 2021, tetapi peristiwa pidana-nya dimulai sejak tahun 2016," kata Wadirreskrimum Polda Jatim, AKBP Piter Yanottama di Mapolda setempat, di Surabaya, Senin.
Piter mengungkapkan kasus tersebut terjadi pada tahun 2016, saat pemilik tanah ingin mendaftarkan balik nama objek tanah sertifikat sebanyak 11 bidang.
Pemilik tanah tersebut lalu menghubungi EW untuk minta tolong agar dibantu dalam proses mensertifikatkan sebanyak 11 bidang tanah tersebut.
"Tersangka EW menyanggupi dan kemudian meminta bantuan kawannya tersangka HEA, dari tersangka HEA kemudian menghubungi kawannya lagi bernama SA untuk bisa membantu keinginan dari korban atau pemilik tanah tersebut," ungkapnya.
Namun, ketiga tersangka ini justru membuat dokumen palsu, yaitu berupa delapan akta pembagian hak bersama dan tiga akta hibah termasuk juga surat pajak palsu dokumen-dokumen yang dibuat palsu tersebut.
"Kemudian dibantu oleh dua orang yang berprofesi sebagai makelar untuk memuluskan proses balik namanya di Kantor Pertanahan yaitu NS dan AL," ujarnya.
Adapun modus operandi yang dilakukan dari masing-masing tersangka yakni EW, HEA dan SA adalah membuat surat palsu dokumen-dokumen palsu termasuk surat pajak palsu.
Surat tersebut kemudian diserahkan tersangka MS dan AL untuk dilanjutkan proses di Kantor Pertanahan guna dibalik nama sebanyak 11 sertifikat.
"Di tengah jalan ternyata ada proses-proses munculnya dokumen-dokumen palsu yang dibuat secara bersama-sama oleh kelima tersangka," tuturnya.
Piter menjelaskan motif kelima tersangka membuat dokumen palsu adalah untuk mendapatkan keuntungan materi yaitu berupa uang.
"Tersangka EW mendapat Rp850 juta. Tersangka HEA mendapatkan keuntungan uang sebesar Rp50 juta dari korban. Tersangka SA mendapatkan keuntungan Rp30 juta. Tersangka NA mendapatkan keuntungan sebesar Rp22 juta, sedangkan AL mendapatkan keuntungan sebesar Rp400.000," kata dia.
Atas perbuatannya tersangka EW dan HEA dikenakan pasal 264 ayat 1 dan ayat 2 dan atau pasal 263 ayat 1 dan ayat 2 Jo pasal 55 KUHP dan pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 8 tahun.
Untuk tersangka SA dikenakan pasal 264 ayat 1 KUHP dan atau 263 ayat 1 KUHP Jo pasal 55 KUHP dan pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 8 tahun penjara
Kemudian untuk tersangka NA dan AL dikenakan pasal 264 ayat 2 KUHP dan atau pasal 263 ayat 2 KUHP Jo pasal 55 dan pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 8 tahun penjara.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023