Trenggalek - Binatang buas yang meneror sejumlah desa dan memangsa puluhan ternak di Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, selama dua bulan terakhir diduga bukanlah harimau, apalagi binatang jadi-jadian seperti diyakini warga setempat. "Kalau melihat jejak dan bekas gigitannya, binatang buas itu sepertinya adalah serigala, sejenis anjing buas yang hidup liar di hutan-hutan," kata Sekretaris Dinas Peternakan Trenggalek, Joko Setiyono, Sabtu. Pernyataan itu disampaikan Joko, sekaligus untuk mengklarifikasi pemberitaan salah satu media massa yang menyebut bahwa pihaknya (dinas peternakan) telah berkesimpulan bahwa binatang buas yang menyerang peternakan warga di Kecamatan Watulimo adalah Harimau Jawa. "Kami tidak pernah menyampaikan kesimpulan seperti itu (mengidentifikasi keberadaan harimau Jawa). Dugaan kami justru sebaliknya, (binatang buas) ini adalah anjing liar, bukan harimau," tegasnya. Meski masih bersifat kesimpulan sementara, Joko menyebut ada beberapa indikasi yang mendorong tim kesehatan dari dinas peternakan berkesimpulan seperti itu. Pertama dari bekas gigitan pada tubuh bangkai ternak yang masih tersisa. Menurut Joko, bekas luka maupun bentuk koyakan tidak ekstrem seperti halnya bekas terkaman harimau. Kedua, lanjut dia, bagian tubuh hewan ternak yang dimakan binatang buas tersebut kebanyakan hanyalah organ bagian dalam, seperti jantung, hati, paru-paru, ginjal, serta usus. Sementara, bagian tubuh yang lain seperti daging, paha, dan kepala cenderung dibiarkan tersisa. "Kalau melihat cara dia (binatang buas) memilih bagian tubuh yang dimakan, kami yakin pelakunya adalah anjing atau sejenis serigala. Sebab, kalau harimau biasanya akan memakan bagian tubuh yang lain (daging)," tandasnya memberi gambaran. Kesimpulan ataupun hipotesa yang disampaikan Joko, mewakili Dinas Peternakan Trenggalek, secara tidak langsung juga diamini oleh komunitas masyarakat hutan di Trenggalek. Mereka meyakini bahwa selama ini sudah tidak pernah lagi ditemukan adanya Harimau Jawa di kawasan hutan setempat. "Kalau 'macan rembah' (sejenis kucing hutan) memang masih ada, bahkan mungkin masih banyak. Tetapi kalau harimau, kami kira sudah tidak ada di sini," kata salah seorang aktivis pendamping Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Trenggalek, Andi Lukman kepada ANTARA. Apa yang disampaikan Andi bukannya tanpa dasar. Keyakinannya itu mengacu pada hasil penelitian sekaligus pemantauan petugas jagawana perhutani setempat di tingkat asper (setingkat kecamatan). "Berdasar hasil inventarisasi asper bidang pengelolaan lingkungan tahun 2010, binatang langka yang masih teridentifikasi adalah elang, kera, babi rusa, serta burung bangkai. Kalau harimau, sejauh yang kami tahu tidak ada lagi, kecuali di daerah Lumajang," terang dia. Senada dengan pernyataan yang disampaikan pihak dinas peternakan, Andi juga meyakini binatang buas yang meneror sejumlah desa di Kecamatan Watulimo, dan menerkam puluhan ternak setempat adalah anjing buas. Warga lokal menyebut anjing yang ciri-cirinya mirip serigala tersebut dengan istilah "asu ajad", bentuknya seperti anjing tetapi tubuhnya lebih besar, bermuka lebih lonjong dan berbulu lebat (panjang) seperti halnya serigala. "Anjing buas ini beberapa sebenarnya juga dipelihara oleh warga untuk menjaga peternakan mereka yang kebanyakan berada di pinggir hutan. Namun, mungkin karena kurang dirawat oleh majikannya, sehingga mereka seperti menjadi 'senjata makan tuan'; tidak menjaga tapi malah memangsa ternak warga," tebaknya. Terlepas dari kesimpulan yang disampaikan dinas peternakan maupun keyakinan kelompok LMDH, keberadaan binatang buas yang meneror warga Desa Watulimo, Gemaharjo, serta Slawe di Kecamatan Watulimo, hingga saat ini masih misterius. Wargapun sampai saat ini masih dilanda kecemasan lantaran sejak ditemukannya puluhan ternak kambing mereka yang tewas dengan isi perut terburai, isu yang mencuat berkembang kemana-mana. Sebagian warga meyakini munculnya harimau dari dalam hutan, sebagian lagi meyakini adanya serigala, dan bahkan banyak pula yang meyakini adanya binatang jadi-jadian (warga lokal menyebutnya dengan istilah 'gerandong'). Akibatnya, suasana di sejumlah desa di Kecamatan Watulimo saat ini terasa mencekam. Puluhan warga bersama aparat kepolisian kini kerap menggelar ronda malam untuk mengantisipasi serangan susulan dari binatang misterius tersebut.

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011