Para orang tua harus memiliki kemampuan yang memadai dalam pengasuhan anak-anaknya karena berperan penting dalam pembentukan karakter anak pada masa mendatang, kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.
"Jika tidak memahami itu, anak-anak akan kesulitan menyampaikan yang dirasakan maupun apa yang ingin disampaikan," kata dia dalam keterangan tertulis di Surabaya, Rabu.
Ia mengemukakan bahwa kemampuan pengasuhan anak selalu dilandasi dengan ilmu keagamaan.
Dalam kemampuan tersebut, kata dia, juga diajarkan berkaitan dengan keterbukaan orang tua terhadap anaknya.
"Anak itu seperti sahabat, kalau anak ini tidak berani berbicara, tidak berani bertanya maka akan terjadi permasalahan dalam keluarga ini. Akhirnya anak ini mencari teman untuk curhat. Maka diajarkan bagaimana ayah dan ibu dekat dengan putra dan putrinya sehingga ada komunikasi," kata Cak Eri, panggilan akrabnya.
Ia selalu menekankan hal tersebut setiap kali bertemu dengan warga, khususnya para ibu, seperti pada kegiatan "Parenting Akbar Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) dan seminar "Transisi PAUD ke SD" di Surabaya, Selasa (23/5).
"Anak-anak ini mau menjadi anak yang baik atau tidak, mau menjadi anak yang berhasil atau tidak, itu karena asuhan orang tua. Karena sentuhan kasih sayang orang tua itu jauh lebih berarti, agar anak-anak ini bisa menahan dirinya dari kegiatan negatif," ujarnya.
Oleh karena itu, kata dia, orang tua harus mendampingi proses transisi pengenalan penggunaan gadget kepada anak serta memberikan penjelasan mengenai dampak positif dan negatif penggunaan gawai.
"Sudah disampaikan narasumber kalau anak melihat pornografi maka otaknya (kepandaian, red.) akan menyusut 4,44 persen. Berarti menjadi anak bodoh, maka orang tua kalau sudah seperti itu akan menyesal di belakang. Maka kembali ke pendampingan orang tua, harus mengerti dan bisa menyampaikan kepada anaknya tentang dampak pornografi maka anak itu akan mengerti," katanya.
Ia mengakui keluh kesah disampaikan para orang tua selama mengasuh anak, didominasi kalangan orang tua dengan kategori muda, sebab waktu mereka dihabiskan untuk fokus pekerjaan.
Persoalan berikutnya, katanya, anak-anak tidak menurut kepada orang tua dan lebih senang bermain dengan teman-temannya.
"Jadi 'parenting' (mengasuh anak) ini menjadi refleksi diri bagi orang tua, termasuk saya dan istri saya. Bagaimana ke depan, saya harus bisa mengajak anak-anak saya, putra putri saya untuk bisa berdiskusi, ngobrol, dan merasa terbuka dengan orang tuanya. Maka jangan dibatasi atau dilarang menggunakan ponsel karena pembelajaran kita juga lewat gadget," ucapnya.
Ketua Bunda Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Surabaya Rini Indriyani menyampaikan penguatan karakter anak-anak di "Kota Pahlawan" --sebutan Kota Surabaya-- dimulai sejak mereka berusia sekolah PAUD.
"Anak-anak ini jangan dituntut untuk bisa matematika atau sains, tetapi dilatih untuk percaya diri melalui pentas seni. Kita kuatkan di sana dan kita ajarkan, karena untuk berkomunikasi dengan orang tua atau mengekspresikan emosi bisa lebih mudah, sebab sudah diajarkan sejak kecil," kata dia.
Ia mengharapkan, pelatihan terhadap anak-anak dalam menyampaikan ekspresi dan emosi membuat mereka terbiasa mengutarakan keinginan.
"Misalnya ketika pulang sekolah, dia bercerita tentang apa saja yang dilakukan. Artinya, dia berkomunikasi untuk menyampaikan atau mengekspresikan emosinya. Kalau sudah dibiasakan komunikasi dengan baik, insyaallah saat remaja maupun dewasa, ia terbiasa berkomunikasi dengan orang tuanya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
"Jika tidak memahami itu, anak-anak akan kesulitan menyampaikan yang dirasakan maupun apa yang ingin disampaikan," kata dia dalam keterangan tertulis di Surabaya, Rabu.
Ia mengemukakan bahwa kemampuan pengasuhan anak selalu dilandasi dengan ilmu keagamaan.
Dalam kemampuan tersebut, kata dia, juga diajarkan berkaitan dengan keterbukaan orang tua terhadap anaknya.
"Anak itu seperti sahabat, kalau anak ini tidak berani berbicara, tidak berani bertanya maka akan terjadi permasalahan dalam keluarga ini. Akhirnya anak ini mencari teman untuk curhat. Maka diajarkan bagaimana ayah dan ibu dekat dengan putra dan putrinya sehingga ada komunikasi," kata Cak Eri, panggilan akrabnya.
Ia selalu menekankan hal tersebut setiap kali bertemu dengan warga, khususnya para ibu, seperti pada kegiatan "Parenting Akbar Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) dan seminar "Transisi PAUD ke SD" di Surabaya, Selasa (23/5).
"Anak-anak ini mau menjadi anak yang baik atau tidak, mau menjadi anak yang berhasil atau tidak, itu karena asuhan orang tua. Karena sentuhan kasih sayang orang tua itu jauh lebih berarti, agar anak-anak ini bisa menahan dirinya dari kegiatan negatif," ujarnya.
Oleh karena itu, kata dia, orang tua harus mendampingi proses transisi pengenalan penggunaan gadget kepada anak serta memberikan penjelasan mengenai dampak positif dan negatif penggunaan gawai.
"Sudah disampaikan narasumber kalau anak melihat pornografi maka otaknya (kepandaian, red.) akan menyusut 4,44 persen. Berarti menjadi anak bodoh, maka orang tua kalau sudah seperti itu akan menyesal di belakang. Maka kembali ke pendampingan orang tua, harus mengerti dan bisa menyampaikan kepada anaknya tentang dampak pornografi maka anak itu akan mengerti," katanya.
Ia mengakui keluh kesah disampaikan para orang tua selama mengasuh anak, didominasi kalangan orang tua dengan kategori muda, sebab waktu mereka dihabiskan untuk fokus pekerjaan.
Persoalan berikutnya, katanya, anak-anak tidak menurut kepada orang tua dan lebih senang bermain dengan teman-temannya.
"Jadi 'parenting' (mengasuh anak) ini menjadi refleksi diri bagi orang tua, termasuk saya dan istri saya. Bagaimana ke depan, saya harus bisa mengajak anak-anak saya, putra putri saya untuk bisa berdiskusi, ngobrol, dan merasa terbuka dengan orang tuanya. Maka jangan dibatasi atau dilarang menggunakan ponsel karena pembelajaran kita juga lewat gadget," ucapnya.
Ketua Bunda Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Surabaya Rini Indriyani menyampaikan penguatan karakter anak-anak di "Kota Pahlawan" --sebutan Kota Surabaya-- dimulai sejak mereka berusia sekolah PAUD.
"Anak-anak ini jangan dituntut untuk bisa matematika atau sains, tetapi dilatih untuk percaya diri melalui pentas seni. Kita kuatkan di sana dan kita ajarkan, karena untuk berkomunikasi dengan orang tua atau mengekspresikan emosi bisa lebih mudah, sebab sudah diajarkan sejak kecil," kata dia.
Ia mengharapkan, pelatihan terhadap anak-anak dalam menyampaikan ekspresi dan emosi membuat mereka terbiasa mengutarakan keinginan.
"Misalnya ketika pulang sekolah, dia bercerita tentang apa saja yang dilakukan. Artinya, dia berkomunikasi untuk menyampaikan atau mengekspresikan emosinya. Kalau sudah dibiasakan komunikasi dengan baik, insyaallah saat remaja maupun dewasa, ia terbiasa berkomunikasi dengan orang tuanya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023