Hiruk pikuk kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia masih menyimpan banyak histori yang terkadang penduduknya masih belum mengerti bahkan mengunjungi tempat yang pernah menjadi saksi sejarah.

Tidak jauh dari Jalan Tunjungan Surabaya, yang saat ini menjadi pusat anak muda berkumpul dan berkarya kreatif, terdapat sebuah kawasan yang masih terjaga bentuk bangunan dan kisah sejarahnya yang mesti perlu diberikan ke para generasi penerus bangsa ini.

Deretan bangunan tua yang diduga berasal dari tiga zaman, yakni rumah bergaya abad 18, 19 dan tentu saja abad 20, yang lebih modern dalam peradaban, masih kokoh berdiri.

Saat ANTARA dan seluruh peserta yang tergabung dalam rangkaian kegiatan jelajah sejarah "HistoReligi" yang digelar oleh Pelindo, Forum Hotel dan Media serta komunitas sejarah Begandring Soerabaia tersebut menelusuri komplek pemakaman lama yang dikenal banyak orang dengan sebutan Makam Belanda Peneleh itu, banyak menemui hal baru yang belum tentu masyarakat tahu.

Namun, saat ini, makam tersebut hanya menjadi sebuah bekas pemakaman orang yang meninggal di zamannya, boleh dibilang menjadi sebuah kompleks prasasti sejarah.
 
Sejumlah peserta "HistoReligi" mendengarkan pemandu wisata saat berada di area Makam Belanda Peneleh, Surabaya, Minggu (9/4/2023). ANTARA/Naufal Ammar Imaduddin


Terlihat bangunan makam khas Eropa berjajar, ada yang sudah tidak terawat tetapi banyak juga yang masih bagus dan kokoh.

Setelah menyusuri area pemakaman, peserta diajak berjalan lagi menuju perkampungan Peneleh.

Memasuki gang-gang sempit, setapak demi setapak para peserta ditunjukkan satu persatu "keganjilan" dari sebuah makam tak bernama yang tersebar di perkampungan Peneleh.

Makam-makam tersebut terpisah, bahkan ada juga yang diduga tempat kepala jenazah dijadikan kamar mandi oleh pemilik rumah yang mengaku tidak bisa memindahkan makam tersebut saat membangun tempat tinggalnya.

Setelah itu lanjut ke sebuah masjid yang berdiri megah di tengah kampung Peneleh gang V, yakni Masjid Jami.

Masjid Jamik Peneleh, diyakini merupakan salah satu peninggalan dari Sunan Ampel yang dibangun sekitar abad ke 18 atau kurang lebih pada 1430 Masehi.

Dari tampak luar, masjid ini dikelilingi 25 ventilasi, tiap ventilasinya terukir aksara Arab indah nama-nama 25 para nabi.

Tidak berhenti hanya di situ, peserta selanjutnya diajak menuju rumah kediaman sang "Raja Jawa Tanpa Mahkota" HOS Tjokroaminoto.
 
Sejumlah peserta "HistoReligi" mendengarkan pemandu wisata di depan rumah HOS Tjokroaminoto, di Jalan Peneleh VII, Surabaya, Minggu (9/4/2023). ANTARA/Naufal Ammar Imaduddin


Rumah yang menjadi bukti tempat belajar para tokoh muda perintis kemerdekaan, yakni Bung Karno, Muso, Semaun, Alimin, Darsono, Tan Malaka dan Kartosuwiryo

Beranjak dari rumah yang sarat akan sejarah tersebut, ANTARA bersama para peserta lainnya diajak "menemui" peninggalan dan yang menjadi bukti otentik bahwa kawasan Peneleh sudah ada sejak zaman Majapahit, yakni ke Sumur Jobong.

Menurut penuturan Sang Juru Kunci sumur Agus Santoso, Sumur Jobong ditemukan pada saat ada proyek gorong-gorong di Kampung Pandean I Surabaya pada akhir Oktober 2018.

Temuan Sumur Jobong di Kampung Pandean tersebut bisa dikatakan adanya wilayah permukiman kuno, bahkan hal itu diperkuat dengan adanya penelitian dari tim Balai Pelestarian Kebudayaan Jawa Timur (Trowulan).

Tak hanya itu, hasil uji karbon tulang yang ditemukan di sekitar Sumur Jobong oleh National University of Australia 2019 menunjukkan bahwa kawasan tersebut sudah ada sejak 1430.

Sungguh pengalaman yang sangat mengesankan bisa belajar sejarah dari Nusantara terutama di Kota Pahlawan sambil ngabuburit menunggu waktu adzan Maghrib.

Semoga cerita dan bukti sejarah yang ada di kawasan Peneleh akan tetap terjaga hingga kelak, agar penerus Bangsa ini dapat mengerti tentang bukti kebesaran dari Peneleh.

Pewarta: Naufal Ammar Imaduddin

Editor : Fiqih Arfani


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023