Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyesalkan adanya sejumlah bangunan milik warga yang menutupi saluran air di perkampungan, sehingga dapat menyebabkan banjir serta merugikan masyarakat di kampung tersebut.
"Dulu got (salurannya) 40 centimeter, sekarang menjadi 20 cm, itu yang membuat banjir karena air tersumbat dan tidak bisa mengalir. Banjir ini bukan kesalahan Pemkot Surabaya, melainkan kesalahan warga yang tidak menjaga lingkungannya," katanya di Surabaya, Minggu.
Cak Eri, sapaan akrabnya, mengaku persoalan tersebut diketahuinya saat dirinya menggelar forum Sambat Warga di Balai Kota Surabaya pada Sabtu (15/10).
Oleh karena itu, Cak Eri meminta camat, lurah, RT/RW, Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) dan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP) untuk berembuk dan saling berkomunikasi mengenai persoalan tersebut.
"Saya minta semuanya dilakukan pengecekan di lapangan. Dicek sertifikat bangunan itu, kalau bangunan itu maju dan memakan ruas saluran, warga harus mundur. Kalau tidak mau mundur, tidak usah dibangun (salurannya), kami tertibkan dan diminta untuk mundur," ujar dia.
Sebab, kata dia, saluran dan sodetan tidak akan bisa berfungsi maksimal ketika masih ada rumah yang dibangun tanpa adanya saluran yang memadai. Jika masih ada persoalan tersebut, muncul genangan di perkampungan, rumah kavling dan perumahan ketika curah hujan sedang tinggi.
"Saya berharap, setiap ada warga yang membangun rumah, seperti di tanah kavling itu, minimal bikin saluran lebarnya 80 cm yang terkoneksi dengan rumah lainnya," kata dia.
Meski demikian, lanjut Eri, Pemkot Surabaya berkomitmen untuk mengatasi persoalan banjir. Saat ini pemkot tengah menyelesaikan pengerjaan di 55 titik saluran dan sodetan yang akan selesai pada November 2022.
Untuk prosesnya telah mencapai 90 persen, karena sebagian besar saluran dan sodetan itu sudah bisa digunakan, hanya tinggal dirapikan dan pemasangan toping (penutup saluran).
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
"Dulu got (salurannya) 40 centimeter, sekarang menjadi 20 cm, itu yang membuat banjir karena air tersumbat dan tidak bisa mengalir. Banjir ini bukan kesalahan Pemkot Surabaya, melainkan kesalahan warga yang tidak menjaga lingkungannya," katanya di Surabaya, Minggu.
Cak Eri, sapaan akrabnya, mengaku persoalan tersebut diketahuinya saat dirinya menggelar forum Sambat Warga di Balai Kota Surabaya pada Sabtu (15/10).
Oleh karena itu, Cak Eri meminta camat, lurah, RT/RW, Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) dan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP) untuk berembuk dan saling berkomunikasi mengenai persoalan tersebut.
"Saya minta semuanya dilakukan pengecekan di lapangan. Dicek sertifikat bangunan itu, kalau bangunan itu maju dan memakan ruas saluran, warga harus mundur. Kalau tidak mau mundur, tidak usah dibangun (salurannya), kami tertibkan dan diminta untuk mundur," ujar dia.
Sebab, kata dia, saluran dan sodetan tidak akan bisa berfungsi maksimal ketika masih ada rumah yang dibangun tanpa adanya saluran yang memadai. Jika masih ada persoalan tersebut, muncul genangan di perkampungan, rumah kavling dan perumahan ketika curah hujan sedang tinggi.
"Saya berharap, setiap ada warga yang membangun rumah, seperti di tanah kavling itu, minimal bikin saluran lebarnya 80 cm yang terkoneksi dengan rumah lainnya," kata dia.
Meski demikian, lanjut Eri, Pemkot Surabaya berkomitmen untuk mengatasi persoalan banjir. Saat ini pemkot tengah menyelesaikan pengerjaan di 55 titik saluran dan sodetan yang akan selesai pada November 2022.
Untuk prosesnya telah mencapai 90 persen, karena sebagian besar saluran dan sodetan itu sudah bisa digunakan, hanya tinggal dirapikan dan pemasangan toping (penutup saluran).
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022