Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pamekasan di Pulau Madura, Jawa Timur, berupaya menekan kasus balita kerdil (stunting) di wilayah itu melalui kerja sama terpadu lintas sektor antara pihak puskesmas, kantor kementerian agama dan organisasi kemasyarakatan.

Menurut Bupati Pamekasan Baddrut Tamam di Pamekasan, Jumat, kerja sama lintas sektor itu penting, karena berdasarkan survei, kasus balita kerdil yang terjadi Pamekasan bukan hanya karena kekurangan gizi saja, akan tetapi juga karena kurangnya pengetahuan orang tua tentang pentingnya memberi asupan gizi seimbang pada balita.

"Ini adalah upaya jangka panjang, yakni untuk mencegah. Caranya harus membekali orang tua dengan wawasan yang cukup," katanya.

Bupati menjelaskan, berdasarkan data yang disampaikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur ke Pemkab Pamekasan, jumlah balita yang mengalami kekerdilan yang tersebar di 178 desa dan 11 kelurahan setempat mencapai sebanyak 9.200 anak.

Karena itu, Pemkab Pamekasan melalui dinas terkait perlu melakukan upaya serius dalam jangka pendek dan jangka panjang untuk menekan kasus kekerdilan itu.

Upaya jangka pendek telah dilakukan dengan memberikan bantuan makanan tambahan, sedangkan upaya jangka panjang dengan melakukan edukasi kepada calon orang tua.

"Caranya, para calon orang tua yang hendak menikah diberi pendidikan yang cukup tentang pentingnya asupan gizi seimbang dan cara mencegah stunting pada balita," katanya.

Sebab, menurut bupati, kasus balita kerdil itu bukan hanya karena kekurangan gizi setelah lahir, akan tetapi juga saat dalam kandungan.

Karena itu, sambung bupati, kebijakan tentang pembatasan umur minimal usia menikah, yakni 20 tahun harus diberlakukan, disamping pentingnya calon pengantin mendapatkan edukasi seputar kesehatan dan asupan gizi yang cukup saat hamil hingga melahirkan.

"Karena itu, dalam kerja sama terpadu ini, sosialisasi tentang stunting, edukasi dan bahaya pernikahan dini dapat dilaksanakan secara masif dalam rangka menciptakan generasi emas tahun 2045 nanti. Karena pada tahun 2045, Indonesia diharapkan menjadi negara kuat dengan kekuatan ekonomi kelima di dunia<" katanya, menjelaskan.

Pada 2018, prevalensi kekerdilan di Kabupaten Pamekasan mencapai 27,67 persen dari total jumlah bayi dan balita di wilayah itu, pada 2020 menjadi 18,04 persen, dan 2021 menjadi 16,47 persen.

Sementara itu, hingga Maret 2022 prevalensi kasus kekerdilan di Kabupaten Pamekasan meningkat menjadi 38,7 persen.

Pamekasan tercatat masuk zona merah kasus balita kerdil di Jawa Timur dengan angka di atas 30 persen, bersama Bangkalan 38,9 persen, Kabupaten Bondowoso 37,0 persen, dan Kabupaten Lumajang 30,1 persen.

"Disamping kurangnya pengetahuan orang tua, yang juga menjadi penyebab tingginya angka kasus kekerdilan di Kabupaten Pamekasan ini juga karena masih banyak warga yang memiliki jamban yang tidak layak, dan kurangnya air bersih," kata bupati.

Karena itu, maka kerja sama terpadu lintas sektor perlu dilakukan, agar kasus balita kerdil bisa ditekan sesuai harapan.

Ia yakin melalui kerja sama terpadu itu, maka kasus balita kerdil diharapkan bisa ditekan sesuai harapan, sehingga upaya menciptakan generasi emas tahun 2045 sebagaimana cita-cita pemerintah pusat, bisa tercapai.

Sementara itu, total angka balita kerdil di Jawa Timur sebanyak 23 persen. Sedangkan di tingkat nasional sebesar 24,4 persen.

Pewarta: Abd Aziz

Editor : Abdullah Rifai


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022