Pemerintah Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, kini membentuk tim khusus gabungan dari sejumlah institusi dan organisasi perangkat daerah (OPD) guna menurunkan kasus balita kerdil atau stunting di wilayah itu.
"Tim ini dari berbagai tingkatan, yakni mulai tingkat kabupaten, kecamatan hingga desa," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Pamekasan Saifuddin di Pamekasan, Jawa Timur, Kamis, menjelaskan upaya menekan kasus balita kerdil di wilayah itu.
Kabupaten Pamekasan merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur dengan tingkat prevalensi kasus balita kerdil tinggi.
Menurut data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Republik Indonesia (BKKBN RI), ada empat kabupaten di Jawa Timur yang masuk zona merah kasus balita kerdil, yakni dengan angka di atas 30 persen, masing-masing Kabupaten Bangkalan 38,9 persen, Kabupaten Pamekasan 38,7 persen, Kabupaten Bondowoso 37,0 persen, dan Kabupaten Lumajang 30,1 persen.
"Oleh karena itu, kami perlu membentuk tim khusus gabungan untuk menekan kasus balita kerdil di kabupaten ini," katanya, menjelaskan.
Kepala Dinkes Saifuddin menjelaskan, tim diminta untuk turun langsung ke lapangan, yakni ke lokus balita kerdil.
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana telah ditunjuk sebagai koordinator dan penanggung jawab kegiatan dalam penanganan kasus balita kerdil di Kabupaten Pamekasan itu.
"Tim juga telah menetapkan dua desa sebagai percontohan penanganan kasus balita kerdil, yakni Desa Bukek, Kecamatan Tlanakan dan Desa Sumber Waru, Kecamatan Waru," katanya.
Balita yang mengalami kasus kekerdilan di dua desa tersebut didata, diidentifikasi, diinterview dan didampingi secara khusus oleh tim khusus Pemkab Pamekasan sesuai kebutuhan.
Sebelumnya, dalam rilis yang disampaikan kepada media pada Maret 2022, BKKBN RI menyebut bahwa salah satu faktor tingginya angka balita kerdil di sejumlah daerah di Jatim itu karena jamban yang tidak layak dan kurangnya air bersih.
Data institusi ini menyebutkan, di Kabupaten Bangkalan yang tidak memiliki jamban layak 33,7 persen, Pamekasan 30,9 persen, Bondowoso 51,6 persen, dan Lumajang 18 persen.
Selain itu, sebaran tingginya angka kasus kekerdilan juga dipengaruhi lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Namun demikian, BKKBN RI juga menjelaskan, adanya beberapa daerah yang berhasil menekan angka balita kerdil dengan berbagai inovasi. Di antaranya Ngawi, Batu, dan Trenggalek.
Total angka kasus balita kerdil di Jawa Timur sebanyak 23 persen. Sedangkan angka kasus kekerdilan nasional sebesar 24,4 persen.
Pada 2024 angka kasus balita kerdil secara nasional turun setidaknya sampai di angka 13,50 persen.
Empat kabupaten dengan angka prevalensi kasus kekerdilan tinggi tersebut, yakni Bangkalan, Pamekasan, Bondowoso dan Kabupaten Lumajang itu, masuk daerah zona merah kasus kekerdilan
Sedangkan yang masuk zona kuning sebanyak 18 kabupaten dan kota dengan prevalensi antara 20 hingga 30 persen di Jawa Timur. Di antaranya Sumenep, Kota Surabaya, Kabupaten Malang, Kota Malang, serta Nganjuk.
Berikutnya ada sebanyak 15 kabupaten/kota masuk kategori zona hijau dengan prevalensi kekerdilan antara 10 hingga 20 persen, di antaranya Ponorogo, Probolinggo, Trenggalek, dan Kota Batu.
Satu daerah, yakni Kota Mojokerto masuk zona biru dengan prevalensi di bawah 10 persen, yakni 6,9 persen.
Menurut Saifuddin, melalui pembentukan tim khusus gabungan itu diharapkan status Pamekasan bisa berubah dari zona merah menjadi zona kuning.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
"Tim ini dari berbagai tingkatan, yakni mulai tingkat kabupaten, kecamatan hingga desa," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Pamekasan Saifuddin di Pamekasan, Jawa Timur, Kamis, menjelaskan upaya menekan kasus balita kerdil di wilayah itu.
Kabupaten Pamekasan merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur dengan tingkat prevalensi kasus balita kerdil tinggi.
Menurut data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Republik Indonesia (BKKBN RI), ada empat kabupaten di Jawa Timur yang masuk zona merah kasus balita kerdil, yakni dengan angka di atas 30 persen, masing-masing Kabupaten Bangkalan 38,9 persen, Kabupaten Pamekasan 38,7 persen, Kabupaten Bondowoso 37,0 persen, dan Kabupaten Lumajang 30,1 persen.
"Oleh karena itu, kami perlu membentuk tim khusus gabungan untuk menekan kasus balita kerdil di kabupaten ini," katanya, menjelaskan.
Kepala Dinkes Saifuddin menjelaskan, tim diminta untuk turun langsung ke lapangan, yakni ke lokus balita kerdil.
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana telah ditunjuk sebagai koordinator dan penanggung jawab kegiatan dalam penanganan kasus balita kerdil di Kabupaten Pamekasan itu.
"Tim juga telah menetapkan dua desa sebagai percontohan penanganan kasus balita kerdil, yakni Desa Bukek, Kecamatan Tlanakan dan Desa Sumber Waru, Kecamatan Waru," katanya.
Balita yang mengalami kasus kekerdilan di dua desa tersebut didata, diidentifikasi, diinterview dan didampingi secara khusus oleh tim khusus Pemkab Pamekasan sesuai kebutuhan.
Sebelumnya, dalam rilis yang disampaikan kepada media pada Maret 2022, BKKBN RI menyebut bahwa salah satu faktor tingginya angka balita kerdil di sejumlah daerah di Jatim itu karena jamban yang tidak layak dan kurangnya air bersih.
Data institusi ini menyebutkan, di Kabupaten Bangkalan yang tidak memiliki jamban layak 33,7 persen, Pamekasan 30,9 persen, Bondowoso 51,6 persen, dan Lumajang 18 persen.
Selain itu, sebaran tingginya angka kasus kekerdilan juga dipengaruhi lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Namun demikian, BKKBN RI juga menjelaskan, adanya beberapa daerah yang berhasil menekan angka balita kerdil dengan berbagai inovasi. Di antaranya Ngawi, Batu, dan Trenggalek.
Total angka kasus balita kerdil di Jawa Timur sebanyak 23 persen. Sedangkan angka kasus kekerdilan nasional sebesar 24,4 persen.
Pada 2024 angka kasus balita kerdil secara nasional turun setidaknya sampai di angka 13,50 persen.
Empat kabupaten dengan angka prevalensi kasus kekerdilan tinggi tersebut, yakni Bangkalan, Pamekasan, Bondowoso dan Kabupaten Lumajang itu, masuk daerah zona merah kasus kekerdilan
Sedangkan yang masuk zona kuning sebanyak 18 kabupaten dan kota dengan prevalensi antara 20 hingga 30 persen di Jawa Timur. Di antaranya Sumenep, Kota Surabaya, Kabupaten Malang, Kota Malang, serta Nganjuk.
Berikutnya ada sebanyak 15 kabupaten/kota masuk kategori zona hijau dengan prevalensi kekerdilan antara 10 hingga 20 persen, di antaranya Ponorogo, Probolinggo, Trenggalek, dan Kota Batu.
Satu daerah, yakni Kota Mojokerto masuk zona biru dengan prevalensi di bawah 10 persen, yakni 6,9 persen.
Menurut Saifuddin, melalui pembentukan tim khusus gabungan itu diharapkan status Pamekasan bisa berubah dari zona merah menjadi zona kuning.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022