Sejumlah pakar menyambut baik diseminasi hasil penelitian berjudul "Integrasi Keuangan Sosial Islam Berkelanjutan melalui Pendekatan Analytic Network Process Benefit Opportunity Cost dan Risk" yang dilakukan lima dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya.

Desiminasi penelitian dari Dr. Tika Widiastuti, Puji Sucia Sukmaningrun, Dr. Sri Ningsih, Dr. Imron Mawardi, dan Dr. Sri Herianingrum digelar pada Sabtu (11/9).

Kegiatan ini menghadirkan akademisi maupun hingga pengelola Lembaga Amil Zakat yakni Direktur Ekonomi Syariah KNEKS, Ahmad Juwaini; Akademisi Ekonomi Islam FEB Unair, Muhamad Nafik Hadi Ryandono. 

Selain itu juga dihadiri Direktur Program Inisiatif Zakat Indonesia, Nana Sudiana; Kementerian Agama Jawa Timur, Supriyadi; Direktur PUSKAZ BAZNAS, Muhamad Hasbi Zaenal; dan Direktur Eksekutif LAZ Al-Azhar, Sigit Iko Sugondo.

"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi solusi dan strategi prioritas dalam integrasi keuangan sosial Islam yang berkelanjutan yang dapat diimpelementasikan pada jangka pendek dan jangka panjang dengan menganalisis benefit, opportunity, cost, dan risk dari enam aspek yang meliputi tata kelola, pembiayaan berkelanjutan, kelembagaan, SDM di lembaga, regulasi dan penggunaan teknologi," kata Ketua tim peneliti, Dr. Tika Widiastuti melalui keterangannya, Minggu.

Dr. Tika menjelaskan dalam penelitian yang dilakukan selama empat bulan tersebut merupakan penelitian kualitatif dengan metode Analytic Network Process Benefit, Opportunity Cost dan Risk (ANP BOCR) yang di kembangkan oleh ilmuan Saaty dan Vargas (2006).

ANP, lanjutnya, merupakan teori pengukuran secara umum yang diterapkan pada dominasi pengaruh (dominance of Influence).

"Implikasi dari Hasil penelitian ini menyoroti pentingnya peningkatan kualitas SDM berbasis teknologi maka dari itu, pelatihan big data management kepada para pengelola dana filantropi Islam harus menjadi perhatian stakeholder terkait," ujar Dr. Tika Widiastuti.

Menurutnya, pemerintah sebagai regulator perlu mendukung Iembaga filantropi Islam untuk menyediakan fasilitas atau sarana prasarana peningkatan kualitas SDM pengelola.

"Regulator diharapkan segera melakukan revisi UU ISF untuk mengakomodir segala bentuk perubahan pengembangan filantropi Islam," tuturnya.

Ia menambahkan hasil penelitian ini juga menyoroti pentingnya integrasi keuangan dalam pembiayaan dan integrasi data nasional.

"Asosiasi yang bergerak di bidang filantropi Islam dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai landasan berfikir dalam pengembangan asosiasinya ke depan," ujarnya.

Akademisi Ekonomi Islam FEB Unair, Muhamad Nafik Hadi Ryandono sebagai salah satu penanggap desiminasi tersebut mengungkapkan sebelum tahun 2000, pernah ada Baitul Maal wa Tamwil (BMT) yang telah mengintegrasikan mal dan tanwil.

"Hasil strategi prioritas antara expert judgment tidak sinkron dengan jangka pendek dan panjang (kalau memang berbeda jangan dijadikan dalam satu tabel yang sama. Yang perlu diperhatikan dalam hal integrasi adalah integrasi program dan peran lembaga zakat," ungkap Nafik.

Direktur PUSKAZ BAZNAS, Muhamad Hasbi Zaenal mengungkapkan visi zakat dan wakaf dalam jangka panjang itu berbeda. Namun dalam peningkatan SDM sangat diperlukan begitu juga ada hal lain yang patut diperhatikan, seperti masa kerja para tenaga pengelola zakat.

"Fatwa MUI belum clear terkait dana zakat untuk qardhul hasan. Namun juga diperlukan fatwa fatwa MUI untuk optimalisasi pengelolaan dana sosial Islam," tutur Hasbi.

Sementara itu Direktur Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNKS), Ahmad Juwaini, mengatakan Integrasi yang paling prioritas yakni Integrasi zakat dan wakaf (bisa dilaksanakan jika disetujui dengan adanya perubahan undang-undang.

Selain itu Integrasi zakat dan wakaf dengan keuangan Islam lainnya (komersial). Integrasi keuangan sosial Islam dengan instrumen keuangan fiskal.

"Dalam pembahasan ini lebih setuju didahulukan pusat data nasional, baru integrasi ke instrumen fiskal. Karena integrasi pusat data dapat dilakukan tapa adanya revisi UU. Sedangkan integrasi dengan instrumen fiskal negara tentu membutuhkan revisi UU dan juga terdapat tantangan sensitivitas masyarakat dalam hal pengelolaan dana sosial Islam," ungkap Ahmad Juwaini.(*)

Pewarta: Willy Irawan

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021