Raperda Pengelolaan Rumah Susun yang saat ini dibahas di DPRD Surabaya mengatur pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) yang selama ini dikuasai pengembang.
"Sehingga apa yang terjadi saat ini kebanyakan adalah masyarakat/penghuni yang dirugikan," kata Ketua Badan Pembentukan Perda (BPP) DPRD Kota Surabaya Josiah Michael di Surabaya, Senin.
Ia mencontohkan pengenaan tarif listrik dan air serta service charge atau biaya pelayanan yang tinggi dan tidak transparan. "Air dan listrik di hunian vertikal memang menggunakan meter induk dan tidak sampai ke unit-unit, tetapi biaya pendistribusian tersebut tidak boleh dimasukkan dalam komponen harga, karena menjadi kabur. Jasa engineering, listrik untuk pompa dan lainnya bisa di masukkan dalam service charge," ujarnya.
Selain itu, developer atau pengembang seringkali menguasai P3SRS dengan dalih mereka masih menguasai unit-unit yang belum terjual.
Untuk itu, lanjut dua, dalam perda ini nantinya proses pemilihan pengurus P3SRS melalui sistem one man one vote atau suatu proses pemilihan, di mana setiap orang/pemilik/penghuni yang memiliki hak suara memberikan suaranya secara langsung.
Selain itu, lanjut dia, pemilik/penghuni juga harus dibuktikan dengan kartau tanda penduduk (KTP) berdomisili di unit sesuai lokasi untuk hunian dan Nomor Induk Berusaha (NIB) di lokasi tersebut untuk tempat usaha.
Begitu juga dengan ruang meter listrik dan air wajib dibuat mudah diakses untuk penguni sehingga mereka tahu secara langsung berapa pemakaian air dan listrik mereka.
"Aturan ini dibuat untuk melindungi masyarakat, sudah banyak korban dari developer nakal ini dan kami mau putus itu untuk memastikan kesejahteraan warga Surabaya," katanya.
Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini mengatakan Reperda Pengelolaan Rusun tersebut mengacu dari Peraturan Menteri (Permen) PUPR Nomor 23 tahun 2018 tentang Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rusun.
"Raperda itu dibuat juga untuk menutup celah dari adanya aturan itu," ujarnya.
Menurut dia, raperda yang kini masuk dalam tahapan identifikasi masalah ini tidak hanya menyangkut hunian, tetapi juga pusat perbelanjaan yang memiliki satuan hak milik atas rumah susun, seperti halnya mal Pakuwan Trade Center (PTC), City of Tomorrow (Cito), Royal Plaza dan lainnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
"Sehingga apa yang terjadi saat ini kebanyakan adalah masyarakat/penghuni yang dirugikan," kata Ketua Badan Pembentukan Perda (BPP) DPRD Kota Surabaya Josiah Michael di Surabaya, Senin.
Ia mencontohkan pengenaan tarif listrik dan air serta service charge atau biaya pelayanan yang tinggi dan tidak transparan. "Air dan listrik di hunian vertikal memang menggunakan meter induk dan tidak sampai ke unit-unit, tetapi biaya pendistribusian tersebut tidak boleh dimasukkan dalam komponen harga, karena menjadi kabur. Jasa engineering, listrik untuk pompa dan lainnya bisa di masukkan dalam service charge," ujarnya.
Selain itu, developer atau pengembang seringkali menguasai P3SRS dengan dalih mereka masih menguasai unit-unit yang belum terjual.
Untuk itu, lanjut dua, dalam perda ini nantinya proses pemilihan pengurus P3SRS melalui sistem one man one vote atau suatu proses pemilihan, di mana setiap orang/pemilik/penghuni yang memiliki hak suara memberikan suaranya secara langsung.
Selain itu, lanjut dia, pemilik/penghuni juga harus dibuktikan dengan kartau tanda penduduk (KTP) berdomisili di unit sesuai lokasi untuk hunian dan Nomor Induk Berusaha (NIB) di lokasi tersebut untuk tempat usaha.
Begitu juga dengan ruang meter listrik dan air wajib dibuat mudah diakses untuk penguni sehingga mereka tahu secara langsung berapa pemakaian air dan listrik mereka.
"Aturan ini dibuat untuk melindungi masyarakat, sudah banyak korban dari developer nakal ini dan kami mau putus itu untuk memastikan kesejahteraan warga Surabaya," katanya.
Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini mengatakan Reperda Pengelolaan Rusun tersebut mengacu dari Peraturan Menteri (Permen) PUPR Nomor 23 tahun 2018 tentang Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rusun.
"Raperda itu dibuat juga untuk menutup celah dari adanya aturan itu," ujarnya.
Menurut dia, raperda yang kini masuk dalam tahapan identifikasi masalah ini tidak hanya menyangkut hunian, tetapi juga pusat perbelanjaan yang memiliki satuan hak milik atas rumah susun, seperti halnya mal Pakuwan Trade Center (PTC), City of Tomorrow (Cito), Royal Plaza dan lainnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021