Kepabeanan dan Balai Besar Karantina Pertanian menerapkan pelayanan perizinan impor "Single Submission" (SSm), yang diharapkan dapat memangkas waktu bongkar muat petikemas dari kapal hingga keluar pelabuhan.

Penerapan pengajuan perizinan SSm nantinya terintegrasi dengan skema "Indonesia Single Risk Management" (ISRM) dan "Indonesia National Single Window" (INSW). Dengan penerapan sistem tersebut penyampaian pemberitahuan impor barang (PIB) dan permohonan pemeriksaan karantina  (PPK) dapat dilakukan sekali jalan melalui formulir SSm.
 
Video Oleh Hanif Nashrullah
 
"Pilot project-nya sampai bulan Juni lalu. Itu ada di tiga pelabuhan, yaitu Belawan, Tanjung Emas dan Tanjung Perak. Tapi setelah ini semua pelabuhan harus menggunakan pelayanan system SSm," ujar Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya Musyaffak Fauzi saat dikonfirmasi di Surabaya, Selasa.

Tadi siang, Musyafak, bersama Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Tanjung Perak Surabaya Aris Sudarminto, menginspeksi penerapan SSm di Terminal Petikemas Surabaya (TPS).  

"Kalau dulu kan barang datang ke harus ngurus izin ke Karantina Pertanian dan bayar. Setelah itu ngurus izin ke Bea Cukai bayar lagi. Ada pengulangan dan banyak biaya. Sekarang dengan sistem SSm diharapkan waktu terpangkas dan biaya impor juga terpangkas," kata Aris, menambahkan.
   
Direktur Operasi PT Terminal Petikemas Surabaya (TPS) Bambang Hasbullah mengemukakan hingga tahun 2018 waktu tunggu petikemas di pelabuhan hingga keluar pelabuhan (dwelling time) bisa mencapai lima hari. 

"Dwelling time di TPS pada tahun 2019 berhasil ditekan hingga selama tiga hari setengah. Sekarang ini rata-rata tiga hari," ujarnya.

Bambang meyakini dengan diterapkannya pengajuan perizinan impor sstem SSm, Dwelling time ke depan bisa dipangkas menjadi kurang dari tiga hari.

"Di samping itu juga bisa efisiensi biaya impor yang lebih murah," ucapnya.  (*)


 

Pewarta: Hanif Nashrullah

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020