Perajin tenun ikat asal Kota Kediri, Jawa Timur, mengakui permintaan tenun selama ini semakin tinggi seiring dengan dukungan pemerintah untuk pemanfaatan tenun menjadi beragam kerajinan maupun seragam.

"Dibandingkan dengan dulu berbeda, sekarang ada dukungan pemerintah, semua dinas juga dukung. Apalagi ada SK Wali Kota," kata Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) tenun ikat Kelurahan Bandar Kidul, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri Heri Tri Santoso di Kediri, Minggu.

Ia mengatakan, hampir setiap hari pemilik kerajinan tenun ikat di Kelurahan Bandar Kidul, Kota Kediri, beroperasi. Permintaan dari berbagai daerah juga tidak pernah sepi, sehingga perajin menjadi lebih bersemangat.

Untuk penjualan, ia mengatakan selain lewat media sosial, calon pembeli juga langsung datang ke gerai. Mereka bisa melihat langsung berbagai model serta barang yang dijual.

Bahkan, mereka juga bisa melihat secara langsung proses pembuatan tenun ikat. Hal itu untuk lebih meyakinkan bahwa kerajinan memang dibuat bukan dengan mesin.

Lebih lanjut, ia mengatakan perajin juga terbantu dengan dukungan pemerintah yang memberikan kesempatan untuk ikut pameran. Selain itu, peragaan busana "Dhoho street fahion" yang digelar pemkot juga semakin meningkatkan minat calon pembeli.

Kendati permintaan banyak, Heri mengatakan bahan baku baku juga terus mengalami kenaikan. Selama ini, bahan baku benang mengandalkan impor dari India. Kain itu dinilai lebih cocok untuk bahan tenun ikat dari Kediri.

Harga kini untuk benang dasaran ukuran 80 sekitar Rp800 ribu per 5 kilogram, sedangkan untuk benang motif Rp700 ribu per 5 kilogram.

"Naik tapi tidak signifikan. Paling naiknya sekitar Rp30 ribu. Kalau kesulitan bahan baku seperti sekarang ini cuaca, karena bahan baku didatangkan dari luar seperti benang impor semua. Jadi, untuk produk dalam negeri belum ada benangnya. Harga naik, disesuaikan karena alasannya cuaca, karena untuk mendatangkan kan lewat kapal," ujar dia.

Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga Kota Kediri Nur Muhyar mengatakan pemerintah memang menjadikan Kelurahan Bandar Kidul, Kediri sebagai kampung wisata dan bukan hanya kampung produksi.

Menurut dia, kepariwisataan ini mengangkat nilai budaya yang tak benda, adat istiadat, kesenian, perilaku serta kerajian. Tenun ikat diangkat kembali sebagai warisan budaya yang unggul dan ternyata memiliki nilai lebih.

Tenun ikat merupakan kain khas, dibuat tanpa mesin. Tenun ikat untuk bisa tetap eksis juga harus mengikuti perubahan zaman, baik teknik pewarnaan, teknik pembuatan maupun kualitas kainnya.

Pemkot, kata dia, menjadikan kampung tenun ikat menjadi kampung wisata. Pemkot angkat tenun tenun menjadi daya tarik bagi wisatawan baik yang akan belanja maupun mengunjungi. Bahkan, mereka bisa melihat secara langsung proses pembuatan tenun ikat.

Untuk saat ini, perajin tenun ikat di Kediri ada sekitar 14 orang. Ada sekitar 26 unit usaha yang terkait dengan kerajinan itu dengan melibatkan sekitar 350 tenaga kerja lokal.

Nur menyebut, jika dahulu ada kendala tentang pemasaran, tentang permodalan saat ini tidak ada masalah karena akses terbuka lebar. Ada juga market place yang bisa dimanfaatkan untuk menjual tenun ikat dan tidak hanya penjualan langsung. 

"Dari sisi perajin tingkatkan kualitas tenun, termasuk di tingkat pewarnaan yang kekinian. Dari sisi pembeli dorong untuk mencintai produk lokal, apalagi yang bernuansa warisan budaya. Kami fasilitasi apa yang dibutuhkan, ketika ingin dipertemukan dengan pembeli kami wadahi," kata dia.

Untuk menjadikan kampung wisata, Nur mengatakan mendorong agar agar masyarakat sekitar juga ikut memiliki, menjaga kebersihan dan selalu terbuka bagi siapapun yang datang.

Jika ada yang ingin melihat langsung proses pembuatan tenun ikat juga diterima dengan tangan terbuka. Dengan itu, diyakinkan kerajinan ini akan terus berkembang serta lestari.

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019