Student Research Center (SRC) Pimpinan Wilayah IPNU Jawa Timur menyatakan dalam riset yang dilakukan sebanyak 73,4 persen palajar di wilayah itu tetap tidak setuju penerapan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2019.
"Apa yang menjadikan PPDP Zonasi penting bagi pelajar? objek kebijakan ini adalah pelajar, sedangkan sementara ini belum pernah melibatkan pelajar sebagai subjek perihal keputusan terkait sistem zonasi," kata Ketua PW IPNU Jawa Timur Choirul Mubtadiin dikonfirmasi di Surabaya, Senin.
Survei ini, kata Choirul menjadi langkah nyata para pelajar Jawa Timur sebagai generasi yang mempunyai 'concern' terhadap perubahan bangsa di dunia pendidikan. Utamanya dalam mempersiapkan pelajar sebagai aktor utama untuk menentukan masa depan Jatim dan Indonesia.
Ketua SRC Ahmad Ainun Najib mengatakan pihaknya mengambil tema penerapan sistem zonasi karena banyak mengundang tanggapan baik pro maupun kontra. Riset ini, sambungnya, berupaya menangkap tanggapan pelajar sebagai objek kebijakan zonasi yang selama ini tidak dilibatkan oleh Kemendikbud.
"Hari ini adalah hari pertama pelajar masuk sekolah menjadi momentum untuk mengevaluasi dan melakukan penyempurnaan kebijakan sistem zonasi. Hasil riset kami bisa menjadi salah satu referensinya," ujar Najib.
Ia menjelaskan objek penelitian ini adalah pelajar yang sedang mendaftar ke SMA tahun 2019, survei PPDB sistem zonasi dilakukan pada tanggal 24-29 Juni 2019, dengan responden dari 38 kabupaten/kota di Jatim
"Tercatat 56 persen responden perempuan dan 44 persen responden laki-laki yang mengisi kolom survei yang disediakan. Survei ini mengambil responden pelajar lulusan SMP tahun 2019, dan sedang menadaftarkan diri ke SMA. Hal ini disesuaikan dengan penerapan PPDB sistem zonasi. Dari 398 responden 73,4 persen menjawab tidak setuju terhadap PPDB sistem zonasi , kemudian 26,6 persen menjawab setuju," katanya.
Najib menjelaskan, alasan penolakan PPDB sistem zonasi adalah tidak bisa masuk ke sekolah yang diharapkan 46,4 persen, fasilitas sekolah belum merata 11,3 persen, kemudian 9,2 persen beralasan penerapan zonasi pada PPDB 2019 yang terkesan mendadak.
Selebihnya setuju dengan alasan Pemerataan pelajar dengan nilai UN tinggi 13,3 persen, menghapus predikat sekolah favorit 13 persen, dan Jarak sekolah dekat dengan rumah 6,4 persen.
Lebih lanjut, Najib menambahkan dengan diterapkanya PPDB sistem Zonasi di sekolah negeri, SRC juga melakukan survei ketertarikan pelajar terhadap sekolah swasta. Hasilnya, 41,3 persen pelajar ingin daftar ke swasta dan 58,7 menjawab tidak ingin masuk ke sekolah swasta.
Mengenai alasan tertarik atau tidak tertarik ke sekolah swasta responden menjawab 36,8 persen beranggapan sistem zonasi mempersempit peluang ke sekolah impian, 30,7 persen tetap ingin sekolah di SMA negeri, 17,1 biaya sekolah swasta lebih mahal, dan 15,4 persen fasilitas dan tata kelola sekolah swasta lebih bagus.
"Hal yang menarik ketika pelajar diberi pertanyaan tentang usulan apabila bertemu Mendikbud. Sebagian besar pelajar meminta untuk menghapus PPDB sistem zonasi karena tidak bisa masuk ke sekolah yang diinginkan," ucapnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Apa yang menjadikan PPDP Zonasi penting bagi pelajar? objek kebijakan ini adalah pelajar, sedangkan sementara ini belum pernah melibatkan pelajar sebagai subjek perihal keputusan terkait sistem zonasi," kata Ketua PW IPNU Jawa Timur Choirul Mubtadiin dikonfirmasi di Surabaya, Senin.
Survei ini, kata Choirul menjadi langkah nyata para pelajar Jawa Timur sebagai generasi yang mempunyai 'concern' terhadap perubahan bangsa di dunia pendidikan. Utamanya dalam mempersiapkan pelajar sebagai aktor utama untuk menentukan masa depan Jatim dan Indonesia.
Ketua SRC Ahmad Ainun Najib mengatakan pihaknya mengambil tema penerapan sistem zonasi karena banyak mengundang tanggapan baik pro maupun kontra. Riset ini, sambungnya, berupaya menangkap tanggapan pelajar sebagai objek kebijakan zonasi yang selama ini tidak dilibatkan oleh Kemendikbud.
"Hari ini adalah hari pertama pelajar masuk sekolah menjadi momentum untuk mengevaluasi dan melakukan penyempurnaan kebijakan sistem zonasi. Hasil riset kami bisa menjadi salah satu referensinya," ujar Najib.
Ia menjelaskan objek penelitian ini adalah pelajar yang sedang mendaftar ke SMA tahun 2019, survei PPDB sistem zonasi dilakukan pada tanggal 24-29 Juni 2019, dengan responden dari 38 kabupaten/kota di Jatim
"Tercatat 56 persen responden perempuan dan 44 persen responden laki-laki yang mengisi kolom survei yang disediakan. Survei ini mengambil responden pelajar lulusan SMP tahun 2019, dan sedang menadaftarkan diri ke SMA. Hal ini disesuaikan dengan penerapan PPDB sistem zonasi. Dari 398 responden 73,4 persen menjawab tidak setuju terhadap PPDB sistem zonasi , kemudian 26,6 persen menjawab setuju," katanya.
Najib menjelaskan, alasan penolakan PPDB sistem zonasi adalah tidak bisa masuk ke sekolah yang diharapkan 46,4 persen, fasilitas sekolah belum merata 11,3 persen, kemudian 9,2 persen beralasan penerapan zonasi pada PPDB 2019 yang terkesan mendadak.
Selebihnya setuju dengan alasan Pemerataan pelajar dengan nilai UN tinggi 13,3 persen, menghapus predikat sekolah favorit 13 persen, dan Jarak sekolah dekat dengan rumah 6,4 persen.
Lebih lanjut, Najib menambahkan dengan diterapkanya PPDB sistem Zonasi di sekolah negeri, SRC juga melakukan survei ketertarikan pelajar terhadap sekolah swasta. Hasilnya, 41,3 persen pelajar ingin daftar ke swasta dan 58,7 menjawab tidak ingin masuk ke sekolah swasta.
Mengenai alasan tertarik atau tidak tertarik ke sekolah swasta responden menjawab 36,8 persen beranggapan sistem zonasi mempersempit peluang ke sekolah impian, 30,7 persen tetap ingin sekolah di SMA negeri, 17,1 biaya sekolah swasta lebih mahal, dan 15,4 persen fasilitas dan tata kelola sekolah swasta lebih bagus.
"Hal yang menarik ketika pelajar diberi pertanyaan tentang usulan apabila bertemu Mendikbud. Sebagian besar pelajar meminta untuk menghapus PPDB sistem zonasi karena tidak bisa masuk ke sekolah yang diinginkan," ucapnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019