Bojonegoro (Antaranews Jatim) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Bojonegoro, Jawa Timur, mewaspadai adanya kecenderungan meningkatnya penderita demam berdarah dengue (DBD) dengan jumlah 97 kasus, di antaranya, dua penderita DBD meninggal dunia per 18 Januari.
"Meningkatnya jumlah penderita DBD di Bojonegoro cukup tinggi salah satu faktornya cuaca dan curah hujan. Ya tetap waspada untuk mencegah sumber penularan dengan pemberantasan sarang nyamuk," kata Kasi Pengendalian Penyakit Dinkes Bojonegoro Wheny Dyah, di Bojonegoro, Senin.
Menurut dia, dengan jumlah 97 kasus DBD di daerahnya itu cukup tinggi dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Timur, yang juga mengalami peningkatan.
Ia juga membandingkan pada Januari 2018 tercatat 61 kasus DBD, satu penderita DBD meninggal dunia. Sedangkan selama 2018, ada sebanyak 636 kasus DBD, dengan jumlah 12 penderita DBD meninggal dunia.
Sesuai data, lanjut dia, dengan jumlah 97 kasus DBD itu, merata di 26 kecamatan, dengan jumlah penderita terbanyak di Kecamatan Sumberrejo (13 kasus), Ngraho (11 kasus), Kedungadem (10 kasus), Kota dan Kepohbaru, masing-masing sembilan kasus.
"Dua penderita DBD yang meninggal dunia di Kecamatan Margomulyo dan Kasiman," kata dia menjelaskan.
Ia mengimbau masyarakat meningkatkan kewaspadaan dengan memberantas sarang nyamuk aedes aegypti dengan melakukan gerakan 3 M (menguras, menutup dan mengubur), dan plus yaitu abatisasi atau menaruh ikan di bak/kolam penampungan.
Pemberantasan sarang nyamuk, lanjut dia, dilakukan dengan menerapkan satu rumah satu petugas juru pemantau jentik (jumantik).
"Dinkes sudah melakukan 33 fogging. Tapi fogging bukan upaya pencegahan dan tidak efektif tanpa diiringi dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Fogging hanya membunuh nyamuk dewasa tidak memberantas sarang nyamuk termasuk jentik-jentik," katanya menjelaskan.
Ia juga mengimbau kepada masyarakat untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan menghindari dari gigitan nyamuk aedes aegypti terutama pada pukul 07.00-10.00 WIB, dan sore hari pukul 15.00-17.00 WIB.
"Kami minta dukungan tenaga kesehatan di rumah sakit agar juga mewaspadai DBD dan mengantifkan koordinasi sistem kewaspadaan dini rumah sakit," ucapnya menambahkan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Meningkatnya jumlah penderita DBD di Bojonegoro cukup tinggi salah satu faktornya cuaca dan curah hujan. Ya tetap waspada untuk mencegah sumber penularan dengan pemberantasan sarang nyamuk," kata Kasi Pengendalian Penyakit Dinkes Bojonegoro Wheny Dyah, di Bojonegoro, Senin.
Menurut dia, dengan jumlah 97 kasus DBD di daerahnya itu cukup tinggi dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Timur, yang juga mengalami peningkatan.
Ia juga membandingkan pada Januari 2018 tercatat 61 kasus DBD, satu penderita DBD meninggal dunia. Sedangkan selama 2018, ada sebanyak 636 kasus DBD, dengan jumlah 12 penderita DBD meninggal dunia.
Sesuai data, lanjut dia, dengan jumlah 97 kasus DBD itu, merata di 26 kecamatan, dengan jumlah penderita terbanyak di Kecamatan Sumberrejo (13 kasus), Ngraho (11 kasus), Kedungadem (10 kasus), Kota dan Kepohbaru, masing-masing sembilan kasus.
"Dua penderita DBD yang meninggal dunia di Kecamatan Margomulyo dan Kasiman," kata dia menjelaskan.
Ia mengimbau masyarakat meningkatkan kewaspadaan dengan memberantas sarang nyamuk aedes aegypti dengan melakukan gerakan 3 M (menguras, menutup dan mengubur), dan plus yaitu abatisasi atau menaruh ikan di bak/kolam penampungan.
Pemberantasan sarang nyamuk, lanjut dia, dilakukan dengan menerapkan satu rumah satu petugas juru pemantau jentik (jumantik).
"Dinkes sudah melakukan 33 fogging. Tapi fogging bukan upaya pencegahan dan tidak efektif tanpa diiringi dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Fogging hanya membunuh nyamuk dewasa tidak memberantas sarang nyamuk termasuk jentik-jentik," katanya menjelaskan.
Ia juga mengimbau kepada masyarakat untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan menghindari dari gigitan nyamuk aedes aegypti terutama pada pukul 07.00-10.00 WIB, dan sore hari pukul 15.00-17.00 WIB.
"Kami minta dukungan tenaga kesehatan di rumah sakit agar juga mewaspadai DBD dan mengantifkan koordinasi sistem kewaspadaan dini rumah sakit," ucapnya menambahkan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019