Surabaya, (Antaranews Jatim) - Konsul Jenderal Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Surabaya Gu Jingqi menyatakan bahwa permasalah yang terjadi dan dialami oleh suku Uighur di Provinsi Xinjiang, China, adalah masalah separatis dari sebagian kecil warga setempat yang menganut paham radikal.
"Warga Muslim Uighur di Xinjiang sekitar 10 juta jiwa, sebagian kecil berpaham radikal ingin merdeka, pisah dari RRT. Itu yang kami, pemerintah RRT atasi," kata Gu Jingqi, menjawab Antara saat menghadiri peringatan HUT Ke-81 LKBN Antara di Surabaya, Jatim, Kamis.
Ia menjelaskan, mereka yang berpikiran radikal hingga melaksanakan separatisme tersebut mempunyai pedoman bahwa "perjuangan mereka benar" hingga kalaupun nyawa menjadi taruhannya tidak menjadi masalah, karena akan "masuk surga" (jihad).
"Seperti halnya mereka yang berpaham radikal di Indonesia, hingga menjadi ekstrimis menghalalkan berbagai cara agar 'masuk surga' (jihad). Tentunya pemerintah manapun harus mengatasi masalah tersebut, demi keutuhan persatuan negaranya," ucap Jingqi yang pernah bertugas di Istanbul, Turki, ini.
Konstitusi RRT sangat menghormati dan melindungi umat beragama serta keberagaman warganya. Umat Islam di China bebas menjalankan ibadah.
Bahkan, menurut dia, di provinsi Xinjiang yang mayoritas penduduknya beragama Islam diberi keistimewaan dalam hal pendidikan dibanding provinsi lain di China.
"Ada kebijakan bagi warga Xinjiang dalam pendidikan selama 12 tahun (hingga SMA) gratis, sementara di provinsi lain yang ditanggung gratis oleh pemerintah para pelajar hanya 9 tahun (SMP). Di China rata-rata setiap 500 orang Muslim memiliki satu masjid," tuturnya.
Konjen mengemukakan bahwa dalam hal kerukunam umat beragama dan keragaman yang terjadi di Indonesia sangat dipuji dan diakui dunia.
”Dalam hal kerukunan dan keberagam hidup harmonis antar-warga yang berbeda agama dan suku seperti di Indonesia inilah yang menjadi inspirasi kami (RRT). Indonesia bisa, tentunya kami juga bisa," ujarnya, menegaskan.
Menurut dia, total warga Muslim di RRT sebanyak 23 juta jiwa merupakan warga minoritas, namun pemerintah RRT memperlakukan warga semua sama. Walau minoritas, mereka juga tidak dibatasi (bebas) menjalankan ibadah sesuai kepercayaan mereka.
"Anda (jurnalis) sudah ke China dan tahu langsung kehidupan umat beragama, khususnya Muslim di China. Mereka kan bebas tidak kami larang dalam beribadah, tapi kalau ada sebagian kecil yang ekstrim dan berupaya memisahkan diri, tentunya ya kami tindak. Indonesia juga tentunya bertindak serupa bila ada sebagian kecil warganya seperti itu (separatis, radikal)," demikian Konjen Gu Jingqi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Warga Muslim Uighur di Xinjiang sekitar 10 juta jiwa, sebagian kecil berpaham radikal ingin merdeka, pisah dari RRT. Itu yang kami, pemerintah RRT atasi," kata Gu Jingqi, menjawab Antara saat menghadiri peringatan HUT Ke-81 LKBN Antara di Surabaya, Jatim, Kamis.
Ia menjelaskan, mereka yang berpikiran radikal hingga melaksanakan separatisme tersebut mempunyai pedoman bahwa "perjuangan mereka benar" hingga kalaupun nyawa menjadi taruhannya tidak menjadi masalah, karena akan "masuk surga" (jihad).
"Seperti halnya mereka yang berpaham radikal di Indonesia, hingga menjadi ekstrimis menghalalkan berbagai cara agar 'masuk surga' (jihad). Tentunya pemerintah manapun harus mengatasi masalah tersebut, demi keutuhan persatuan negaranya," ucap Jingqi yang pernah bertugas di Istanbul, Turki, ini.
Konstitusi RRT sangat menghormati dan melindungi umat beragama serta keberagaman warganya. Umat Islam di China bebas menjalankan ibadah.
Bahkan, menurut dia, di provinsi Xinjiang yang mayoritas penduduknya beragama Islam diberi keistimewaan dalam hal pendidikan dibanding provinsi lain di China.
"Ada kebijakan bagi warga Xinjiang dalam pendidikan selama 12 tahun (hingga SMA) gratis, sementara di provinsi lain yang ditanggung gratis oleh pemerintah para pelajar hanya 9 tahun (SMP). Di China rata-rata setiap 500 orang Muslim memiliki satu masjid," tuturnya.
Konjen mengemukakan bahwa dalam hal kerukunam umat beragama dan keragaman yang terjadi di Indonesia sangat dipuji dan diakui dunia.
”Dalam hal kerukunan dan keberagam hidup harmonis antar-warga yang berbeda agama dan suku seperti di Indonesia inilah yang menjadi inspirasi kami (RRT). Indonesia bisa, tentunya kami juga bisa," ujarnya, menegaskan.
Menurut dia, total warga Muslim di RRT sebanyak 23 juta jiwa merupakan warga minoritas, namun pemerintah RRT memperlakukan warga semua sama. Walau minoritas, mereka juga tidak dibatasi (bebas) menjalankan ibadah sesuai kepercayaan mereka.
"Anda (jurnalis) sudah ke China dan tahu langsung kehidupan umat beragama, khususnya Muslim di China. Mereka kan bebas tidak kami larang dalam beribadah, tapi kalau ada sebagian kecil yang ekstrim dan berupaya memisahkan diri, tentunya ya kami tindak. Indonesia juga tentunya bertindak serupa bila ada sebagian kecil warganya seperti itu (separatis, radikal)," demikian Konjen Gu Jingqi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018