Jember (Antaranews Jatim) - LSM Migrant Care Kabupaten Jember mendesak pemerintah daerah setempat untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dalam rangka peringatan Hari Buruh Internasional atau "May day".

"Kami mendorong Pemkab Jember segera mewujudkan janji kerja Bupati dan Wakil Bupati Jember dalam memberikan perlindungan kepada pekerja migran berdasarkan UU No.18 tahun 2017," kata Project Officer Migrant Care Jember Bambang Teguh Karyanto di Jember, Selasa.

Selain itu, lanjut dia, masih banyak kasus kekerasan dan korban perdagangan orang yang dialami oleh pekerja migran asal Kabupaten Jember, sehingga pihaknya berharap hal tersebut juga mendapat perhatian untuk segera diselesaikan oleh pemerintah bersama aparat penegak hukum.

"Kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap buruh migran Indonesia masih terus terjadi baik di negara asal maupun negara tujuan bekerja, sehingga harus ada upaya dari pemerintah setempat untuk mencegah, agar hal itu tidak terjadi di Jember," tuturnya.

Untuk itu, lanjut dia, Migrant Care juga mengajak para pihak terutama pihak desa menjadi garda terdepan dalam memberikan perlindungan kepada pekerja migran Indonesia, sehingga layanan informasi terkait dengan pekerja migran bisa disampaikan dengan jelas dan menekan jumlah pekerja migran yang ilegal.

"Hingga kini masih ada lima desa peduli buruh migran (desbumi) di Jember yang menjalankan amanah UU Desa untuk melindugi warganya dengan membuat peraturan desa tentang pusat pelayanan terpadu desbumi," ujarnya.

Bambang mengatakan desa yang memiliki peraturan desa Desbumi diharapkan desa mampu berperan lebih aktif dalam melayani dan melindungi warganya yang bekerja di luar negeri, sehingga momentum peringatan "May day" diharapkan semakin banyak desa yang peduli terhadap buruh migran dengan memberikan perlindungan kepada para pahlawan devisa tersebut.

Secara umum, lanjutnya, nasib pekerja migran masih belum mendapat perhatian serius dan maksimal karena masih dijumpai adanya pelayanan-pelayanan yang diskriminatif, pembiaran atas terjadinya kasus perdagangan manusia serta kekerasan berbasis gender.

"Sebagai pekerja dan warga negara asing di negara tujuan mereka juga rentan menghadapi tindak kekerasan (baik fisik maupun seksual), kemudian pelanggaran norma-norma perburuhan, berada dalam kondisi terisolasi dan terjauhkan dari akses keadilan," ujarnya.

Masih tingginya jumlah buruh migran Indonesia yang menghadapi ancaman hukuman mati serta meningkatnya laporan mengenai jumlah buruh migran Indonesia yang kehilangan kontak dengan keluarga selama belasan tahun juga menjadi agenda mendesak yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah Indonesia.(*)

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018