Blitar (Antaranews Jatim) - Warga Desa Ringinrejo, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, yang menerima SK Perhutanan Sosial dari Presiden Joko Widodo mulai menyiapkan skema untuk mengubah tanaman antara tanaman kayu serta palawija.

"Rencana kami tanami sesuai dengan fungsinya. Ini adalah kawasan hutan produktif, jadi nanti skemanya yang 50 persen tanaman kayu seperti sengon, mahoni, yang 30 persen ditanami tanaman tegakan yang bisa berproduksi misalnya buah, dan sisanya untuk palawija," kata Ketua Kelompok Tani Hutan Ayem Tentrem Lestari Desa Ringinrejo, Kecamatan Wates, Kabupaten Blitar, Sugeng, di Blitar, Minggu.

Ia mengatakan kelompok tani desa itu anggotanya hingga 664 kepala keluarga (KK) dengan luas lahan yang diberikan untuk warga hingga 724 hektare. Lahan itu nantinya dibagi secara adil untuk anggota kelompok tani tersebut. Namun, untuk pembagian masih menunggu tim dari pusat.

Ia mengatakan SK Perhutanan Sosial itu telah diserahkan secara langsung Presiden Joko Widodo dalam acara di Kabupaten Tuban, Jumat (9/3). Warga bahagia sebab telah lama menunggu keputusan pemerintah itu.

Ia menyebut, kini warga sudah lega setelah menerima keputusan dari Presiden Joko Widodo tersebut. Perjuangan warga telah lama, bahkan ia dengan puluhan warga lainnya nekat berjalan kaki dari Blitar ke Istana Negara demi bertemu dengan Presiden untuk menyampaikan keluhan tentang masalah sengketa tanah di daerahnya.

"Alhamdulillah benar-benar lega. Kemarin itu, kami juga dialog dengan Pak Jokowi, masyarakat sangat berterima kasih dengan Pak Jokowi," kata Sugeng.

Muh Trianto yang mendampingi warga setempat, mengatakan warga di Desa Ringirejo, Kabupaten Blitar memang sudah lama berharap bisa mendapatkan pengakuan atas lahan yang mereka kelola. Lahan perkebunan itu awalnya dikelola oleh swasta hingga akhirnya dikelola oleh Perhutani.

Masyarakat ikut menanam di kawasan itu karena awalnya dianggap lahan yang terlantar. Warga menanami dengan beragam tanaman produksi, misalnya jagung, ketela pohon, hingga padi. Namun, warga sempat bersitegang dengan pengelola perkebunan hingga akhirnya mereka mengajukan ke pemerintah untuk pengelolaan lahan.

Trianto mengaku ikut mengawal warga saat mengadu ke Istana Negara. Saat itu sekitar 2013 diterima Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Saat itu, warga berjalan kaki, akan tetapi aspirasi warga hanya diterima dan belum ada tindak lanjut.

Ia juga menyatakan bangga karena ternyata aspirasi warga untuk bisa mengelola lahan dikabulkan pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Ia memberikan apresiasi luar biasa dengan kebijakan Presiden Jokowi tersebut. Sesuai dengan aturan, warga diizinkan mengolah lahan, bahkan bisa diwariskan tetapi mereka tidak diizinkan untuk menjual. Jika hal itu dilakukan, warga bersangkutan akan dijerat pidana.

Trianto menambahkan sesuai dengan aturan setelah SK itu diberikan, nantinya sekitar empat kementerian akan membantu agar pengelolaan bisa berjalan baik, baik dari Kementerian Keuangan, Pertanian, koperasi, serta BUMN lainnya.

"Selama ini di daerah konflik yang `legal standing` belum ada. Artinya (dengan SK Perhutanan Sosial, red.) mereka akan mendapatkan kemudahan untuk ekspansi," kata Trianto yang juga bertugas di pokja percepatan kehutanan sosial nasional tersebut.

Selain warga Desa Ringinrejo, Kecamatan Wates, warga Kecamatan Bakung, Kabupaten Blitar yang juga mengalami konflik serupa juga menerima SK Perhutanan Sosial. Ada 375 KK dengan luas lahan 385 hektare.

Di Kabupaten Blitar, Trianto menyebut banyak terjadi konflik sosial antara warga dengan Perhutani. Mayoritas konflik itu terjadi di wilayah selatan Kabupaten Blitar. Dengan berhasilnya pengajuan warga, menjadi semangat bagi kelompok tani lainnya untuk juga mengajukan ke pemerintah.

Program perhutanan sosial saat ini didorong pemerintah dengan tujuan mengurangi konflik, ketimpangan lahan, mengurangi pengangguran, dan kemiskinan masyarakat setempat di sekitar hutan. Pemerintah membuat skema untuk tanaman, salah satunya dengan mewajibkan menanam tanaman keras, sebagai bagian pencegahan erosi dan untuk menyimpan debit air. (*)

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018