Kediri (Antaranews Jatim) - Tenun adalah merupakan teknik dalam pembuatan kain dengan cara menggabungkan benang satu dengan yang lainnya baik dengan cara melintang ataupun memanjang sesuai dengan motif yang dibuat. 

Di Kediri, juga ada tenun. Namanya tenun ikat, sebab sebelum digabung dengan alat tenun, antara benang satu dengan lainnya diikat menjadi satu. Hasil ikatan itu akan menjadi akan membentuk motif di kain tersebut.

Produksi tenun ikat asal Kediri sudah secara turun temurun dari berbagai generasi. Sentra usaha ini ada di kelurahan Bandar Kidul, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. Usaha ini sempat mengawali pasang surut dari yang awalnya hingga ratusan perajin, saat ini hanya tinggal belasan saja.

Siti Rukayah, salah seorang perajin tenun ikat Kediri mengatakan, awal usaha ini sebenarnya dari suaminya. Dirinya adalah seorang pendatang, warga Kabupaten Nganjuk yang menikah dengan seseorang dari keluarga perajin tenun ikat ini.

Karena menikah, ia pun dengan suka rela mau membantu usaha suaminya. Kendati, awalnya ia berniat menjadi guru, tapi karena rasa sayang dengan keluarga dan mengabdi pada suami, tetap belajar dan membantu usaha ini.

Namun, berawal dari situ, ternyata ia kini justru semakin tertarik. Ia adalah salah satu pengusaha perempuan yang gigih, mempertahankan usaha turun temurun ini. Pelan-pelan usaha yang digeluti dengan sang suami kini semakin berkembang.

"Saya ingin tenun ikat tetap eksis sampai akhir zaman," kata dia.

Pelan tapi pasti, usaha yang digelutinya juga mengalami perluasan. Dari semula hanya memroduksi sarung goyor, kini ada beragam produk, mulai dari baju, tas, sepatu, dan beragam kelengkapan lainnya. Semuanya berbahan dasar kain tenun ikat.

Rupaya, strategi itu disambut pasar dengan baik. Pemilik produk "Medali Mas" ini mengatakan pesanan semakin naik dengan beragam produk itu. Mayoritas ada yang memilih kain, tapi tidak jarang yang memilih baju jadi.

Perubahan segmen pasar itu, bukan berarti mengubah motif produk. Ia tetap mempertahankan jenis-jenis motif utama yang terkenal untun tenun ikat kediri, misalnya ceplok, kawung, es lilin, salur, kali brantas, kuncup, dan beragam motif lainnya.

Tenun ikat juga mengandalkan warna yang lembut. Pelangan rupanya suka dengan warna-warna yang lembut. Namun, karena permintaan pasar, akhirnya dirinya juga semakin berani dalam pewarnaan, tergantung dengan permintaan.

Siti menyadari berbagai tantangan di dunia konveksi sangat berat. Namun, ia merasa beruntung, sebab pemerintah daerah sangat memberikan perhatian pada usaha tenun ikat ini. Pemerintah kota telah membuat aturan agar setiap instansi pemerintah menggunakan kain ini di hari Kamis.

Kebijakan itu, kata dia, adalah angin segar. Sebab, para perajin kini lebih bersemangat untuk mengembangkan usaha mereka. Pesanan terus datang, setiap waktu. Bukan hanya dari instansi pemerintah di pemkot, kini di luar pun juga banyak memakai tenun ikat sebagai baju dinasnya.

"Dengan itu UKM tdak henti-hentinya produksi dan ini bisa memberi manfaat banyak pada orang lain," ujarnya.

Praktis, omzet juga naik drastis. Bahkan, para perajin sempat kewalahan. Selama ini, alat yang digunakan menenun hanya tradisional. Dalam sehari, satu alat hanya bisa menghasilkan satu kain. Padahal, permintaan banyak.

Kondisi itu memantik perhatian dari berbagai kalangan. Salah satunya Bank Indonesia Kediri, yang memberikan perhatian serta pendampingan usaha ini. Sejumlah bantuan diberikan, salah satunya alat pemintal tenun yang lebih modern.

Alat ini bisa memintal lebih cepat. Dengan alat yang tradisional, hanya bisa menghasilkan satu lembar kain, tapi dengan alat ini bisa menghemat tenaga dari 12 orang. Jumlah yang dihasilkan juga lebih banyak. Kini, para pemilik usaha ini, sudah tidak terlalu resah pesanan tidak sesuai dengan target waktu.

Gaet desainer 

Tenun ikat produksi perajin dari Kota Kediri kini semakin terkenal. Banyak pengunjung yang ketika singgah di kota tahu ini belanja kain ini. Ada yang memilih kain dan tidak sedikit yang sudah jadi baju.

Selain kebijakan pemkot yang mewajibkan PNS memakai tenun ikat di hari Kamis, beragam acara juga pernah diikuti. Misalnya "Jakarta Fashion Week 2017" yang digelar di Senayan City, Jakarta akhir 2016. Kegiatan itu melibatkan berbagai desainer asal Indonesia.

Berbagai peragaan busana di Kediri rutin digelar. Terakhir, awal Desember 2017, bertajuk "Dhoho street fashion 3rd". Lokasinya di taman sekartaji. Kegiatan itu melibatkan Didiet Maulana, desainer ikat Indonesia. Ia berselancar dengan berbagai karya berbahan baku tenun ikat.

Didiet mengaku sangat tertarik dengan tenun ikat Kediri. Ia dialog banyak dengan Ketua Dekranasda Kota Kediri Ferry Sylviana Abu Bakar terkait tenun ini. Adanya semangat mengenalkan tenun sebagia kerajinan asal Indonesia, menjadikan dirinya bersemangat dan bekerjasama.

"Tenun ini mempunyai ciri khusus. Selain pembuatannya yang rapi, tenun ini unik dengan beragam motifnya," katanya.

Sejumlah model baju dibuatnya. Bukan formal melainkan kasual. Ia membuat pilot proyek, bahwa tenun bukan hanya untuk acara resmi, tapi bisa digunakan untuk kegiatan yang lebih santai. Hasilnya, saat peragaan busana berlangsung di area Taman Sekartaji, Kota Kediri itu, animo penonton luar biasa.

Ketua Dekranasda Kota Kediri yang juga istri Wali Kota Kediri Ferry Sylviana Abu Bakar mengaku berupaya membidik pasar dengan bahan baku tenun ikat ini. Ia ingin mengenalkan, bahwa tenun ini adalah produksi khas Kota Kediri.

"Kainnya ringan dengan motif dan ciri khas Kediri asli. Kami berharap tenun ikat Kediri ini makin dikenal banyak kalangan, warga Kediri bangga mengenakan tenun ikat," ujar Bunda Fey, sapaan akrabnya.

Bukan hanya warga yang ikut menyaksikan peragaan busana itu. Istri Bupati Trenggalek Emil Dardak, Arumi Bachsin juga kagum. Bahkan, ia terinspirasi ke depan batik Trenggalek juga bisa merambah pasar nasional, bahkan internasional.

Tembus pasar internasional

Kini, penjualan tenun ikat bukan hanya di tingkat lokal ataupun nasional, bahkan kini mampu menembus internasional. Siti Rukayah menyebut, ia telah didatangi pembeli dari luar negeri yang tertarik dengan produk yang dibuatnya.

Bahkan, pembeli dari Amerika itu sempat membawa sampel beberapa jenis kain tenun ikat Kediri, dan ternyata di luar dugaan, penerimaan pasar cukup bagus. Bahkan, kini sudah ada kerjasama, pada 2018 akan dibawa tenun ikat ke luar negeri.

"Bukan hanya di Amerika, nanti desainer dari Kediri juga bisa jadikan kimono. Bajunya bisa untuk lakil-laki dan perempuan," katanya.

Ia bangga dengan capaian itu dan berharap seluruh pengusaha tenun ikat di Kediri bisa maju. Guna memenuhi permintaan pasar, kini dirinya punya empat lokasi untuk usaha itu. Satu lokasi, melibatkan sekitar 30 orang yang mayoritas para tetangga.

Dirinya juga tidak pelit memberikan pembelajaran tenun ikat itu. Bahkan, ia mempersilakan bagi siapapun yang ingin berkunjung untuk datang, bahkan tanpa dipungut biaya. Ia merasa bangga bila para pemuda, terlebih lagi dari Kota Kediri mau belajar meneruskan kerjinan khas ini.

Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Kediri Yetti Sisworini menyebut pemerintah kota sangat berkomitmen dengan kerajinan ini. Selain mewadahi mereka dengan beragam pameran juga terus melakukan pembinaan.

Bahkan, pemerinta juga memfasilitasi agar mereka mendapatkan sertifikat dari kementerian perdagangan. Untuk "Medali Mas" sudah mendapatkan bintang empat, dimana dengan itu bisa diizinkan untuk produksi dan dikeluarkan hingga tingkat nasional.

Selain itu, ada juga merek "Kodok Ngorek" yang masih dalam proses diajukan. Namun, hingga kini belum diketahui usaha dagang itu akan mendapatkan bintang berapa.

"Yang jelas, untuk ekspor tidak mudah, harus dapat bintang lima. Selama ini, bukan ekspor murni, tapi ada orang yang belanja tenun dibawa ke mancanegara," ujarnya.

Kendati hanya dibawa orang untuk dipasarkan, Yetti juga sudah bangga. Hal itu menunjukkan, kualitas tenun ikat produksi Kota Kediri diakui dan layak dijual hingga internasional.

Saat ini, ia juga sudah bekerjasama dengan sekolah di kota untuk pengenalan tenun ikat. Produk tenun dari perajin di Kelurahan Bandar Kidul, Kecamatan Kota, Kediri, sementara desain dari para pelajar. Ia berharap, dengan cara itu kerajinan ini akan terus dilestarikan.  (*)

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018