Jember (Antara Jatim) - LSM Migrant Care bersama akademisi, kepala desa, mantan buruh migran, dan elemen masyarakat lainnya mengkritisi rancangan peraturan daerah (Raperda) Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang digagas oleh DPRD Kabupaten Jember.

"Ada beberapa pasal yang perlu dipertimbangkan untuk dihapus dan dicabut dalam raperda inisiatif dewan itu, agar buruh migran bisa mendapatkan perlindungan optimal," kata Koordinator Divisi Bantuan Hukum Migrant Care Nurharsono dalam konsultasi publik Raperda Perlindungan Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Inisiasi Masyarakat Sipil) di Jember, Kamis.

Menurutnya beberapa rekomendasi yang harus dimasukkan dalam perda yang digagas dewan di antaranya Dinas Tenaga Kerja membentuk Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) sebagai layanan proses imigrasi dan layanan satu atap tersebut mendistribusikan 'job order' melalui desa.

"Kemudian dalam rangka pemenuhan hak-hak TKI, Dinas Tenaga Kerja atau LTSA tersebut harus memberikan layanan advokasi atau penyelesaian sengketa," katanya.

Sementara akademisi Universitas Jember Hermanto Rohman mengatakan keinginan DPRD Jember menghasilkan perda inisiatif yang salah satunya mengatur tentang TKI harus diapresiasi positif, namun ada beberapa hal yang perlu dikritisi dalam produk hukum tersebut.

"Raperda tentang TKI di Jember secara substansi ingin memasukkan semangat melindugi dalam setiap fase penempatan TKI, namun semangat perlindungan itu hanya menyalin sepenuhnya atau 'copy paste' dari peraturan PP Nomor 3 Tahun 2013 dan Perda TKI di daerah lain, namun tidak ada proses konstruksi dan kajian bagaimana penerapannya di daerah yang harus dimandatkan pada pemkab melalui perda," katanya.

Kesimpulannya, lanjut dia, Raperda tentang TKI yang digagas dewan tidak ubahnya "copy paste" peraturan UU, PP, Permen, dan Perka yang tanpa dikonstruksi ulang berdasarkan kajian yang seharusnya menjadi muatan lokal yang bisa menjadi konsep progresif semangat perlindungan TKI di daerah.

"Jika raperda itu lolos tanpa pengkritisan yang detail dan terkesan tergesa-gesa, maka hal itu adalah inisiatif raperda DPRD Jember yang sia-sia karena masih sama dengan perda sebelumnya dan mengaburkan konsep perlindungan yang nyata dan seharusnya diusung daerah," ucap Dosen FISIP Unej itu.

Dalam konsultasi publik itu juga terungkap bahwa sejumlah pihak masih meragukan ada tidaknya naskah akademik yang mendasari Perda tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Jember tersebut.

Sebelumnya juru bicara DPRD Jember Isa Mahdi dalam Rapat Paripurna Nota Pengantar Tujuh Raperda Inisiatif mengatakan Raperda tentang Penempatan Dan Perlindungan TKI Jember sebagai upaya DPRD Kabupaten Jember dalam menjawab permasalahan TKI, problematika kemanusiaan sering dialami TKI khususnya yang berasal dari Kabupaten Jember.

"Contoh kasusnya seperti perdagangan manusia, perbudakan, kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia. Risiko tersebut dapat dialami oleh TKI baik selama proses keberangkatan, selama bekerja di luar negeri maupun setelah pulang ke Indonesia," katanya.(*)

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017