Banyuwangi (Antara Jatim) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jember mendorong jurnalis dan pekerja media untuk membentuk serikat pekerja dalam perusahaan atau bergabung dengan serikat pekerja lintas media untuk meningkatkan kesejahteraan mereka di perusahaan media.
"Tidak ada cara lain bagi pekerja media memperjuangkan hak-hak kesejahteraannya kecuali melalui serikat pekerja," kata Koordinator Divisi Ketenagakerjaan AJI Jember Hermawan di sela unjuk rasa di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Senin.
AJI Jember bersama elemen mahasiswa dan masyarakat melakukan unjuk rasa dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional (May day) di Kabupaten Banyuwangi.
Menurutnya data terakhir yang dihimpun dari riset AJI dan Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI) tercatat hanya 25 serikat pekerja media yang bisa diidentifikasi di seluruh Indonesia.
"Jumlah itu terbilang sangat minim karena hanya sekitar 1 persen dari jumlah media berdasarkan data dewan pers. Padahal serikat pekerja sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja," tuturnya.
Melalui serikat pekerja, lanjut dia, jurnalis punya posisi tawar dalam setiap negosiasi atau sedang menghadapi kasus ketenagakerjaan dan pendirian serikat pekerja juga dapat diwujudkan dengan cara berserikat dengan media yang lain (serikat pekerja lintas media) sebagai alternatif jika resistensi perusahaan sangat kuat.
"Untuk itu, kami menyerukan kepada jurnalis dan seluruh pekerja media agar membentuk serikat di dalam perusahaan maupun bergabung dalam serikat pekerja lintas media. Berserikat sekarang atau celaka," katanya.
Mini Survei yang dibuat AJI Jember pada September 2016 terhadap 17 jurnalis se-Jawa Timur menunjukkan 53 persen jurnalis masih berstatus kontrak, meskipun telah bekerja lebih dari 3 tahun dan 59 persen jurnalis tidak memiliki asuransi kesehatan dan keselamatan kerja.
Sedangkan di wilayah AJI Jember (Jember, Banyuwangi, Bondowoso) pada mini survei tahun 2015 menunjukkan 33 persen jurnalis media nasional masih berstatus kontrak dan tak memiliki perjanjian kerja dan sebanyak 39 persen jurnalis media lokal memperoleh upah di bawah UMK dengan nilai Rp500 ribu hingga Rp1 juta perbulan, sedangkan 44 persen jurnalis media nasional dan lokal tidak memiliki asuransi kesehatan dan keselamatan kerja dari perusahaannya.
"Untuk itu dalam peringatan 'May day', kami menuntut kepada Dinas Tenaga Kerja dan Kementerian Tenaga Kerja untuk meningkatkan pengawasannya dan memberikan sanksi pada perusahaan media yang melanggar UU Ketenagakerjaan," katanya menegaskan.
Selain itu, AJI Jember juga mengimbau seluruh perusahaan media untuk memenuhi kewajiban menyejahterakan pekerja media sesuai UU Ketenagakerjaan, sehingga diharapkan tidak ada lagi jurnalis yang menerima suap dari lembaga atau narasumber.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017