Malang, (Antara Jatim) - Wali Kota Malang Moch Anton tetap berkukuh akan melakukan pembongkaran terhadap seluruh bangunan pasar penampungan sementara Merjosari dan fungsinya dikembalikan sesuain pemetaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai kawasan permukiman.

"Kami tidak bisa menabrak RTRW tersebut, meski para pedagang yang saat ini masih menempati pasar penampungan sementara ini 'ngotot' agar bangunan dipertahankan dan mereka tetap bisa berjualan secara permanen. Kami kan tidak bisa memenuhi permintaan  mereka karena sudah ada aturannya," ujar Anton di Malang, Jawa Timur, Jumat.

Ia mengatakan sejak awal Pasar Merjosari hanya bersifat sementara dan hanya sebagai tempat penampungan pedagang ketika Pasar Dinoyo direnovasi, namun sekarang pedagang kustru minta bangunan pasar itu dipermanenkan.

"Saya tanya pada mereka, sebelum berjualan di Pasar Merjosari, berjualan di mana dan mereka menjawab di Pasar Dinoyo. Kalau begitu sekarang ya kembali lagi ke Pasar Dinoyo karena pembangunannya sudah selesai dan biosa ditempati," ujarnya.

Selain minta bangunan pasar penampungan itu dipermanenkan, kata Anton, pedagang juga minta agar proses pembongkaran pasar juga dihentikan. "Tentu saja saya tidak kabulkan permintaan mereka, apalagi proses relokasi kembali ke Pasar Terpadu Dinoyo(PDT) sudah tertunda untuk kesekian kalinya," kata Anton.

Menyinggung tudingan para pedagang jika Pemkot Malang hanya membela investor dan mengabaikan keberadaan pedagang kecil, Anton secara tegas membantah tudingan tersebut.  Anton mengaku dirinya harus memenuhi komitmen saja, kepada pedagang dan investor juga komitmen.

Anton meminta semua pihak menghormati kesepakatan. Sesuai perjanjian beberapa pertemuan sebelumnya, pekan depan (27/4) juga akan ada pertemuan lanjutan. "Harapan kami, permasalahan di pasar penampungan sementara Merjosari ini tuntas. Bagi pedagang yang dulu berjualan di Pasar Dinoyo ya kembali ke Pasar Dinoyo," urainya.

Namun demikian, lanjutnya, kalau yang dikeluhkan angsuran kios (lapak) baru di Pasar Dinoyo mahal, juga perlu ada penyesuaian harga agar tidak memberatkan keduanya (investor maupun pedagang). "Pokoknya tidak ada pihak yang merasa berat dalam hal kios atau lapak ini," ucapnya.

Polemik relokasi pedagang ke bangunan pasar baru di Dinoyo (PTD) sudah berlangsung lebih dari lima tahun, namun hingga kini masih belum juga tuntas karena masih terhambat sejumlah persoalan. Selain harga kios, yang ipermasalahkan pedagang adalah kondisi kios yang tidak memenuhi standar kelayakan, serta fasilitas bangunan yang kurang memadai.

Para pedagang yang sampai saat ini enggan pindah ke PTD itu menilai jika bangunan lantai dasar terlalu rendah dan tidak sesuai dalam perjanjian kerja sama (PKS), fasilitas penunjang lainnya, seperti ventilasi, toilet serta akses jalan bagi konsumen juga kurang memadai.

Meski target pembongkaran kios (lapak) pedagang di pasar penampungan sementara Merjosari ditarget tuntas pada 27 April nanti, sampai saat ini masih banyak pedagang yang tetap memilih berjualan di Pasar Merjosari, bahkan jumlahnya lebih banyak ketimbang pedagang yang pindah ke PTD.

"Kami hanya menuntut kesesuaian PKS dengan kondisi riil bangunan pasar. Banyak fakta yang ada tidak sesuai dengan PKS, sehingga kami enggan pindah. Kalau bangunan PTD sudah sesuai dengan PKS, kami pasti mau pindah," kata salah seorang pedagang ikan di Pasar Merjosari Sutrisno.(*)

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017