Bojonegoro (Antara Jatim) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, menyebutkan jumlah penderita penyakit demam berdarah dengue (DBD) dalam tiga bulan terakhir sebanyak 55 orang, menurun dibandingkan tahun lalu yang mencapai 235 penderita.
"Penurunan jumlah penderita DBD tahun ini dimungkinan dipengaruhi faktor suhu dan kelembapan udara," kata Kasi Pengendalian Penyakit Dinkes Bojonegoro Wheny Dyahdia di Bojonegoro, Rabu.
Padahal, menurut dia, faktor hujan biasanya memicu meningkatnya jumlah penderita DBD, karena perkembangbiakan nyamuk "aedes aegypti" menjadi lebih cepat.
"Meskipun ada penurunan jumlah penderita masyarakat tetap harus waspada, sebab masih turun hujan," katanya.
Selain jumlah penderita menurun, lanjut dia, dalam tiga bulan terakhir hanya tiga warga meninggal dunia karena DBD, padahal tahun lalu sebanyak delapan warga.
Tiga warga itu, dua warga masing-masing asal Kelurahan Karangpacar, dan Banjarjo, di Kecamatan Kota dan satu warga asal Kecamatan Kepohbaru.
Sesuai data di dinkes setempat menyebutkan jumlah penderita DBD pada 2016 sebanyak 504 penderita, di antaranya, 18 penderita meninggal dunia.
Staf Dinkes Bojonegoro Kun Sucahyo menjelaskan bahwa ada kecenderungan di masyarakat menganggap pilihan utama dalam penanggulangan DBD yaitu pengasapan.
Padahal, menurut dia, penanggulangan DBD yang efektif melalui pemutusan rantai siklus nyamuk dewasa maupun jentiknya dengan pemberantasan sarang nyamuk dengan cara 3 M plus (menguras, menutup dan mengubur).
"Plusnya dengan abatisasi di tempat penampungan air atau dengan kearifan lokal menaruh ikan di bak penampungan air," kata dia.
Tidak hanya itu, katanya, gerakan pemberantasan sarang nyamuk harus dilakukan secara rutin sebelum musim penularan terjadi sesuai peta daerah endemik.
"Pengasapan hanya membunuh nyamuk dewasa, tidak jentiknya. Selain itu pengasapan membutuhkan biaya yang mahal," ucapnya.
Oleh karena itu, kata dia, berbagai pihak harus ikut mendorong masyarakat untuk melakukan gerakan 3 M plus sebagai usaha mencegah penyebaran penyakit DBD. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
"Penurunan jumlah penderita DBD tahun ini dimungkinan dipengaruhi faktor suhu dan kelembapan udara," kata Kasi Pengendalian Penyakit Dinkes Bojonegoro Wheny Dyahdia di Bojonegoro, Rabu.
Padahal, menurut dia, faktor hujan biasanya memicu meningkatnya jumlah penderita DBD, karena perkembangbiakan nyamuk "aedes aegypti" menjadi lebih cepat.
"Meskipun ada penurunan jumlah penderita masyarakat tetap harus waspada, sebab masih turun hujan," katanya.
Selain jumlah penderita menurun, lanjut dia, dalam tiga bulan terakhir hanya tiga warga meninggal dunia karena DBD, padahal tahun lalu sebanyak delapan warga.
Tiga warga itu, dua warga masing-masing asal Kelurahan Karangpacar, dan Banjarjo, di Kecamatan Kota dan satu warga asal Kecamatan Kepohbaru.
Sesuai data di dinkes setempat menyebutkan jumlah penderita DBD pada 2016 sebanyak 504 penderita, di antaranya, 18 penderita meninggal dunia.
Staf Dinkes Bojonegoro Kun Sucahyo menjelaskan bahwa ada kecenderungan di masyarakat menganggap pilihan utama dalam penanggulangan DBD yaitu pengasapan.
Padahal, menurut dia, penanggulangan DBD yang efektif melalui pemutusan rantai siklus nyamuk dewasa maupun jentiknya dengan pemberantasan sarang nyamuk dengan cara 3 M plus (menguras, menutup dan mengubur).
"Plusnya dengan abatisasi di tempat penampungan air atau dengan kearifan lokal menaruh ikan di bak penampungan air," kata dia.
Tidak hanya itu, katanya, gerakan pemberantasan sarang nyamuk harus dilakukan secara rutin sebelum musim penularan terjadi sesuai peta daerah endemik.
"Pengasapan hanya membunuh nyamuk dewasa, tidak jentiknya. Selain itu pengasapan membutuhkan biaya yang mahal," ucapnya.
Oleh karena itu, kata dia, berbagai pihak harus ikut mendorong masyarakat untuk melakukan gerakan 3 M plus sebagai usaha mencegah penyebaran penyakit DBD. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017