Surabaya (Antara Jatim) - Kesadaran para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam mendukung program amnesti pajak serta mengikutinya di wilayah Jawa Timur sudah mulai terlihat pada periode kedua, dan jumlah mereka yang mengikuti pun meningkat dibanding periode sebelumnya.

Berdasarkan Surat Pernyataan Harta (SPH) di Direktorat JenderaL Pajak (DJP) Jawa Timur I,  Badan UMKM wilayah setempat yang tercatat mengikuti program amnesti pajak periode kedua hingga pekan kedua Maret 2017 mencapai 1.479 badan atau 13,24 persen, sedangkan periode pertama hanya 868 badan atau 2,91 persen.

Sama halnya untuk Objek Pajak (OP) UMKM yang mengikuti pada pekan kedua mencapai 4.079 orang atau 36,52 persen, dibanding periode pertama yang mencapai 2.821 orang atau 9,45 persen.

Kepala Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan DJP Jatim I Ardhie Permadi mengakui, meningkatnya jumlah UMKM dalam mengikuti program pemerintah tersebut merupakan kabar baik, sebab kesadaran itu akan memperkuat perekonomian nasional.

Ia mengatakan, secara nilai pelaku UMKM dalam mengikuti program amnesti pajak memang sangat kecil dibanding dengan industri, namun secara kesadaran dan kuantitas jumlahnya sudah cukup bagus, dan menunjukkan keseriusan para pelaku UMKM dalam berbangsa dan bernegara.

Ardhie optimistis, hingga akhir periode kedua nanti akan lebih banyak UMKM yang mengikuti program amnesti pajak, sebab hingga kini masih ada permintaan untuk mengadakan sosialisasi mengenai tata cara dalam mengikuti program tersebut.  

"Kami tidak akan berhenti dan kami sudah rencanakan untuk membuka jadwal pada Sabtu dan Minggu. Intinya kami selalu terbuka kepada wajib pajak (WP), dan kami sedang adanya keinginan para WP untuk datang ke kantor kami," katanya.

Berdasarkan data terakhir realisasi periode kedua di DJP Jatim I sesuai penerimaan Surat Setoran Pajak (SSP) tercatat sebesar Rp109 miliar dengan kontribusi tiga sektor, yakni industri pengolahan dan perdagangan besar, Jasa Keuangan dan perbankan serta UMKM.

"Sektor UMKM dari total keseluruhan memang masih kecil 0,5 persen, dan yang mendominasi adalah industri pengolahan dan perdagangan besar, serta jasa keuangan dan perbankan," katanya.

Sedangkan Badan Non UMKM yang mengikuti program periode dua mencapai 1.105 atau 9,89 persen, lebih tinggi periode pertama yang tercatat mencapai 4.335 atau 14,52 persen, sedangkan OP non UMKM tercatat periode kedua mencapai 4.506 atau 40,34 persen, dan periode pertama mencapai 21.823 atau 73,12 persen.

Kepala Kanwil DJP Jatim II Irawan mengakui sejak awal Dirjen Pajak di wilayah Jatim fokus membidik pelaku UMKM, karena pada periode pertama perolehan peserta amnesti pajak untuk UMKM masih sekitar Rp50 miliar, dari total 2.800 UMKM.

"Maka periode kedua ini diharapkan akan ada sekitar 10 hingga 15 ribu UMKM di Jawa Timur yang melaporkan kekayaan mereka," katanya.

Ia mengatakan, khusus di Sidoarjo banyak pelaku UMKM yang disinyalir belum melaporkan pajaknya, sehingga pihaknya mendorong kesadarannya untuk melaporkan kepada petugas pajak.

"Di Sidoarjo banyak industri UMKM yang bergerak di bidang sepatu dan juga kerupuk yang diharapkan pada periode kedua ini sudah melaporkan nilai pajak mereka," katanya.

Dikatakannya, beberapa fasilitas yang diberikan kepada pelaku UMKM dalam mengikuti amnesti pajak antara lain memberikan kemudahan berupa laporan hanya menggunakan tulisan tangan tanpa harus menggunakan perangkat lunak seperti program exel atau yang lainnya.

"Fasilitas kemudahan ini yang kami harapkan bisa membantu kepada para wajib pajak, terutama untuk pelaku UMKM supaya bisa memberikan laporan pajak mereka pada periode kedua ini," katanya.

Sementara itu, Kanwil DJP Jawa Timur II selama periode pertama sudah ada sekitar 10 ribu WP mengikuti amnesti pajak dengan total tebusan senilai Rp1,34 triliun, yang terbagi dari laporan Badan UMKM mencapai Rp171 miliar, dan Objek Pajak senilai Rp1,1 triliun dan sisanya perorangan UMKM.

"Tujuan dari amnesti pajak ini adalah demi meningkatkan pertumbuhan nasional. Selain itu  meningkatkan basis perpajakan nasional, yaitu aset yang disampaikan dalam permohonan pengampunan pajak dapat dimanfaatkan untuk perpajakan yang akan datang," katanya.

Meski demikian, kedua pejabat itu mengakui tidak ada target secara per wilayah dalam membidik para UMKM untuk mengikuti program amnesti pajak, sebab keberadaan target hanya ada pada pencapaian Dirjen Pajak pusat.

Namun demikian, total realisasi di seluruh wilayah Jatim kini sudah di atas potensi yang ditetapkan Dirjen Pajak pusat, yakni dari Rp11 trilun dan tercapai sementara Rp13,4 triliun per Desember 2016.

Rekonsiliasi Ekonomi

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surabaya Jamhadi mengatakan hasil baik pada program amnesti pajak harus dikelola dengan cara baik pula, agar bisa memperkuat ekonomi Indonesia.

"Program amnesti pajak ini merupakan momen rekonsiliasi ekonomi, dan diharapkan dapat digunakan untuk belanja dengan tepat. Jadi uanganya jangan untuk beli surat utang, ini bahaya," katanya.

Ia mengatakan, sejumlah pengusaha yang berbisnis di luar negeri awalnya khawatir dan takut, namun karena dorongan kesadaran cinta kepada bangsanya mereka mempunyai harapan agar dananya bisa bermanfaat.

"Beberapa pengusaha yang juga berbisnis di luar negeri saat ini sedang mengalami tekanan yang luar biasa, sehingga diharapkan Indonesia mampu membantu mereka dengan memanfaatkan dana repatriasi yang masuk," tambahnya.

Ia berharap, salah satu pemanfaatan yang tepat bagi dana repatriasi adalah untuk pengembangan insfrastruktur dan angkutan barang, sebab apabila adanya koneksi angkutan barang otomatis ekonomi akan tumbuh.

"Dengan adanya koneksi yang bagus antardaerah akan menekan biaya logistik, dan harga-harga di sejumlah daerah bisa menjadi murah, serta ekonomi juga akan tumbuh," ucapnya.(*)

Pewarta: A Malik Ibrahim

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017