Banyuwangi (Antara Jatim) – Kementerian Pertanian (Kementan) RI membantu perluasan areal tanaman cabai di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, sebagian bagian dari upaya menstabilkan harga kebutuhan dapur itu di pasaran yang akhir-akhir ini melonjak naik.
"Banyuwangi ini salah satu sentra cabai terbesar nasional. Kami akan terus dorong potensinya. Salah satunya, kami akan berikan bantuan untuk perluasan area tanam agar pasokan cabai di Banyuwangi sebagai penyangga pasokan nasional tetap terjaga," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Hortikultura Kementan Spudnik Sujono saat berkunjung di Banyuwangi, Jumat.
Keterangan tertulis Humas Pemkab Banyuwangi menyebutkan Sujono mengunjungi daerah paling timur di Pulau Jawa itu selama tiga hari, 8 hingga 10 Februari 2017. Sujono bersama tim dari Kementan, mengunjungi sejumlah area tanam cabai rawit di Banyuwangi, seperti di Kecamatan Genteng, Cluring, Wongsorejo, dan Purwoharjo.
Sujono mengatakan, fenomena lonjakan harga cabai dalam kurun dua bulan terakhir ini cukup meresahkan masyarakat. Pihaknya terus berupaya untuk mencari solusi dan mengantisipasi agar lonjakan harga tersebut tidak terulang kembali.
"Saya sudah keliling ke berbagai daerah, terutama di Banyuwangi. Ternyata barangnya (cabai) ada, pasokannya cukup. Tapi mengapa lonjakan harga ini masih tetap berlangsung?" katanya.
Karena itu, menurut Sujono, salah satu solusinya adalah dengan mengontrol rantai pasokan cabai. Saat ini, Kementan bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian BUMN, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), dan kelompok tani di kawasan khusus.
"Selain itu, saya juga meminta daerah turut aktif mengendalikan harga di daerahnya. Misalnya, lewat skema kemitraan antara pemda dan petani. Pemda memberikan bantuan, saat panen petani bisa menjualnya langsung kepada Bulog. Ini perlu diatur hal semacam ini, jangan hanya pemain pasar yang menentukan harga, kita juga harus aktif. Apalagi ada TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah)," ujar Sujono.
Sementara Kepala Dinas Pertanian Pemkab Banyuwangi Arief Setiawan mengatakan pasokan cabai rawit di Banyuwangi hingga saat ini masih aman. Pada 2016, dari luas panen 3.596 hektare, produksi cabai rawit di Banyuwangi sebanyak 25.863 ton. Untuk pasokan cabai saat ini, produksi akhir terdapat 1022 hektare lahan, dengan cabai siap panen 1226 ton cabai.
"Untuk pasokan cabai Banyuwangi sendiri sudah cukup," kata Arief.
Untuk perluasan area tanam cabai rawit, Banyuwangi akan menambah lahan seluas 150 hektare yang tersebar di 10 kecamatan, seperti Pesanggaran, Srono, Songgon, Bangorejo, Siliragung, Muncar, Rogojampi, Cluring, Tegal Dlimo dan Purwoharjo.
Selain itu, Kementan juga akan membantu untuk perluasan lahan cabai merah besar seluas 50 hektare.
"Jadi nanti lahannya milik petani, namun akan kami bantu penuh segala kebutuhan petani. Mulai dari bibit, pestisida, hingga alat-alat pertanian yang mereka perlukan. Sebisa mungkin, akan kami penuhi," kata Arief.
Sebagai kontribusinya, para petani diminta untuk menjual hasil panennya pada pemerintah dengan harga yang telah disepakati bersama. Kesepakatan harga tersebut tertuang dalam 'memorandum of understanding' (MoU) yang telah ditandatangai kedua belah pihak sebelum masa tanam dimulai.
"Tentunya harga yang kami tawarkan tidak akan merugikan petani. Karena harga 'break event point' (BEP) mereka di kisaran Rp15.000, kami bisa membeli dengan harga Rp35.000. Petani tetap untung, harga pasar juga tetap bisa dikendalikan," kata Arief.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
"Banyuwangi ini salah satu sentra cabai terbesar nasional. Kami akan terus dorong potensinya. Salah satunya, kami akan berikan bantuan untuk perluasan area tanam agar pasokan cabai di Banyuwangi sebagai penyangga pasokan nasional tetap terjaga," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Hortikultura Kementan Spudnik Sujono saat berkunjung di Banyuwangi, Jumat.
Keterangan tertulis Humas Pemkab Banyuwangi menyebutkan Sujono mengunjungi daerah paling timur di Pulau Jawa itu selama tiga hari, 8 hingga 10 Februari 2017. Sujono bersama tim dari Kementan, mengunjungi sejumlah area tanam cabai rawit di Banyuwangi, seperti di Kecamatan Genteng, Cluring, Wongsorejo, dan Purwoharjo.
Sujono mengatakan, fenomena lonjakan harga cabai dalam kurun dua bulan terakhir ini cukup meresahkan masyarakat. Pihaknya terus berupaya untuk mencari solusi dan mengantisipasi agar lonjakan harga tersebut tidak terulang kembali.
"Saya sudah keliling ke berbagai daerah, terutama di Banyuwangi. Ternyata barangnya (cabai) ada, pasokannya cukup. Tapi mengapa lonjakan harga ini masih tetap berlangsung?" katanya.
Karena itu, menurut Sujono, salah satu solusinya adalah dengan mengontrol rantai pasokan cabai. Saat ini, Kementan bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian BUMN, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), dan kelompok tani di kawasan khusus.
"Selain itu, saya juga meminta daerah turut aktif mengendalikan harga di daerahnya. Misalnya, lewat skema kemitraan antara pemda dan petani. Pemda memberikan bantuan, saat panen petani bisa menjualnya langsung kepada Bulog. Ini perlu diatur hal semacam ini, jangan hanya pemain pasar yang menentukan harga, kita juga harus aktif. Apalagi ada TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah)," ujar Sujono.
Sementara Kepala Dinas Pertanian Pemkab Banyuwangi Arief Setiawan mengatakan pasokan cabai rawit di Banyuwangi hingga saat ini masih aman. Pada 2016, dari luas panen 3.596 hektare, produksi cabai rawit di Banyuwangi sebanyak 25.863 ton. Untuk pasokan cabai saat ini, produksi akhir terdapat 1022 hektare lahan, dengan cabai siap panen 1226 ton cabai.
"Untuk pasokan cabai Banyuwangi sendiri sudah cukup," kata Arief.
Untuk perluasan area tanam cabai rawit, Banyuwangi akan menambah lahan seluas 150 hektare yang tersebar di 10 kecamatan, seperti Pesanggaran, Srono, Songgon, Bangorejo, Siliragung, Muncar, Rogojampi, Cluring, Tegal Dlimo dan Purwoharjo.
Selain itu, Kementan juga akan membantu untuk perluasan lahan cabai merah besar seluas 50 hektare.
"Jadi nanti lahannya milik petani, namun akan kami bantu penuh segala kebutuhan petani. Mulai dari bibit, pestisida, hingga alat-alat pertanian yang mereka perlukan. Sebisa mungkin, akan kami penuhi," kata Arief.
Sebagai kontribusinya, para petani diminta untuk menjual hasil panennya pada pemerintah dengan harga yang telah disepakati bersama. Kesepakatan harga tersebut tertuang dalam 'memorandum of understanding' (MoU) yang telah ditandatangai kedua belah pihak sebelum masa tanam dimulai.
"Tentunya harga yang kami tawarkan tidak akan merugikan petani. Karena harga 'break event point' (BEP) mereka di kisaran Rp15.000, kami bisa membeli dengan harga Rp35.000. Petani tetap untung, harga pasar juga tetap bisa dikendalikan," kata Arief.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017