Jakarta, (Antara) - "Ini isu manajemen, sekali lagi ini isu manajemen, jangan ditarik-tarik menjadi isu personal atau isu politik".

Demikian pernyataan Presiden Joko Widodo saat menjelaskan alasan penunjukan terhadap Ignasius Jonan dan Arcandra Tahar yang masing-masing dipercaya kembali masuk dalam Kabinet Kerjai. Jonan dilantik pada Jumat (14/10) lalu sebagai Menteri ESDM, sedangkan Arcandra menjadi Wakil Menteri ESDM.

Menjelang dua tahun pemerintahan kerja dari Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla pada 20 Oktober 2016, melakukan perombakan kabinet ("reshuflle") pada Kabinet Kerja ini menjadi salah satu peristiwa penting dan menarik perhatian publik.

Jonan dan Arcandra adalah dua nama yang pernah masuk, keluar, dan masuk lagi dalam jajaran Kabinet Kerja selama pemerintahan kerja pimpinan Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla.

Jonan dan Arcanda mengukir sejarah baru dalam sejarah pembentukan kabinet di Indonesia dengan mencatatkan nama mereka sebagai orang yang masuk, keluar, dan masuk lagi dalam jajaran kabinet pada satu kurun pemerintahan Presiden Jokowi, sepanjang pemerintahan presidensial di Indonesia.

Enam hari setelah pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengucapkan sumpah jabatan pada 20 Oktober 2014, Kabinet Kerja terbentuk dan Ignasius Jonan dipercaya menjabat Menteri Perhubungan. Jonan harus keluar dari kabinet dan diganti oleh Budi Karya Sumadi pada 27 Juli lalu.

Sejak Juli lalu, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan juga merangkap jabatan sebagai Menteri ESDM.

Sementara Arcandra Tahar yang ditunjuk sebagai Menteri ESDM pada Juli lalu, sekitar 20 hari kemudian dicopot dari jabatannya pada 15 Agustus lalu karena terbentur persoalan dwikewarganegaraan.


Sebelumnya posisi Wakil Menteri ESDM pada pemerintahan Jokowi, kosong. Wakil Menteri ESDM terakhir pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dijabat oleh Susilo Siswo Utomo sejak 15 Januari 2013 hingga 20 Oktober 2014.

Dengan hak prerogatif yang dimilikinya, Presiden Jokowi menjadi kepala negara dan kepala pemerintahan pertama di Indonesia yang melakukan perombakan kabinet, tetapi memasukkan kembali orang-orang yang telah dikeluarkan dari kabinet untuk masuk kembali dalam jajaran Kabinet Kerja.

Belum lagi pengumuman dan pelantikan Jonan dan Arcandra oleh Presiden belum diketahui publik sebagaimana umumnya pengumuman dan pelantikan menteri baru. Jonan mengaku dipanggil Presiden Jokowi dua jam sebelum diumumkan dan dilantik kembali sebagai menteri.

Kondisi yang tidak banyak diketahui publik ini berbeda dengan pengumuman dan pelantikan hasil perombakan kabinet (reshuffle) jilid I pada 12 Agustus 2015 dan jilid II pada 27 Juli 2016.

Beberapa bulan sebelum "reshuffle" jilid I, publik sudah mendengar wacana dan rencana pergantian menteri di antara 38 menteri dalam Kabinet Kerja yang dilantik Jokowi pada 26 Oktober 2014.

Menkopolhukam Tedjo Edhy Pudijatno digantikan oleh Luhut Binsar Panjaitan yang juga menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan, sebelum kemudian Teten Masduki yang ditunjuk sebagai Kepala Staf Kepresidenan.

Menko Perekonomian Sofjan Djalil digantikan oleh mantan Gubernur BI Darmin Nasution. Sofjan Djalil bergeser menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengantikan Andrinof Chaniago.

Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo digantikan oleh Rizal Ramli, mantan Menko Perekonomian era Presiden KH Abdurahman Wahid atau Gus Dur.

Menteri Perdagangan Rachmat Gobel digantikan oleh pengusaha Thomas Lembong. Sekretaris Kabinet Andy Widjajanto digantikan oleh mantan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Pramono Anung.

Begitu pula menjelang "reshuffle" jilid II, publik telah mengetahui rencana pergantian menteri, terlebih terjadi polemik dan silang pendapat antara Menko Kemaritiman Rizal Ramli dan Menteri ESDM Sudirman Said.

Selain itu, juga telah tercium kabar kembalinya dua mantan menteri pada pemerintahan-pemerintahan sebelumnya yang kembali menjadi menteri.

Memang terbukti, "reshuffle" jilid II pada 27 Juli 2016 terjadi dan mengundang beragam fakta menarik. Salah satu yang menarik adalah kemunculan anak mantan menteri yang menduduki jabatan yang sama dengan ayahnya, yakni Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang menduduki jabatan yang sama dengan yang pernah diduduki ayahnya Hartarto Sastrosoenarto pada  Kabinet Pembangunan IV (1983-1988) dan Kabinet Pembangunan V (1988-1993) pada era pemerintahan Presiden Soeharto.

Hartarto Sastrosoenarto bahkan terus dipercaya sebagai Menko Produksi dan Distribusi pada Kabinet Pembangunan VI (1993-1998) dan Menko Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara pada Kabinet Pembangunan VII (1998-1999).

Airlangga menjadi orang kedua, setelah Lukman Hakim Saifuddin, yang juga menduduki jabatan yang sama dengan ayahnya, Saifuddin Zuhri, yang pernah berkali-kali menjabat Menteri Agama pada era pemerintahan Presiden Soekarno yakni pada Kabinet Kerja III (1962), Kabinet Kerja IV (1963), Kabinet Dwikora (1964), Kabinet Dwikora II (1966), hingga awal Presiden Soeharto pada Kabinet Ampera I (1966-1967).

Lukman Hakim Saifuddin menduduki jabatan Menteri Agama sejak beberapa bulan sebelum pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berakhir hingga kini pada era pemerintahan Presiden Jokowi.

Fakta menarik lainnya adalah kembalinya menteri pada posisi yang sama setelah bertahun-tahun ditinggalkan, yakni Wiranto yang kembali menduduki jabatan Menkopolhukam dan Sri Mulyani Indrawati yang menggawangi kembali jabatan Menteri Keuangan.

Wiranto pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid pernah menduduki jabatan Menkopolhukam kurang dari lima bulan, yakni sejak 26 Oktober 1999 hingga 15 Februari 2000.

Mantan Panglima TNI (16 Februari 1998 hingga 26 Oktober 1999) merangkap Menhankam (14 Maret 1998 hingga 20 Oktober 1999) itu pernah terkena "reshuffle" oleh Presiden Abdurrahman Wahid.

Sri Mulyani pada masa pemerintahan Presiden Yudhoyono pernah menduduki jabatan Menteri Keuangan pada Kabinet Indonesia Bersatu II (7 Desember 2005 hingga 20 Mei 2010) dan sempat merangkap menjadi Pelaksana Tugas Menko Perekonomian pada 13 Juni 2008 hingga 20 Oktober 2009.

Wanita pertama yang menjadi Menteri Keuangan terbaik Asia tahun 2006 itu kemudian menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia di Washington DC, AS, sejak 1 Juni 2010, sekaligus menjadi orang Indonesia pertama yang menduduki jabatan itu.

Sebelumnya, Sri Mulyani pernah menduduki jabatan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas pada Kabinet Indonesia Bersatu (21 Oktober 2004 hingga 7 Desember 2005).

Jabatan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Saleh Husin dari jabatan Menteri Perindustrian. Yuddy digantikan oleh politisi PAN Asman Abnur, sedangkan Saleh Husin digantikan oleh Airlangga Hartarto.

Politisi Partai NasDem Ferry Mursyidan Baldan tersingkir dari jabatan Menteri Agraria dan Tata Ruang /Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) digantikan oleh Sofyan Djalil.

Sofyan Djalil digeser oleh Bambang Brodjonegoro dari jabatan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Sofyan Djalil selalu terkena "reshuffle" pada pemerintahan Presiden Jokowi, tetapi masih berada di jajaran kabinet karena hanya mengalami pergeseran, dari Menko Perekonomian pada 2014 lalu ke Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas pada 2015, dan sejak kini menjabat Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN.

Sofyan Djalil tampaknya menorehkan rekor atas namanya sendiri dalam tiga tahun terakhir berpengalaman menjabat jabatan tiga menteri secara bergantian tiap tahun.

Pada pemerintahan Presiden SBY yakni pada Kabinet Indonesia Bersatu, Sofyan Djalil menduduki jabatan Menteri Komunikasi dan Informatika pada 21 Oktober 2004 hingga 9 Mei 2007 dan Menteri BUMN pada 9 Mei 2007 hingga 20 Oktober 2009.

Kedekatannya dengan Wapres Jusuf Kalla menjadi salah satu faktor mempertahankan jabatan menteri bagi Sofyan Djalil karena bila dipandang dari sisi kinerja pada bidang yang dijabatnya, tidak mungkin dalam tiga tahun terakhir ini bisa menjabat jabatan menteri pada pos yang berbeda-beda.

Menteri yang terbilang masih muda tetapi terkena "reshuffle" adalah Mendikbud Anies Baswedan yang berusia 47 tahun, dan jabatannya digantikan oleh mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Muhajir Effendi yang berusia 52 tahun. Kini Anies Baswedan menjadi salah satu calon Gubernur DKI Jakarta untuk pilkada serentak 15 Februari 2017.

Menko Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli digantikan oleh Luhut Binsar Pandjaitan yang sekaligus menjabat Menteri ESDM untuk menggantikan Sudirman Said.

Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dari Marwan Jafar kepada Eko Putro Sanjoyo yang sebelumnya menjabat Bendahara Umum PKB.

Menteri Perdagangan Thomas Limbong digantikan oleh politisi NasDem Enggartiasto Lukita. Thomas kemudian ditunjuk sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Presiden Jokowi tentu saja memiliki kewenangan penuh untuk memimpin, mengelola, dan mengendalikan para menteri dalam jajaran pemerintahannya, dengan kemampuan manajerial yang dia yakini dapat mempercepat capaian dari kerja-kerja yang dilakukan.

Presiden memiliki hak prerogatif untuk mempertahankan atau mengganti para menterinya selama masa pemerintahannya setiap saat sepanjang diperlukan. Tentu saja Presiden ingin menghasilkan yang terbaik dari capaian kinerja pemerintahannya.(*)

Pewarta: Budi Setiawanto *)

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016