Oleh Budi Setiawanto Jakarta (Antara) - Keluarga besar Perum Lembaga Kantor Berita Nasional Antara berduka. Salah satu putera terbaiknya, Soebagijo Ilham Notodidjojo, wafat dalam usia 89 tahun, Selasa selepas subuh. Soebagijo IN - demikian kesukaan almarhum semasa hidupnya menuliskan namanya - dikenal sebagai pencatat sejarah dan "kamus hidup" pers Indonesia. Ada 42 buku hasil tulisannya, antara lain "Lima Windu Antara Sejarah dan Perjuangannya" (1978), "Jagad Wartawan Indonesia" (1981), menjadi rujukan bagi siapapun untuk mengenal dan memahami perjalanan sejarah pers Indonesia. Semua buku karyanya itu tersimpan dalam rak tersendiri berdampingan dengan deretan buku lain yang hampir semua tentang sejarah pers. Lebih dari 3.000 buku ada di rumahnya, termasuk buku tua kamus Jawa-Belanda beraksara Jawa dan latin yang dicetak pada 1875. Banyak peneliti datang ke rumahnya untuk mendapatkan bahan penelitian. Sejak kecil, pria kelahiran Blitar, Jawa Timur, 5 Juli 1924 senang pada kegiatan tulis menulis. Walaupun ayahnya, Ilham Notodidjojo, dan ibunya berprofesi sebagai guru dan mengarahkan anak ketiga dari lima anaknya itu untuk mengikuti profesi kedua orangtuanya, dia lebih menyukai tulis menulis untuk menjadi wartawan. Semasa kecil dia sering dimintai tolong oleh ayahnya untuk mengambil koran langganan dan dia sering membaca duluan. Ia mulai mengenal tokoh-tokoh nasional dan internasional melalui surat kabar. Ia membayangkan betapa senangnya menulis sesuatu yang kemudian dibaca banyak orang. Ia menulis di Taman Bocah (kejawen) Jakarta dan di Taman Poetra (swara tama) Yogyakarta. Ia aktif berorganisasi di Pemuda Muhammadiyah dan Pandu Hizbul Wathon. Pada masa revolusi ia menjadi anggota Ikatan Pelajar Indonesia dan pucuk pimpinan Gerakan Pemuda Islam Indonesia di Yogyakarta. Pada awal revolusi 1945, ia memimpin redaksi Api Merdeka dan setahun kemudian saat usianya 22 tahun, ia menjadi wartawan LKBN Antara Biro Yogyakarta. Saat berusia 25 tahun, buku pertamanya, "Pengukir Soekarno" yang berisi biografi ibunda Presiden I RI Soekarno terbit. Pada 1949, ia menjadi Pemimpin Redaksi Penyebar Semangat hingga mengundurkan diri pada 1957 untuk kemudian bergabung di LKBN Antara Jakarta. Pengalaman jurnalistik ke berbagai daerah dan penjuru dunia dia dokumentasikan, terlebih setelah kembali dari Beograd tahun 1968 menjadi Kepala Perpustakaan dan Dokumentasi LKBN Antara hingga pensiun pada 1981. Lulusan Fakultas Sastra Universitas Indonesia tetap menulis di berbagai surat kabar dan majalah serta buku. Kini Soebagijo IN telah pergi meninggalkan isteri, Siti Supiah, dan enam putera-puteri Budi Setiawan, Budi Sawitri, Budi Lastiti, Budi Saraswati, Budi Widiastuti, dan Budi Prawitasari. Keluarga besar LKBN Antara kehilangan wartawan senior yang sangat produktif bahkan sampai akhir hayatnya. Menurut Direktur Pemberitaan LKBN Antara Akhmad Kusaeni, Soebagijo dikenal sebagai wartawan penulis sejarah, termasuk sejarah kantor berita nasional tempatnya bekerja. Buku-buku karya monumental Soebagijo menjadi acuan siapapun tentang perkembangan sejarah pers di Indonesia. Soebagijo menjadi tempat bertanya mengenai tokoh-tokoh pers dan media yang hidup dan terbit pada masa pergerakan sebelum kemerdekaan, zaman Orde Lama, Orde Baru sampai pasca reformasi, tuturnya. "Saya menyebut Pak Soebagijo sebagai ensiklopedia berjalan mengenai pers Indonesia. Kami sangat kehilangan beliau," ujar Akhmad Kusaeni. Figur dan keteladanan Soebagijo katanya, akan tetap hidup dan dikenang melalui buku-buku dan karya tulisnya. "Selamat jalan wartawan sejati," kata Direktur Pemberitaan LKBN Antara Akhmad Kusaeni.(*)
Obituari - Tokoh Pers Soebagijo IN dalam Kenangan
Selasa, 17 September 2013 11:18 WIB