Surabaya (Antara Jatim) - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mendukung keputusan Senat Perancis menolak penerapan kebijakan kemasan polos rokok di negaranya terkait pengumuman Komite Sosial dalam senat yang dipimpin oleh Richard Yung pada 22 Juli 2015.
"Sejumlah alasan terkait keputusan tersebut di antaranya kekhawatiran bahwa kebijakan kemasan polos rokok akan melanggar undang-undang hak cipta. Selain itu, kebijakan kemasan rokok polos akan meningkatkan peredaran rokok palsu di negara tersebut," kata Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional APTI, Budidoyo, di Surabaya, Jumat.
Dukungan terhadap penolakan itu, ungkap dia, merupakan keputusan terbaik mengingat kebijakan tersebut tidak disertai bukti ilmiah yang menyatakan efektivitasnya dalam menurunkan angka perokok. Bahkan pihaknya merasa senang bahwa aspirasi petani tembakau Indonesia yang menolak kebijakan kemasan polos merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan oleh Senat Perancis.
"Perjuangan petani tembakau belum berakhir untuk melawan ancaman kebijakan kemasan polos," ujarnya.
Kebijakan tersebut, jelas dia, sekaligus merupakan bentuk diskriminasi terhadap produk tembakau sebagai salah satu komoditas strategis Indonesia.
Di sisi lain, kebijakan tersebut mampu melemahkan daya saing produk tembakau Indonesia di negara-negara yang menerapkannya.
"Dengan begitu, dapat mengakibatkan penurunan permintaan bahan baku tembakau dari petani yang telah menopang kebutuhan pasar dalam negeri dan juga pasar ekspor," katanya.
Ia menambahkan, guna menyikapi kebijakan kemasan polos rokok maka saat ini Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan sedang melakukan proses sengketa dagang dengan Australia di WTO.
Di samping itu, kebijakan kemasan polos rokok juga mencederai hak negara anggota WTO.
"Khususnya di bawah perjanjian Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) dan mempunyai implikasi luas terhadap perdagangan dunia. Bahkan dapat berpotensi menghambat ekspor rokok Indonesia," katanya.
Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi, menyatakan, kebijakan itu juga akan berdampak langsung pada kehidupan petani tembakau dan industri rokok nasional.
"Kemasan polos rokok merupakan salah satu bentuk pedoman yang diformulasikan dalam Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau, atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang diusung oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, para petani tembakau memperkirakan perkembangan FCTC kian mengancam keberadaan petani tembakau secara sistematis. Contoh melalui berbagai pedomannya yang eksesif dan tidak rasional terutama kemasan polos rokok.
"Pada 9 Juni lalu, ratusan petani tembakau Indonesia yang tergabung dalam APTI, Gerakan Masyarakat Tembakau Indonesia (GEMATI), dan Asosiasi Petani Tembakau Organik Karya Tani Manunggal (APTO KTM) telah melakukan aksi damai di depan Kedutaan Besar Perancis di Jakarta. Aksi itu untuk menyatakan penolakan mereka atas wacana kebijakan kemasan polos yang direncanakan oleh Pemerintah Perancis," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
"Sejumlah alasan terkait keputusan tersebut di antaranya kekhawatiran bahwa kebijakan kemasan polos rokok akan melanggar undang-undang hak cipta. Selain itu, kebijakan kemasan rokok polos akan meningkatkan peredaran rokok palsu di negara tersebut," kata Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional APTI, Budidoyo, di Surabaya, Jumat.
Dukungan terhadap penolakan itu, ungkap dia, merupakan keputusan terbaik mengingat kebijakan tersebut tidak disertai bukti ilmiah yang menyatakan efektivitasnya dalam menurunkan angka perokok. Bahkan pihaknya merasa senang bahwa aspirasi petani tembakau Indonesia yang menolak kebijakan kemasan polos merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan oleh Senat Perancis.
"Perjuangan petani tembakau belum berakhir untuk melawan ancaman kebijakan kemasan polos," ujarnya.
Kebijakan tersebut, jelas dia, sekaligus merupakan bentuk diskriminasi terhadap produk tembakau sebagai salah satu komoditas strategis Indonesia.
Di sisi lain, kebijakan tersebut mampu melemahkan daya saing produk tembakau Indonesia di negara-negara yang menerapkannya.
"Dengan begitu, dapat mengakibatkan penurunan permintaan bahan baku tembakau dari petani yang telah menopang kebutuhan pasar dalam negeri dan juga pasar ekspor," katanya.
Ia menambahkan, guna menyikapi kebijakan kemasan polos rokok maka saat ini Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan sedang melakukan proses sengketa dagang dengan Australia di WTO.
Di samping itu, kebijakan kemasan polos rokok juga mencederai hak negara anggota WTO.
"Khususnya di bawah perjanjian Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) dan mempunyai implikasi luas terhadap perdagangan dunia. Bahkan dapat berpotensi menghambat ekspor rokok Indonesia," katanya.
Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi, menyatakan, kebijakan itu juga akan berdampak langsung pada kehidupan petani tembakau dan industri rokok nasional.
"Kemasan polos rokok merupakan salah satu bentuk pedoman yang diformulasikan dalam Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau, atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang diusung oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, para petani tembakau memperkirakan perkembangan FCTC kian mengancam keberadaan petani tembakau secara sistematis. Contoh melalui berbagai pedomannya yang eksesif dan tidak rasional terutama kemasan polos rokok.
"Pada 9 Juni lalu, ratusan petani tembakau Indonesia yang tergabung dalam APTI, Gerakan Masyarakat Tembakau Indonesia (GEMATI), dan Asosiasi Petani Tembakau Organik Karya Tani Manunggal (APTO KTM) telah melakukan aksi damai di depan Kedutaan Besar Perancis di Jakarta. Aksi itu untuk menyatakan penolakan mereka atas wacana kebijakan kemasan polos yang direncanakan oleh Pemerintah Perancis," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015