Tulungagung (Antara Jatim) - Aktivis lingkungan menengarai kondisi air Sungai Ngrowo yang membelah Kota Tulungagung, Jawa Timur telah tercemar limbah berat sehingga membahayakan kesehatan lingkungan karena bisa meresap ke dalam tanah dan bercampur air sumur warga sekitar bantaran.
"Pencemaran yang terjadi sudah masuk kategori skala berat karena banyak biota sungai yang saat ini sudah punah," kata Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi, Mohamad Ichwan di Tulungagung, Jumat.
Ia menjelaskan, tingkat pencemaran air sungai diindikasikan oleh dominasi biota yang mampu bertahan di dalam air yang tercemar, yaitu cacing sutra (tubifex sp), kijing (unionidae) dan ikan cakar lumut.
Selain itu, banyaknya tumbuhan enceng gondok menunjukkan bahwa kualitas air sungai telah tercemar limbah anorganik.
"Pencemaran Kali Ngrowo telah menyebabkan hilangnya biota asli sungai seperti ikan wader, ikan loh, udang, betek, sepat dan jenis ikan–ikan lain yang sekarang sudah tidak dijumpai lagi di sungai itu," ujarnya.
Ichwan menambahkan, pencemaran diperparah oleh kesadaran dan kepedulian lingkungan masyarakat yang masih rendah.
Hal ini terlihat secara faktual dari budaya masyarakat yang membuang sampah sembarangan ke sungai.
"Hampir semua rumah tangga dan industri menyalurkan limbah mereka ke sungai tanpa proses pengolahan (limbah) secara memadai. Kalau pencemaran sungai ini terus berlanjut maka sungai akan menjadi tempat penyebaran bakteri," kata Ichwan.
Salah satu bakteri berbahaya yang muncul dari kondisi air Sungai Ngrowo yang tercemar adalah bakteri ecolly, salah satunya dan akan mencemari sumur-sumur warga di sekitar bantaran sungai.
Menurut hasil penelitian PPLH Mangkubumi, lanjut Ichwan, hampir 85 persen masyarakat pinggir Sungai Ngrowo mengkonsumsi air minum dari sumur tanah yang diduga telah terkontaminasi air sungai yang tercemar.
"Kami akan terus melakukan pemantauan kualitas air sungai dengan metode biotilik. Hasilnya nanti akan dipublikasikan secara terbuka di sekitar bantaran sungai agar masyarakt tahu akan status sungai dalam keadaan tercemar berat, tercemar ringan atau masih kondisi baik sekali," paparnya.
Pihak PPLH Mangkubumi sendiri sebelumnya telah melakukan penelitian dengan metode biotilik, yakni dengan meneliti keragaman dan jenis biota yang berkembang pada satu aliran sungai.
Penelitian tersebut dilakukan bersama sejumlah pelajar, guru, dan masyarakat sekitar dengan mengambil beberapa sampel air dan lumpur dari dasar sungai untuk diteliti kondisi biota yang ada.
Ichwan mengatakan, saat ini kondisi Sungai Ngrowo telah berubah 180 derajat. Jika dibanding pada tahun-tahun sebelum Terowongan Niama dibangun, debit air Sungai Ngrowo saat ini menjadi tidak stabil.
Jika musim kemarau airnya mengecil sedang jika musim hujan sering terjadi banjir.
Selain itu, Sungai Ngrowo saat ini terlihat sangat kotor karena beberapa titik dijadikan sebagi tempat pembuangan sampah oleh masyarakat di sekitar bantaran sungai. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
"Pencemaran yang terjadi sudah masuk kategori skala berat karena banyak biota sungai yang saat ini sudah punah," kata Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi, Mohamad Ichwan di Tulungagung, Jumat.
Ia menjelaskan, tingkat pencemaran air sungai diindikasikan oleh dominasi biota yang mampu bertahan di dalam air yang tercemar, yaitu cacing sutra (tubifex sp), kijing (unionidae) dan ikan cakar lumut.
Selain itu, banyaknya tumbuhan enceng gondok menunjukkan bahwa kualitas air sungai telah tercemar limbah anorganik.
"Pencemaran Kali Ngrowo telah menyebabkan hilangnya biota asli sungai seperti ikan wader, ikan loh, udang, betek, sepat dan jenis ikan–ikan lain yang sekarang sudah tidak dijumpai lagi di sungai itu," ujarnya.
Ichwan menambahkan, pencemaran diperparah oleh kesadaran dan kepedulian lingkungan masyarakat yang masih rendah.
Hal ini terlihat secara faktual dari budaya masyarakat yang membuang sampah sembarangan ke sungai.
"Hampir semua rumah tangga dan industri menyalurkan limbah mereka ke sungai tanpa proses pengolahan (limbah) secara memadai. Kalau pencemaran sungai ini terus berlanjut maka sungai akan menjadi tempat penyebaran bakteri," kata Ichwan.
Salah satu bakteri berbahaya yang muncul dari kondisi air Sungai Ngrowo yang tercemar adalah bakteri ecolly, salah satunya dan akan mencemari sumur-sumur warga di sekitar bantaran sungai.
Menurut hasil penelitian PPLH Mangkubumi, lanjut Ichwan, hampir 85 persen masyarakat pinggir Sungai Ngrowo mengkonsumsi air minum dari sumur tanah yang diduga telah terkontaminasi air sungai yang tercemar.
"Kami akan terus melakukan pemantauan kualitas air sungai dengan metode biotilik. Hasilnya nanti akan dipublikasikan secara terbuka di sekitar bantaran sungai agar masyarakt tahu akan status sungai dalam keadaan tercemar berat, tercemar ringan atau masih kondisi baik sekali," paparnya.
Pihak PPLH Mangkubumi sendiri sebelumnya telah melakukan penelitian dengan metode biotilik, yakni dengan meneliti keragaman dan jenis biota yang berkembang pada satu aliran sungai.
Penelitian tersebut dilakukan bersama sejumlah pelajar, guru, dan masyarakat sekitar dengan mengambil beberapa sampel air dan lumpur dari dasar sungai untuk diteliti kondisi biota yang ada.
Ichwan mengatakan, saat ini kondisi Sungai Ngrowo telah berubah 180 derajat. Jika dibanding pada tahun-tahun sebelum Terowongan Niama dibangun, debit air Sungai Ngrowo saat ini menjadi tidak stabil.
Jika musim kemarau airnya mengecil sedang jika musim hujan sering terjadi banjir.
Selain itu, Sungai Ngrowo saat ini terlihat sangat kotor karena beberapa titik dijadikan sebagi tempat pembuangan sampah oleh masyarakat di sekitar bantaran sungai. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015