Pamekasan (Antara Jatim) - Keluarga korban carok massal di Desa Pamoroh, Pamekasan, Pulau Madura, Jawa Timur, hingga kini masih sering diteror oleh orang tak dikenal, karena memprotes penetapan tersangka oleh polisi dari seharusnya 10 orang, hanya empat orang.
Zainuddin, keponakan korban carok meninggal dunia dalam peristiwa yang terjadi pada 20 November 2014, yakni Marsuki dan Hannan, mengaku, teror yang disampaikan kepala keluarga korban berupa telepon gelap.
"Penelpon itu mengancam, akan kembali membunuh keluarga kami, apabila kami terus mendesak polisi untuk menangkap tersangka lain," katanya kepada Antara di Pamekasan, Sabtu.
Teror dari penelpon gelap itu sering terjadi, sejak keluarga korban carok itu, berunjuk rasa ke Mapolres Pamekasan beberapa hari lalu. Padahal aksi yang dilakukan keluarga korban hanya untuk memperjuangkan keadilan, dan menolak dugaan praktik rekayasa dalam penetapan tersangka.
Penelpon menggunakan nomor tersembunya (private number), sehingga nomor yang digunakan tidak terlacak.
Teror yang dialami keluarga korban carok massal ini, tidak hanya berupa telepon dari penelpon gelap, akan tetapi juga secara langsung.
Zainuddin menuturkan, pernah pada suatu hari, saat sebelum sidang pada tanggal 16 April 2015, ia dicegat oleh dua orang tak dikenal di Dusun Rong Delem, Desa Pamaroh, Kecamatan Kadur, Pamekasan sekitar pukul 21.30 WIB.
Kedua orang itu meminta kepada Zainuddin agar tidak menghadirkan dua orang saksi anak bernama Assaikur Ràhman dan Andi Rais.
Namun permintaan kedua orang ditolak oleh Zainuddin, bahkan ia meminta, agar persoalan kasus carok yang kini disidangkan di Pengadilan Negeri Pamekasan itu dihadapi secara terbuka, bukan cara melakukan teror seperti itu.
"Saya sampaikan kepada dua orang tak dikenal yang mencegat saya waktu itu, ayo berhadapan secara jantan, jangan main belakang," tuturnya.
Saat menemui dirinya, kedua orang itu tidak menampakkan wajahnya dan pergi begitu saja, setelah permintaannya ditolak untuk tidak menghadirkan saksi anak dibawah umur yang merupakan saksi kunci dan melihat secara langsung kasus carok massal yang menewaskan Marsuki dan Hannan itu.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Madura Sulaisi Abdurrazaq menyatakan, yang diperjuangkan keluarga korban hanya kepastian hukum. Sebab dari 10 orang pelaku carok massal itu, hanya empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka, sedang enam orang tersangka lainnya dilepas.
"Padahal kan dalam KUHP, orang terlibat, mendukung, dan membiarkan terjadinya carok itu juga masuk dalam tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 56 KUHP," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015