Surabaya (Antara Jatim) - Ombudsman Jawa Timur segera melakukan mediasi antara Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jatim dengan Gubernur Jawa Timur, Soekarwo guna mencegah unjuk rasa serikat pekerja (SP) secara anarkis.
Kepala Ombudsman Perwakilan Jawa Timur, Agus Widiyarta menyatakan, Ombudsman Jatim akan secepatnya memfasilitasi pertemuan Forkas Jatim dengan Gubernur Jatim Soekarwo. Tujuannya, untuk mengatasi berbagai permasalahan yang kini mengganggu kelancaran aktivitas industri manufaktur maupun jasa perdagangan di provinsi tersebut.
"Kami berperan mengawasi sistem layanan publik ketika ada penyimpangan antara lain awasi tentang perizinan dan ketenagakerjaan sesuai UU Nomor 37 Tahun 2008," katanya, usai melakukan pertemuan dengan Forkas Jatim di Surabaya, Minggu.
Wakil Ketua Forkas Jatim, Peter S Tjioe, mengemukakan, kian menurunnya kinerja industri padat karya di Jatim akibat terganggu permasalahan ketenagakerjaan. Situasi tersebut terlihat pada industri mebel, tekstil, dan sepatu. Bahkan, kini perkembangan dan daya saing industri itu semakin menurun dibandingkan industri sejenis di negara Asia Tenggara khususnya Vietnam dan Myanmar.
"Terkait aksi yang dilakukan sejumlah pekerja di berbagai perusahaan bukan unjuk rasa murni. Tapi, hanya dilakukan sebagian kecil pekerja yang didukung serikat pekerja tertentu dan bertujuan menutup pabrik dengan menghalangi pekerja untuk masuk pabrik," ucapnya.
Ia menjelaskan, beberapa kasus unjuk rasa yang didukung serikat pekerja di Jatim dan telah melumpuhkan aktivitas industri manufaktur terjadi di perusahaan konstruksi baja dan galvanish, PT Duta Cipta Pakarperkasa (DCP) Surabaya. Perusahaan itu sejak awal tahun mendapat protes dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) sehingga tidak mampu berproduksi hingga dua bulan.
"Selain itu, PT Prospek Manunggal Era Mandiri. Perusahaan mebel berorientasi ekspor di Kabupaten Mojokerto menghentikan kegiatan produksinya akibat terjadi persengketaan dengan serikat pekerja," ujarnya.
Permasalahan tersebut, tambah dia, dikarenakan sebagian besar pekerja mau menerima gaji sesuai kemampuan pihak manajemen yakni di bawah ketentuan UMK Kabupaten Mojokerto Rp2,695 juta/bulan. Akan tetapi, serikat pekerja menuntut di-PHK guna mendapatkan pesangon dua kali Peraturan Menteri Tenaga Kerja (PMTK) dengan nilai puluhan juta rupiah.
"Kini permasalahan itu sedang diproses di lembaga peradilan," tukasnya.
Pada kesempatan sama, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Timur, Sherlina Kawilarang, mengeluhkan, tentang banyaknya demo buruh yang ditujukan kepada perusahaan tekstil di Kabupaten Pasuruan yang tidak memiliki izin. Selain itu, pihak perusahaan bersangkutanpun tidak diberitahu sebelumnya.
"Sampai sekarang, banyak demo buruh melanggar aturan termasuk beraksi ke rumah pribadi (pemilik perusahaan) dan merusak fasilitas pabrik serta melanggar kepentingan umum. Demo buruh yang melanggar hukum harus ditindak, jangan hanya pengusaha yang diperkarakan," katanya.
Pada kesempatan sama, Sekretaris Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jatim, Ali Mas'ud, melanjutkan, juga meminta kepada Pemprov Jatim agar mencegah terjadinya unjuk rasa serikat pekerja beberapa kali menjelang peringatan Hari Buruh 1 Mei mendatang.
"Kami memberi izin kepada pekerja untuk memperingati Hari Buruh/May Day pada 1 Mei. Namun, ditengarai akan ada unjuk rasa beberapa hari menjelang Hari Buruh yang dikhawatirkan membuat resah pengusaha," tuturnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015