Surabaya (Antara Jatim) - Sosiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Bagong Suyanto menilai Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berhasil menutup lokalisasi Dolly dan Jarak, namun tidak mampu memberantas pertumbuhan prostitusi karena banyak pekerja seks komersial (PSK) eks-Dolly lari ke luar daerah. "Waktu saya berkunjung ke Manado. Saya baca di koran ternyata ada PSK Dolly yang pindah ke Manado," kata Bagong Suyanto saat rapat dengar pendapat di ruang Komisi D DPRD Surabaya, Rabu. Mendapati hal itu, Bagong memandang Pemkot Surabaya belum berhasil memberantas prostitusi. Secara simbolis, Pemkot memang sudah menutup Dolly dan Jarak, tapi, embrio PSK semakin tumbuh dengan subur. Dia meyakini, ditutupnya Dolly dan Jarak hanya memicu tumbuhnya tempat prostitusi secara terselubung. Apa lagi persebaran penyakit HIV/AIDS semakin tidak terkontrol. "Jadi ini akan menjadi bom waktu, saya nilai Pemkot tidak berhasil memberantas prostitusi," jelasnya. Banyaknya PSK yang pindah tempat ke luar daerah tidak lepas dari program pengentasan yang dilakukan Pemkot Surabaya. Selama ini program yang disediakan Pemkot cenderung menyamaratakan kebutuhan warga terdampak penutupan Dolly dan Jarak. Program pelatihan, seperti menjahit, membuat kue tidak tepat sasaran. Apa lagi program tersebut hanya diberikan dalam waktu singkat sehingga tidak cukup membekali warga terdampak untuk mencari pekerjaan atau membuka usaha. "Variasi program kebijakan Pemkot tidak ada. Pelatihan itu bukan program yang cocok untuk diharapkan menjadi bekal. Orang diberi modal Rp50 juta disuruh buka usaha saja bingung. Ini bukan soal mudah, penyelesaian masalah pascapenutupan sangat rumit," ucapnya. Artinya, lanjutnya, alih profesi bukan hal mudah. Dia menyarankan Pemkot Surabaya melakukan pemetaan terhadap warga. Hal ini bertujuan untuk mengetahui warga terdampak, benar-benar terdampak, warga yang membutuhkan program Pemkot dan lainnya. Sehingga, lanjut dia, setelah melakukan pemilahan, program yang dipilih sesuai dengan kebutuhan warga. Bagong menegaskan, Pemkot Surabaya harus memiliki database warga terdampak. Terutama warga yang tidak memiliki pilihan pekerjaan selain menggantungkan hidup dari keberadaan Dolly dan Jarak. Paling utama yang perlu ditolong adalah para PSK. Sedangkan PSK itu tidak cukup hanya dipulangkan ke daerah asalnya karena mereka perlu dipantau dan dibantu untuk mendapatkan pekerjaan yang halal. "Saran saya, dewan dan pemkot duduk bareng untuk merencanakan exit program, kalau tidak maka masalah pascapenutupan Dolly tidak akan cepat selesai," terangnya. Guru besar bidang Ekonomi Unair Surabaya Djoko Mursianto menambahkan, sejauh ini tidak ada pendataan dari pemkot tentang jumlah purel, tempat prostitusi terselubung pascapenutupan. Tentunya bukan tidak mungkin rumah hiburan umum (RHU) menjadi tempat terselubung untuk praktik prostitusi. "Saya sepakat Dolly ditutup, cuma dampaknya itu harus ada penyelesaiannya yang baik," tegasnya. Ketua Komisi D DPRD Surabaya Agustin Poliana menginginkan masalah warga terdampak segera selesai. Dia menanyakan iktikad Pemkot menyelematkan nasib warga terdampak. Sampai saat ni hanya pelatihan saja program dari pemkot. Sementara warga yang menggantungkan hidup dari keberadaan Dolly, seperti tukang parkir, buruh cuci, dan PKL sulit mendapatkan pekerjaan lain. "Setelah pelatihan tidak ada tindak lanjutnya, mestinya mereka ini harus dipantau terus," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015