Surabaya (Antara Jatim) - Ketua DPRD Kota Surabaya Armuji menyarankan Terminal Purabaya dipindah ke Terminal Osowilangon (TOW) dikarenakan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sama sekali tidak mendapatkan untung dari terminal yang berada di kawasan Waru itu, bahkan selalu merugi. "Dari hasil masukan saat jasmas (jaring aspirasi masyarakat), banyak yang menginginkan Purabaya dipindah ke TOW, kalau disana (TOW) kan lahan sendiri dan di daerah sendiri," kata Armuji kepada wartawan di Surabaya, Selasa. Menurut dia, pembagian hasil Terminal Purabaya antara Pemkot Surabaya dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo masalah klasik yang kerap muncul setiap tahunnya. Pria yang sudah menjadi wakil rakyat selama empat periode beturut-turut ini menilai permasalahan bagi hasil Terminal Purabaya seolah tidak ada penyelesaiannya. Dengan Purabaya pindah ke TOW, kata Armuji, Pemkot Surabaya akan memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan baik. Dia meminta Pemkot Surabaya membangun TOW sekondusif mungkin sesuai dengan kebutuhan penumpang. Sehingga, lanjut dia, Pemkot memiliki terminal di dalam wilayahnya sendiri. "Bangun TOW, maka masyarakat sekitar akan mendapatkan untungnya," katanya. Dia memandang bagi hasil Purabaya selama ini dengan sistem bruto yakni pembagiannya 80 persen untuk Surabaya dan 20 persen untuk Sidoarjo. Meskipun secara angka Pemkot Surabaya mendapatkan banyak, namun faktanya, Pemkot selalu merugi. Bahkan kerugiannya ditaksir sampai Rp1,5 miliar dalam setiap tahun. "Selama pendapatan dihitung bruto bukan neto Surabaya rugi," katanya. Meruginya Pemkot Surabaya karena biaya operasional, perawatan, dan belanja pegawai. Di sisi lain, Pemkab Sidoarjo yang hanya ketempatan wilayah, selalu meraup untung sampai Rp1 miliar setiap tahunnya. "Lahan punya Pemkot, tapi yang ambil untung Sidoarjo, Sidoarjo kan wilayahnya saja, tidak ikut memiliki aset," katanya. Sementara itu, Ketua komisi A DPRD Kota Surabaya, Herlina Harsono Njoto merespons pernyataan anggota DPRD Sidoarjo jika bagi hasil antara Sidoarjo dengan Surabaya tidak menemukan titik temu, maka Pemkot Surabaya harus segera merelokasi Terminal itu. Herlina mengatakan seharusnya pernyataan tersebut tidak perlu di ucapkan oleh legislatif Sidoarjo sebab sesama anggota dewan seharusnya hal ini bisa dicarikan solusi, bukan malah memperkeruh suasana. "Kita ini kan sama-sama anggota dewan yang seharusnya membantu masyarakat, dan mencari solusi terbaik. Artinya terminal itu kan tempat pelayanan publik yang menyangkut nasib banyak orang. Ya kita sebaiknya sama-sama bagaimana mencari jalan keluar, bukan malah membuat pernyataan seperti itu," katanya. Kepala Bagian Kerja Sama Pemkot Surabaya, Ifron Hary menjelaskan kerja sama Pemkot Surabaya dan Pemkab Sidoarjo berdasarkan Permendagri tahun 2002 tentang perjanjian kerja sama. Kerja sama bagi hasil ini sudah dimulai sejak 1982. Dia optimistis, pihaknya bisa menyelesaikan masalah dengan baik. "Masalah ini ingin kami selesaikan secara kekeluargaan saja ya, jangan sampai menjadi sengketa," katanya. Ifron menuturkan sebenarnya Pemkot Surabaya pernah membahas dengan Pemkab Sidoarjo sampai enam kali pertemuan. Hasilnya disepakati Bruto 80 untuk Surabaya, 20 untuk Sidoarjo. Tapi setelah hasil kesepakatan ini kembali ke tingkat legislatif kesepakatanya berubah. Sebab, anggota dewan Sidoarjo tetap menginginkan Bruto 30 untuk Sidoarjo. "Sejak tahun 2012 kemarin kita duduk bareng dengan pihak sidoarjo. Karena menurut kita 70-30 itu tidak adil bagi kita. Karena memang biaya operasionalnya sangat tinggi," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014