Surabaya (Antara) - Praktisi agribisnis Adig Suwandi menilai keputusan pemerintah menggabungkan BUMN sektor perkebunan dengan membentuk induk perusahaan cukup positif, namun rentang kendali yang terlalu luas dikhawatirkan membuat holding kurang efektif dan bahkan terjebak birokrasi. "Diperlukan transisi yang tidak mudah untuk untuk menjalankan 'holding' (induk perusahaan) BUMN perkebunan, khususnya terkait adaptasi budaya, mengingat masing-masing perusahaan yang tergabung memiliki keragaman budaya kental," kata Adig Suwandi kepada wartawan di Surabaya, Kamis. Adig yang juga Senior Advisor Asosiasi Gula Indonesia (AGI) mengemukakan hal itu, menanggapi keputusan pembentukan induk perusahaan BUMN Perkebunan yang mewadahi Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) I hingga XIV. Menurut ia, rencana pembentukan induk perusahaan BUMN Perkebunan sudah berjalan lama, bahkan sejak era pemerintahan Presiden B.J Habibie saat Menteri BUMN dipegang Tanri Abeng. Namun, akhirnya baru terealisasi tahun ini. Guna mengatasi rentang kendali yang terlalu luas agar holding berjalan lebih efektif, lanjut Adig, struktur organisasi harus dibuat lebih fleksibel, karena masing-masing anak perusahaan bersifat otonom. "Holding seharusnya hanya berperan sebagai pemegang saham dan berfokus pada hal-hal strategis. BUMN Perkebunan perlu belajar banyak dari korporasi multinasional yang memiliki wilayah operasi seluruh dunia," kata mantan Sekretaris Perusahaan PTPN XI itu. Ia menambahkan BUMN Perkebunan tidak lagi bisa menggunakan cara-cara pengendalian seperti sekarang yang terlalu birokratis. Selain itu, keterlibatan Kementerian BUMN dalam pengendalian korporasi juga dapat dikurangi sejalan telah dilimpahkannya kepemilikan saham kepada induk perusahaan, sehingga hal-hal yang perlu mendapat keputusan pemegang saham bagi anak perusahaan cukup dilakukan pada tingkat holding. "Tidak perlu seperti sekarang yang semuanya bermuara pada Menteri BUMN dengan birokrasi berjenjang mulai dari deputi, asisten deputi, kepala bidang hingga staf. Sangat tidak efektif dan terlalu birokrasi," paparnya. Yang jelas, tambah Adig Suwandi, langkah pembentukan induk perusahaan sangat positip untuk meningkatkan nilai melalui kerja sama antar-anak perusahaan yang lebih baik, khususnya dalam hal pemasaran bersama, investasi, pengembangan usaha, dan produk derivat yang secara teoritik berpeluang meningkatkan posisi tawar. Aset dan akumulasi laba dari 14 perusahaan pembentuknya memungkinkan BUMN Perkebunan mengakses dana dari luar lebih besar dan kapitalisasi yang besar penting untuk pengembangan usaha yang selama ini terkesan kurang terarah. "Selain itu, sejumlah anak perusahaan yang sedang mengalami kesulitan pendanaan seperti PTPN II dan PTPN XIV dapat melakukan aliansi strategis lebih baik lagi dengan perusahaan lainnya," jelasnya. Namun demikian, Adig Suwandi mengingatkan masalah adaptasi budaya perusahaan juga perlu mendapat perhatian, karena karyawan pasti merasakan hal berbeda saat tempat mereka bekerja menjadi anak perusahaan dan mereka tidak lagi berstatus sebagai karyawan BUMN. "Bagi sebagian orang, status sebagai karyawan BUMN ini penting sekaligus kebanggaan. Holding harus terus-menerus melakukan sosialisasi bahwa tujuan utama perusahaan dibentuk adalah meningkatkan kesejahteraan 'stakeholders', termasuk karyawan," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014