Surabaya, (Antara Jatim) - Langit di atas Gunung Kelud ( 1.730 mdpl) tiba-tiba berkilat-kilat. Suara menggelegar menyertai kilatan yang memecah gelapnya malam. Gunung yang lekat dengan legenda Dewi Kilisuci itu meletus pada Kamis (13/2) malam sekitar pukul 22.50 WIB.
Warga yang lokasinya berdekatan dengan puncak Gunung Kelud berhamburan menyelematkan diri ke sejumlah lokasi yang dinilai aman, seperti titik-titik yang sebelumnya telah dipersiapkan aparat terkait untuk pengungsian.
Suasana evakuasi warga untuk menyelamatkan diri cukup riuh, apalagi terjadi saat malam hari. Kendaraan roda dua dan roda empat berseliweran di wilayah yang lokasinya berdekatan dengan puncak Gunung Kelud seperti Kecamatan Ngancar, Kepung, Plosoklaten dan Puncu, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Warga dalam waktu tidak lama sudah memadati lokasi titik evakuasi. Mereka membawa barang sesuai dengan keperluan. Suasana panik sulit dihindarkan ketika warga berkumpul di titik-titik evakuasi. Apalagi kondisi Gunung Kelud sudah kritis, dan statusnya telah berubah menjadi awas sebelum akhirnya dinyatakan meletus.
Dari sisi lain, di wilayah Kabupaten Blitar, yakni di daerah Kaweron, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, warga berhamburan keluar rumah dihebohkan kabar Gunung Kelud meletus setelah beberapa jam sebelumnya dinaikkan statusnya dari Siaga (Level III), menjadi Awas (Level IV), Kamis malam.
Kabar Gunung Kelud meletus di daerah ini tersebar melalui pesan singkat (sms), bau belerang yang menyebar dan sedikit terlihat kepulan gumpalan awan hitam di atas gunung tersebut. Tiang listrik juga dipukul bertalu-talu sebagai tanda bahaya.
Sementara itu, dari Desa Ngaringan di sisi timur Kecamatan Gandusari, yang berjarak sekitar 10 kilometer, Darmi, seorang warga membenarkan bahwa warga setempat yang berada di "garis merah" tunggang-langgang menyelamatkan diri menuju pengungsian.
Perubahan status Gunung Kelud dari Siaga menjadi Awas berlangsung cepat. Gunung Kelud yang sebelumnya aktif normal berubah menjadi Waspada pada Minggu (2/2), dan berubah lagi menjadi Siaga pada Senin (10/2) pukul 16.00 WIB. Pada Kamis (13/2) pukul 21.15 WIB, Gunung Kelud statusnya berubah menjadi Awas.
Bahkan, petugas Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) segera meninggalkan Pos Pengamatan Gunung Api Kelud di Desa Sugihwaras, Kabupaten Kediri, ketika gunung tersebut dinyatakan Awas. "Petugas sudah meninggalkan pos saat letusan ke-3 tepat pukul 22.30 WIB," kata Pelaksana Tugas Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemkab Kediri Edhi Purwanto, Jumat dini hari.
Letusan Kelud
Gunung Kelud yang berada sekitar 27 kilometer arah timur pusat Kota Kediri ini secara administratif masuk wilayah Kabupaten Kediri, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Blitar. Data Dasar Gunung Api Indonesia yang diterbitkan Kementerian Energi, Sumber Daya Alam, dan Mineral pada 2011, menyebutkan, gunung tipe strato ini telah beberapa kali meletus baik letusan eksplosif maupun efusif (tertahan) seperti terjadi pada 2007.
Letusan eksplosif gunung ini setidaknya diketahui sejak 1901. Letusan-letusan berikutnya terjadi pada 1919, 1951, 1966, 1990, 2007, 2010 dan 2014. Letusan Gunung Kelud yang lebih banyak bersifat eksplosif sehingga letusan gunung ini sering menimbulkan korban jiwa.
Kerasnya letusan Gunung Kelud di antaranya bisa dilihat dari semburan material vulkanik yang mencapai
jarak yang cukup jauh. Abu vulkanik dampak erupsi Gunung Kelud pada Kamis (13/2) malam menjangkau Tasikmalaya, Jawa Barat.
Dampaknya, tidak hanya daerah di Jawa Timur yang diguyur material vulkanik, tapi juga sejumlah kota di Jawa Tengah dan Jawa Barat, seperti Solo, Klaten, Yogyakarta, Temanggung, Magelang, Wonosobo, Cilacap, Kulon Progo dan Tasikmalaya.
Warga di kota-kota tersebut harus mengenakan masker untuk beraktivitas guna menghindari dampak terburuk menghirup abu vulkanik. Anak-anak sekolah diliburkan sementara untuk mengantisipasi dampak yang tidak diinginkan.
Bahkan, sejumlah bandara juga ditutup sementara, yakni Bandara Adicusipto Yogyakarta, Bandara Adi Sumarmo Solo, Bandara Juanda di Sidoarjo, dan Bandara Abdul Rahman Saleh Malang. Akibatnya, calon penumpang berbagai maskapai penerbangan harus menjadwal ulang penerbangannya.
"Tapi guyuran abu vulkanik erupsi tak setebal di sekitar Gunung. Hujan abu hanya seperti bintik-bintik. Laporan terakhir sampai ke Purwokerto, Kebumen bahkan ke wilayah Tasikmalaya," kata Pelaksana Tugas Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunung Api PVMBG Gede Suantika saat dihubungi wartawan.
Menurut dia, semburan material abu dari Gunung Kelud tersebut didominasi menuju arah barat daya. "Bahkan, beberapa wilayah di sekitar letusan memiliki ketebalan di atas 10 sentimeter seperti Batu Malang, Jawa Timur," katanya.
Ucapan Gede Suantika memang terbukti. Warga Desa Sugihwaras, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, yang pada Jumat dinihari mulai bekerja bakti membersihkan rumah mereka yang terkena guyuran abu dan kerikil akibat erupsi Gunung Kelud menemukan ketebalan debu mencapai 15-20 sentimeter.
Warga Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Vian mengatakan, guyuran hujan abu dan kerikil akibat letusan Gunung Kelud kini sudah mulai turun intensitasnya daripada sebelumnya.
Vian bersama warga membersihkan abu dan kerikil vulkanik menggunakan alat seadanya, seperti sapu, sekop, dan alat lain. Selain atap rumah, juga halaman dan jalan utama di daerah itu yang terkena sebaran kerikil. Membersihkan material letusan Gunung Kelud itu memang memerlukan perlakuan khusus. Selain masih berbau belerang, juga terasa pedih di mata," katanya.
Meski akitivitas vulkanik Gunung Kelud cenderung mereda, tapi warga diimbau tetap waspada dan berada di pengungsian. "Masyarakat hendaknya tetap mengikuti arahan dari petugas setempat," kata Gede Suantika.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo di sela-sela kunjungannya ke Kediri meminta radius 10 kilometer dari puncak Gunung Kelud disterilkan. Pemerintah bersama aparat terkait berupaya menyiapkan pengamanan dan kebutuhan logistik masyarakat yang mengungsi.
Legenda Dewi Kilisuci
Gunung Kelud yang memiliki letusan keras tersebut merupakan salah satu tujuan wisata di Jawa Timur. Pada masa tenang, puncak Gunung Kelud yang kepundannya memiliki danau dengan air berwarna-warni itu banyak dikunjungi wisatawan.
Untuk menuju kawasan wisata di puncak gunung, jalannya sudah beraspal. karena itu, untuk menuju puncak Gunung Kelud bisa dicapai dengan berbagai jenis kendaraan, baik roda dua maupun roda empat.
Data Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri menyebut, tidak kurang dari 1.000 wisatawan mengunjungi objek wisata Gunung Kelud pada masa liburan sekolah dan bisa mencapai 10 ribu saat digelar upacara atau ritual.
Ritual di puncak Gunung Kelud konon tidak terlepas dari legenda Dewi Kilisuci pada masa Kerajaan Kadiri. Raja Kadiri pada saat itu memiliki puteri cantik Dewi Kilisuci. Karena kecantikannya itu Dewi Kilisuci diperebutkan oleh dua raja untuk dipersunting, yakni Lembu Suro dan Mahesa Suro. Tapi raja tersebut bukan dari bangsa manusia.
Dewi Kilisuci yang tidak berkenan menerima lamaran dua raja tersebut akhirnya membuat tipu daya agar pinangan kedua raja itu tidak jadi terlaksana. Tipu daya itu dikemas dalam bentuk sayembara membuat sumur berbau amis dan satu lainnya berbau wangi dalam semalam.
Maheso Suro dan Lembu Suro mampu memenuhi sayembara tersebut. Tapi, Dewi Kilisuci mengajukan permintaan sekali lagi agar kedua raja tersebut membuktikan bahwa sumur tersebut berbau amis dan wangi. Setelah keduanya masuk ke sumur untuk membuktikan, Dewi Kilisuci memerintahkan prajurit kerajaan menimbunnya dengan batu. Maheso Suro dan Lembu Suro mati.
Sebelum mati, Lembu Suro sempat mengutuk kepada orang Kadiri. “Yoh wong Kadiri, mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping-kaping, yoiku Kadiri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, Tulungagung bakal dadi Kedung. (Ya, orang Kadiri besok akan mendapatkan balasanku yang sangat besar. Kadiri bakal jadi sungai, Blitar akan jadi daratan, dan Tulungagung menjadi danau). (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014