Pamekasan (Antara Jatim) - Program bantuan pemerintah untuk masyarakat miskin di Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur, ditengarahi menjadi ajang korupsi oleh oknum pejabat dinas setempat, kata kata Direktur Forum Kajian Kebijakan Publik Pamekasan, Muid Syakrani, Kamis.
Forum Kajian Kebijakan Publik (FKKP) Pamekasan mendata ada beberapa program bantuan yang dicanangkan pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat miskin, akan tetapi dalam praktinya justru menjadi ajang korupsi, sehingga program baik itu terkesan kurang optimal.
"Diantaranya bantuan beras bagi warga miskin, bantuan perbaikan rumah tidak layak huni, dan bantuan pada program keluarga harapan (PKH)," katanya.
Muid menjelaskan sebenarnya, praktik korupsi yang terjadi di Kabupaten Pamekasan itu bukan hanya pada tiga hal itu. Akan tetapi FKKP menyoroti secara khusus pada program pemberdayaan masyarakat miskin. Sebab, selain karena selama ini terkesan kurang mendapatkan perhatian aparat penegak hukum, juka karena praktik korupsi pada program ini terlalu parah.
Dalam program bantuan beras bagi warga miskin, FKKP mencatat, nilai kerugian negara tidak sedikit, yakni mencapai Rp58,8 miliar lebih per tahun. Data kerugian negara pada bantuan raskin ini berdasarkan fakta yang terungkap di lapangan, bahwa bantuan raskin rata-rata hanya dibagikan selama enam bulan dalam setahun.
Asumsi enam bulan tersebut merupakan asumsi terendah, sebab faktanya di beberapa desa di Pamekasan ada yang hanya didistribusikan selama 3 kali dalam dua tahun, seperti yang terjadi di Desa Larangan Slampar, Kecamatan Tlanakan.
Sementara di Pamekasan, jumlah rumah tangga sasaran penerima manfaat sebanyak 109.017 RTS atau setara dengan 1.635.255 kilogram per bulan. Jumlah itu setara Rp9.811.530.000 per bulan dengan harga tebus Rp6.000 perkilogram.
Sehingga, dalam setahun, alokasi dana yang harus dikeluarkan pemerintah untuk bantuan raskin kepada masyarakat Pamekasan sebanyak Rp127,5 miliar, termasuk bantuan raskin ke-13 setiap tahunnya.
Sehingga jika asumsi beras yang digelapkan oknum enam bulan, maka kerugian negara sekitar Rp58,8 miliar. Korupsi bantuan raskin di Kabupaten Pamekasan ini terjadi 178 desa di Kabupaten Pamekasan dan telah dilaporkan ke Kejaksaan Negeri setempat.
Dari jumlah itu, baru dua kepala desa yang diprses hukum, yakni Kepala Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu dan Kepala Desa Larangan Slampar, Kecamatan Tlanakan, sedangkan praktik korupsi raskin di 176 desa sisanya belum diproses oleh pihak Kejari dengan alasan jumlah penyidik sangat terbatas.
"Praktik korupsi bantuan raskin ini sudah terjadi sejak program tersebut digelar dan hingga saat ini masih berlangsung dan seolah sudah dianggap biasa," kata Muid.
Program bantuan untuk warga miskin lainnya yang juga menjadi ajang korupsi adalah bantuan perbaikan rumah tidak layak huni. Sebanyak 313 warga miskin penerima bantuan, nilai bantuannya semuanya dikurangi, dari seharusnya Rp8,5 juta, termasuk bantuan biaya tukang, mereka hanya menerima Rp3,5 juta.
"Dengan demikian, ada sekitar Rp1,5 miliar lebih uang negara yang menjadi hak warga miskin di Pamekasan ini ditilep oleh oknum tertentu," terang Muid.
Korupsi bantuan perbaikan rumah tidak layak huni yang mencapai miliaran rupiah di Kabupaten Pamekasan ini terungkap, setelah penerima bantuan melakukan aksi protes kepada panitia pelaksana kegiatan beberapa waktu lalu.
Sementara pada program keluarga harapan, pemotongan bantuan juga terjadi, dan penerima bantuan melakukan protes. Jumlah dana yang dipotong oleh petugas pendamping dalam program penerima bantuan itu sebesar Rp10 ribu hingga Rp13 ribu per penerima bantuan dari total jumlah penerima sebanyak 21.304 Keluarga Sangat Miskin (KSM).
"Kalau setiap bantuan warga miskin menjadi ajang korupsi seperti ini, lalu kapan negara ini bisa bangkit dari keterpurukan," kata Muid mempertanyakan.
Oleh karenanya, kelompok kajian intelektual muda Pamekasan ini mendorong, agar aparat penegak hukum bergerak proaktif memerangi berbagai bentuk korupsi itu. Sebab, menurut dia, sebagus apapun program pemerintah, jika dalam pelaksanaannya masih terdapat praktik korupsi, maka hasilnya tidak akan baik.
Ketua DPRD Pamekasan Halili mengakui, praktik korupsi dalam berbagai program bantuan memang sering terjadi. Hal ini berdasarkan laporan yang disampaikan masyarakat ke institusi itu.
"Kami sangat setuju, bahkan mendorong penegakan supremasi hukum terhadap berbagai bentuk penyimpangan program, apalagi yang menyangkut kepentingan warga miskin, semisal raskin, bantuan rumah kumuh dan PKH itu," terang Halili.
Ia menjelaskan, secara kelembagaan, pihaknya sudah sering menyampaikan masukan kepada pihak eksekutif agar terus berupaya menekan terjadinya praktik korupsi, karena hal itu jelas bertentangan dengan hukum dan nilai agama. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014