Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar belum lama ini mengatakan pasar kerja Indonesia berkembang cukup berarti dan hal ini ditunjukkan dengan turunnya jumlah penggangguran menjadi hanya 6,14 persen pada Agustus 2012 atau berkurang sebanyak 460.000 orang dibanding Agustus 2011. Meski telah mengalami penurunan pemerintah masih menargetkan angka pengangguran ini bisa terus turun hingga 5,1 persen pada 2014. Upaya untuk menekan angka pengangguran tersebut hingga kini terus dilakukan secara rutin. Salah satunya dengan menggelar Program Aksi Gerakan Penanggulangan Pengangguran (GPP) di berbagai daerah di Indonesia. Setiap tahun, pemerintah terus merancang strategi untuk menciptakan lapangan kerja, baik di sektor formal maupun di sektor informal, dengan harapan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya sehingga pengangguran bisa terus ditekan. Berbagai program yang dicanang pemerintah untuk menekan pengangguran melalui penyerapan tenaga kerja ini antara lain, pengutan modal usaha bagi kelompok usaha kecil dan menengah, pengembangan koperasi, dan program transmigrasi. "Program transmigrasi ini sebenarnya merupakan program lama yang telah dicanangkan pemerintah sejak masa Orde Baru dulu dan sampai saat ini masih berlangsung," kata Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemkab Sampang, Malik Amrullah. Dari beberapa program tersebut, beberapa sektor memang terbukti berhasil dan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak. Data BPS menyebutkan, selama Agustus 2011-Agustus 2012, jumlah penduduk yang bekerja memang terbukti mengalami kenaikan terutama di sektor industri hingga mencapai 830.000 orang atau 5,71 persen, sektor jasa kemasyarakatan sebanyak 450.000 orang atau 2,70 persen. Akan tetapi ada juga beberapa sektor yang mengalami penurunan, yakni sektor pertani, pedagangan, transportasi, pegudangan dan komunikasi. BPS mencatat di sektor pertanian tenaga kerja yang terserap selama kurun waktu 2011 hingga 2012 itu hanya sebesar 450.000 orang atau 1,14 persen, sektor perdagangan sebesar 250.000 orang atau 1,07 persen, dan sektor transportasi, pergudangan, serta Komunikasi hanya sebanyak 80.000 orang atau 1,57 persen. Rendahnya serapan tenaga kerja di sektor pertanian ini salah satunya karena dipengaruhi oleh makin sempitnya lahan pertanian di sejumlah daerah padat penduduk, seperti di Pulau Jawa, serta kurangnya kreatifitas petani itu sendiri dalam berupaya menciptakan lapangan pekerjaan. Disamping itu, lahan pertanian yang kritis juga diduga menjadi salah satu pemicunya. Sebab di Jawa Timur, tidak semua daerah padat penduduk, akan tetapi banyak juga daerah yang jarang penduduknya, namun lahan pertanian justru gersang dan banyak kritis. Salah satunya seperti di Pulau Madura. "Atas dasar itulah maka pemerintah mendorong masyarakat untuk mengikuti program transmigrasi dengan tujuan agar kehidupan mereka di daerah rantau nantinya bisa lebih layak dari sisi ekonomi," kata Malik Amrullah menjelaskan. 33 KK Transmigrasi Kepala Dinsosnakertrans Sampang Malik Amrullah menuturkan, pada tahun 2012, pemkab Sampang memberangkatkan sebanyak 33 kepala keluarga (KK) untuk mengikuti program transmigrasi. Ke-33 KK tersebut terbagi di 3 unit pemukiman. Masing-masing sebanyak 10 KK di UPT Mahaluna, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan, 13 KK di UPT Mopu Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah, dan sebanyak 10 KK sisanya di Maedi Kota Tidore Provinsi Maluku Utara. "Program transmigrasi ini sebenarnya sangat cocok untuk masyarakat Madura khususnya di Sampang ini, karena rata-rata penduduk disini adalah patani," kata Malik. Di tempatnya yang baru, kata Malik, masyarakat akan mendapatkan sejumlah fasilitas untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka sehari-hari, bahkan mereka akan mendapatkan jaminan sembako dari pemerintah selama 1 tahun sejak tiba di lokasi transmigrasi. Tidak hanya itu saja, mereka juga akan mendapatkan rumah dan lahan pertanian seluas 2 hektare per KK. "Bagi petani di Madura, lahan pertanian seluas 2 haktare ini sudah sangat banyak. Sebab selain lahan yang diberikan subur, petani disini rata-rata memiliki lahan tidak sampai 1 hektare," katanya menjelaskan. Sebelumnya Dinsosnakertrans Sampang juga pernah memberangkatkan sebanyak 12 KK untuk mengikuti program transmigrasi itu dengan tujuan ke UPT Arungu Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, dan sebanyak 10 KK ke UPT Bekai Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, sehingga jumlah KK asal Sampang yang mengikuti program itu sebanyak 53 orang. Malik menjelaskan, sebenarnya persyaratan untuk mengikuti program transmigrasi ini tidak terlalu rumit bahkan sangat mudah, yakni berkeluarga dengan usia maksimal 50 tahun dan mempunyai keterampilan minimal bercocok tanam. "Jadi dari sisi ekonomi, program transmigrasi ini sebenarnya lebih bernilai ekonomis dan membina masyarakat untuk hidup lebih mandiri di tempat barunya. Dan kebanyakan diantara yang ikut program ini adalah sukses, berdasarkan hasil evaluasi yang kami lakukan," katanya menjelaskan. Hanya saja, meski program transmigrasi ini bernilai ekonomis, akan tetapi sebagian masyarakat Sampang dan Madura pada umumnya justru lebih tertarik di negeri rantau dengan menjadi TKI. Hal itu terbukti dengan lebih banyaknya warga yang berangkat ke luar negeri menjadi TKI yakni hingga mencapai ribuan orang. "Awal Januari hingga Maret 2013 ini saja kami mencatat sebanyak 285 warga Sampang menjadi TKI," kata Kasi Penempatan dan Perluasan Tenaga Kerja Dinsosnakertrans Sampang Teguh Waluyo. Lebih Terhormat Anggota DPR RI asal Madura MH Said Abdullah menilai, sebenarnya mengikuti transmigrasi ini jauh lebih terhormat dibandingkan harus bekerja di luar negeri menjadi TKI. Selain lebih terhormat dan lebih mandiri, legislator dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini juga menyatakan, transmigrasi juga untuk ketahanan nasional. "Artinya, kalau memang harus memilih, transmigrasi ini jauh lebih baik," katanya menjelaskan. Hanya saja, kata dia, yang saat ini menjadi masalah, karena sebagian masyarakat menganggap bekerja di luar negeri lebih menarik dengan berbagai pertimbangan. Salah satunya karena karena dari sisi penghasilan dianggap jauh baik. Padahal, kata dia, program transmigrasi itu sebenarnya tidak kalah dari sisi potensi ekonomi dibandingkan bekerja di luar negeri, karena pemerintah memberikan sejumlah fasilitas, seperti rumah tinggal dan lahan pertanian seluas 2 hektare untuk dikelola. Oleh karenanya, Said mendorong agar pemerintah kembali berupaya menggiatkan program ini, dengan cara terus menggencarkan sosialisasi kepada masyarakat, terutama di daerah padat penduduk. "Salah satu caranya tentu harus ada komunikasi intensif antarkepada daerah asal dengan kepala daerah yang menjadi tujuan transmigrasi itu," katanya menjelaskan. Di Pulau Madura sendiri, program transmigrasi ini pernah sukses dan banyak warga di Pulau Garam itu mengikuti program yang dicanangkan pemerintah sejak puluhan tahun lalu. Hanya saja, sejak terjadi kasus bernuansa Sara di Sampit, Kalimantan beberapa tahun lalu, kini program transmigrasi kurang diminati lagi, bahkan masyarakat cenderung mengaku trauma. Dari adanya kasus itu diketahui, bahwa warga Madura yang paling banyak mengikuti program transmigrasi adalah asal Kabupaten Sampang dibanding tiga kabupaten lain yang ada di pulau itu, yakni Sumenep, Pamekasan dan Kabupaten Bangkalan. "Ini tentu karena adanya situasi politik itu tadi. Makanya pemerintah harus melakukan penyelesaian melalui upaya-upaya politik pula," kata Said Abdullah menambahkan. Said Abdullah juga menyarankan, perlunya pemerintah melakukan kajian strategis untuk lima dan 10 tahun ke depan untuk sebaran penduduk, karena salah satu tujuan program itu juga untuk penyebaran penduduk Indonesia, selain untuk menekan angka kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. (*)

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013