Oleh Abdul Hakim Surabaya (Antara Jatim) - Ruang pertemuan di lantai satu sebuah rumah makan di Kota Surabaya, Kamis (21/3) sore itu mendadak ramai oleh suara-suara kemenangan para pendukung Wishnu Wardhana. Mereka adalah para pengurus Pimpinan Anak Cabang (PAC) Partai Hanura se-Kota Surabaya yang menyatakan pandangan umumnya untuk mendukung secara aklamasi, Wishnu Wardhana sebagai Ketua DPC Hanura Surabaya pada Musyawarah Cabang Luar Biasa (Muscablub) Partai Hanura Surabaya. Terpilihnya Wishnu Wardhana sebagai Ketua DPC Partai Hanura Surabaya dalam proses Muscablub tercepat yaitu kurang dari satu jam. Tidak ada sanggahan dari peserta sidang baik dalam pembahasan tata tertib persidangan maupun pada saat pemilihan ketua. Proses pemilihan ketua yang begitu lancar tersebut akhirnya berakhir dengan aklamasi. Hampir semua peserta sidang yang memiliki hak suara mendukung sepenuhunya beban dan tanggung jawab partai di pundak Wishnu. "Karena yang mencalonkan diri dan pandangan umum menghendaki pak Wishnu sebagai ketua, maka Muscablub hari ini diputuskan secara aklamasi," kata Jatmiko Sekretaris DPD Partai Hanura Jatim yang bertindak sebagai pimpinan sidang. Sejumlah pengurus PAC memberikan ucapan selamat dengan menaruh harap Partai Hanura dibawa kepemimpinan Wishnu bisa meraih kejayaan dan kemenangan seperti halnya Partai Demokrat Surabaya saat dipimpin Wishnu pada Pemilu yang lalu. Seiring dengan pamor Partai Demokrat yang semakin meroket pada Pemilu 2009, Wishnu mampu membawa Partai Demokrat di Surabaya mencapai puncak kejayaannya. Bahkan target kursi legislatif yang dipatok menjadi delapan kursi meledak menjadi 16 kursi dan Wishnu pun terpilih menjadi Ketua DPRD Surabaya. Namun, kemenangan Wishnu tergoyahkan dengan adanya upaya pemakzulan terhadap Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini terkait persoalan pajak reklame yang dilakukan mayoritas anggota DPRD Surabaya dalam kendali Wishnu sebagai Ketua DPRD Surabaya. Dampak dari upaya tersebut menjadi buah simalakama, Wishnu mau tidak mau akhirnya terdepak dari Partai Demokrat dengan keluarnya SK pemecatan yang dikeluarkan DPP Partai Demokrat pada 14 Maret 2013. "Kami yakin, pak Wishnu bisa mengangkat Partai Hanura Surabaya lebih baik lagi," kata Ketua PAC Bubutan M. Fadilah di arena Muscablub berlangsung. Harapan-harapan besar lainnya juga diucapkan oleh sejumlah pengurus PAC dalam pandangan umum pada saat muscab berlangsung. Keinginan dan harapan tersebut ditampung oleh Wishnu sebagai motivasi untuk mengangkat Partai Hanura Surabaya yang selama ini tidak memperoleh kursi di legislatif. Dengan sesumbarnya, Wisnu menargetkan untuk memenangkan pemlilu legislator sebagaimana dia pernah memenangkan Partai Demokrat pada saat dipimpinnya dulu. "Jika dulu (saat di Demokrat), saya menargetkan delapan kursi, tapi diluar dugaan menjadi 16 kursi. Maka pada pemilu mendatang, saya optimistis Partai Hanura bisa meraih 20 kursi di dewan," kata Wishnu. Ia mengatakan, telah memiliki strategi untuk mendulang suara pada Pemilu mendatang. Namun, ia tidak mau membeberkannya karena khawatir ditiru olah partai lainnya. Untuk meraih target pemenangan, Wisnu mengharapkan semua kader Partai Hanura bekerja keras dan memiliki sikap optimistis yang tinggi. "Kita harus yakin bisa menang. Jika tidak punya semangat semuanya akan sulit. Dan jangan lupa untuk terus bekerja keras, kerja, kerja , kerja," katanya. Kontroversi Diakui atau tidak, Wishnu mampu memainkan peranan politik yang cukup "ekstrem", berani dan bahkan menantang siapa saja yang dianggap mendholiminya. Bahkan ia, juga berani menantang Gubernur Jatim yang juga Ketua DPD Partai Demokrat Jatim dan Ketua DPP PD Anas Urbaningrum saat itu karena berani mengeluarkannya SK pemecatannya dari Partai Demokrat. Sikap dan pernyataan Wishnu yang "blak-blakan" (terbuka) dan terkesan "ceplas-ceplos" (asal bicara) itu membuat lawan-lawan politiknya menjadi gemas dan terkadang emosi dibuatnya. Seperti halnya pada saat DPC Partai Demokrat Surabaya pertama kali mengajukan pemecatan sementara terhadap Wishnu, tidak jarang pernyataannya mendapat perlawanan dari para pengurus DPC Partai Demokrat maupun anggota Fraksi Partai Demokrat di DPRD Surabaya. "Kalau kader yang sudah dipecat dari parpol, mestinya harus mundur dari jabatannya sebagai anggota DPRD," kata Wakil Ketua DPC Partai Demokrat Muzayin. Menurut Muzayin, secara hukum jika ada anggota DPRD yang sudah dipecat dari keanggotaan partai, maka dia tidak memiliki keterwakili parpol di lembaga legislatif "Sudah seharusnya Wishnu bersama Agus (Ketua Badan Kehormatan DPRD Surabaya Agus Santoso yang juga dipecat dari Partai Demokrat dan kini bergabung di Partai Hanura) mengundurkan diri setelah SK dari DPP PD turun. Tapi jika tetap tidak mengindahkan maka bisa saja partai akan memproses secara hukum," kata Muzayin. Apalagi, lanjut dia, Wishnu sendiri sudah masuk Partai Hanura sehingga ini nanti yang jadi landasan untuk disampaikan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) bahwa sesorang pindah partai harus keluar dari DPRD. Menurut dia, hukum harus ditegakkan. Jika Wishnu berbicara hukum, maka pihaknya juga akan menyelesaikannya secara hukum. "Kalau masih mempertahankan kami laporkan ke kepolisian," katanya. Hal sama juga diungkapkan Ketua DPC Partai Demokrat Surabaya Dadik Risdaryanto. Ia mengatakan sebaiknya Wishnu legowo dengan mengundurkan diri secara baik-baik sebagai anggota DPRD Surabaya. "Pihaknya akan terbuka untuk menjalin komunikasi dengan siapapun, termasuk dengan Wishnu. Kita sama-sama saling mengisi," katanya. Sebelumnya, komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD, DPD mengamanatkan bagi calon anggota legislatif (caleg) yang kini masih duduk sebagai anggota dewan yang dinyatakan dipecat dari parpol sebelumnya harus mundur dulu sebagai anggota DPRD. Ketika ada anggota dewan mendaftar caleg dengan partai baru, namun tidak mundur dari keanggotaan dewan sekaligus wakil dari partainya yang lama maka yang bersangkutan tidak memenuhi syarat sebagai caleg. Penerimaan gaji oleh mereka di sisa jabatan sebagai wakil rakyat, kata Arief, bisa menjadi masalah hukum di kemudian hari. Sementara itu, Wishnu Wardhana menegaskan tetap tidak akan mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPRD Surabaya meski sudah pindah dari Partai Demokrat dan menjadi Ketua DPC Partai Hanura Surabaya. "Jika saya dianggap melanggar aturan, saya tanya aturan yang mana? Suruh mereka baca aturan," katanya. Menurut dia, dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, khususnya Pasal 102 bahwa anggota DPRD berhenti antarwaktu karena meninggal dunia, mengundurkan diri dan diberhentikan. "Diberhentikan di sini atas dasar usulan, kalau saya kan beda karena dikeluarkan partai. Pada saat saya dikeluarkan dari partai berarti saya independen. Jadi yang salah partai kenapa keluarkan saya," katanya. Saat ditanya persyaratan caleg dari KPU berupa UU 8/2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD yang mengamanatkan harus mundur sebagai anggota parpol lama sekaligus DPRD, Wishnu mengatakan KPU tidak boleh intervensi. "Tidak ada UU yang membolehkan KPU intervensi apalagi meminta saya mundur. Ada klausul di UU tersebut lemah, yakni hak seseorang berpolitik. Itu melanggar UUD 45. Itu sama saja menghantam kekuasaan rakyat," kata Wishnu. Pernyataan Wishnu bertentangan dengan pendapat Ketua DPD Partai Hanura Jatim Kuswanto yang menyebutkan bahwa sesuai mekanisme partai bahwa Wishnu yang baru anggota Hanura otomatis mundur dari jabatannya sebagai anggota dan Ketua DPRD Surabaya. "Syarat dari KPU siapapun yang berasal dari parpol lain harus menyertakan pengunduran diri," katanya. Sementara itu, lanjut dia, jika Wishnu tetap ngotot tidak mau mengundurkan diri, maka pihaknya akan mengevaluasi kinerja Wishnu sebagai Ketua Hanura Surabaya. Menanggapi hal itu, Wishnu mengatakan itu akan dibicarakan di internal Hanura. Dia mengatakan bahwa Kuswanto selain sebagai Ketua DPD Hanura Jatim juga sebagai anggota DPRD Jatim. "Pak ketua (Kuswanto) kan juga anggota DPRD, kan sama dengan saya," ujarnya. Politik Preman Pengamat politi dan juga Direktur Parlemen Watch Jatim Umar Salahudin menilai Ketua DPRD Kota Surabaya Wishnu Wardhana selama ini menjalankan politik preman karena melakukan intimidasi kepada pimpinan dan anggota dewan untuk menggagalkan upaya reposisi dan pergantian antarwaktu (PAW) terhadap dirinya sebagai tindak lanjut pemecatannya dari Partai Demokrat. "Wishnu tidak mencerminkan seorang pemimpin yang bijaksana. Apa yang dilakukannya merupakan cara-cara politik preman," kata Umar. Menurut dia, intimidasi yang dilakukan Wishnu terhadap anggota dewan berupa ancaman membeberkan borok atau kesalahan jika berani mereposisi dirinya sebagai Ketua DPRD Surabaya di sela-sela rapat pimpinan di DPRD Surabaya beberapa hari lalu merupakan tindakan yang tidak terpuji. Ia menilai intimidasi Wishnu tidak terlalu berpengaruh karena itu hanya kepanikan dari Wishnu pascapemecatan dirinya sebagai kader Partai Demokrat. Selama ini, kata dia, Wishnu menggunakan UU Nomor 16 tahun 2016 tentang tata tertib DPRD sebagai dasar untuk bertahan sebagai ketua DPRD. "Saya menilai reposisi harus dilakukan karena saya melihat ini sudah tidak sehat dan bisa berakibat kinerja DPRD tidak maksimal. Agenda wakil rakyat akan terganggu," katanya. Untuk itu, pihaknya berharap agar 48 anggota DPRD Surabaya tidak takut dengan intimidasi Wishnu. "Anggota dewan jangan takut ancaman, itu sama saja memberikan ruang gerak Wishnu," katanya. Jika semua fraksi sepakat, lanjut dia, maka reposisi tersebut bisa terlaksana. Hanya saja, Umar menilai hingga saat ini masih ada tarik-ulur atau berwajah dua di kalangan anggota Dewan. "Ada dua wajah, satunya ke Wishnu satunya ke partai," katanya. Apalagi, lanjut dia, DPC Partai Demokrat Surabaya dengan Fraksi Partai Demokrat di DPRD Surabaya harus tegas dan kompak. "Jangan ada perpecahan di antara anggota Fraksi Demokrat sebab sampai kapanpun masalah ini tidak akan selesai. DPRD Surabaya saat ini lagi sakit dan tidak produktif lagi," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013